Dalam persiangan usaha, pastinya jika ingin dikenang konsumen tentu harus berbeda dari produk lainnya yang sejenis. Dengan ciri khas yang menempel pada suatu produk usaha, konsumen akan ingat mereknya jika ingin membeli suatu jenis produk. Bahkan bisa-bisa mereknya lebih terkenal ketimbang jenis produknya. Misalnya, mau beli air mineral, pasti banyak yang bilang "bali a*ua Bang!". Iya gak Gan?
Tapi berita yang ane baca pagi ini Gan, miris. Mungkin ane juga yang kudet, karena beritanya udah lama. Tapi gak segininya juga ya meng-klaim hak kekayaan intelektual, Seharusnya Bapak/Ibu Pejabat dan Hakim disana bisa lebih bijak mutusin. Jangan sampe ada wong cilik usaha, malah kena hukum gara-gara nama jenis produknya, udah diklaim jadi nama merek seseorang. Sedih Gan
Simak nih berita dibawah Gan..
Quote:
Jakarta - Kisah Kopi 'Tiam' dan 'Mendoan' yang Kini Diprivatisasi Fudji Wong
Dunia hak kekayaan intelektual Indonesia sempat dihebohkan dengan kepemilikan kata 'Tiam' yang dipatenkan oleh seseorang bernama Abdul Alex Soelystio menjadi merek pribadi. Keperkasaan Alex sebagai pemilik merek 'Tiam' pun digoyang oleh para pengusaha kedai kopi.
Kasus yang heboh tahun tahun 2012 itu pun akhirnya bergulir ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Keperkasaan Alex pun makin jadi ketika pengadilan memutus bahwa 'Tiam' merupakan merek sah yang boleh dipegang oleh Alex.
Dia pun melancarkan sejumlah serangan kepada para pengusaha yang masih memakai kata 'Tiam'. Sebut saja Law's Kopi Tiam, QQ Kopi Tiam dan lain-lain. Perjuangan Alex pun selalu dimenangkan pengadilan bahkan sampai tingkat Mahkamah Agung (MA).
Padahal, pada kala itu banyak penggugat menganggap 'Tiam' merupakan kata umum yang harusnya tidak boleh dimiliki oleh seseorang. 'Tiam' sendiri merupakan istilah yang umum, diambil dari bahaasa tionghoa yang berarti 'kedai'. Namun apa daya, kini isitlah kopi tiam sudah dipatenkan oleh Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Dua hakim agung yang menyidangkan perkara ini yaitu hakim agung Nurul Elmiyah hakim agung Syamsul Maarif menyatakan dissenting opinion. Hakim agung Nurul Elmiyah menyatakan kata itu tidak boleh dipantenkan.
"Seharusnya merek generik 'KOPITIAM' tidak dapat didaftar berdasarkan Pasal 5 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek," ujar Nurul dalam putusannya.
Demikian juga dengan hakim agung Syamsul Maarif. Ia menyatakan KOPITIAM tidak berhak memiliki hak ekslusif atas kata KOPITIAM.
"KOPITIAM adalah kata yang secara umum digunakan oleh masyarakat Melayu untuk sebuah kedai yang menjual kopi sehingga semua kedai yang menjual kopi pada dasarnya berhak menggunakan kata tersebut untuk melengkapi merek dagangnya sehingga dalam perkara a quo dominan dalam menentukan ada tidak adanya persamaan pada pokoknya pada merek 'Kok Tong Kopitiam' milik pemohon PK adalah bukan pada kata 'KOPITIAM' tetapi pada kata 'KOK TONG'. Oleh karena itu merek 'Kok Tong Kopitiam,' tidak memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek 'KOPITIAM'," kata Syamsul.
Apa daya, Nurul Elmiah dan Syamsul Maarif kalah suara dengan 3 hakim agung lainnya sehingga Kopi Tiam merupakan hak pribadi Alex.
Kini kasus serupa kembali terjadi. Kali ini menimpa kata 'Mendoan' yang diloloskan sebagai sebuah merek. Mendoan pun kini bukan lagi milik warga Banyumas atau Jawa Tengah lainnya. 'Mendoan' saat ini sudah dimiliki oleh seorang pengusaha bernama Fudji Wong.
Fudji Wong mendaftarkan merek tersebut ke Dirjen HAKI Kemenkum HAM. Ia mendaftarkan merek 'mendoan' pada 15 Mei 2008 dan mendapatkan sertifikat dua tahun setelahnya. Wong memegang sertifikat IDM000237714 yang terdaftar pada 23 Februari 2010 dan berlaku hingga 15 Mei 2018. Wong sendiri mengaku awam hukum. Sebagai pengusaha air minum ia tidak tahu kualifikasi merek apakah itu kata 'generik' atau merek hasil kreativitas yang boleh didaftarkan.
Wong mengaku mendaftarkan merek 'mendoan' semata-mata agar merek 'mendoan' tidak keluar dari Banyumas. Sebab ia tidak ingin makanan khas itu diakui orang luar Banyumas, bahkan luar negeri. Tapi sika Wong mendapat perlawanan dari Pemkab Banyumas.
Atas hak eksklusif ini, Pemkab Banyumas akan melayangkan protes keras ke Kemenkum HAM.
"Saya atas nama Pemkab Banyumas akan protes ke Kemenkum HAM. Secara persuasif akan menemui orang yang mematenkan (merek mendoan-red) supaya ikhlas sadar untuk menggantinya," kata Bupati Banyumas Achmad Husein dalam pesan singkat kepada detikcom, Rabu (4/11/2015).
Apapun yang terjadi, intinya kedua kata umum itu dilindungi undang-undang UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Barang siapa yang menggunakan sembarangan, bisa saja terancam pidana meski para pemilik merek tersebut tidak ada niatan sampai ke sana. (
detik.com)
Quote:
"Kita buat merek hanya kasih fotokopi KTP, terus didaftarkan ke sana (Kemenkum HAM). Isi surat pendaftaran, tanda tangan, sudah selesai," kata Wong kepada wartawan yang menemui di rumahnya, Jalan Jenderal Suprapto, Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (4/11/2015).
Usahanya berhasil. Wong memegang sertifikat IDM000237714 yang terdaftar pada 23 Februari 2010 dan berlaku hingga 15 Mei 2018. Wong sendiri mengaku awam hukum. Sebagai pengusaha air minum ia tidak tahu kualifikasi merek apakah itu kata 'generik' atau merek hasil kreativitas yang boleh didaftarkan.
Ane sendiri gak yakin Gan, dy ngaku-ngaku awam. Kalo awam mah gak sampe mati-matian ke Pengadilan buat membrangus usaha sejenis lainya.
Gimana pendapat agan-agan?
Terima Kasih ya Gan, baru belajar Ngaskus nih Ane. #telat
