johansurAvatar border
TS
johansur
Penipuan Berkedok Pindah Agama
Beberapa bulan yang lalu saya baru saja kena tipu oleh seseorang yang mengaku ingin pindah ke agama katolik. Dengan berbagai skenario yang sudah dia siapkan.

Pertemuan Pertama
Semua bermula saat saya akan mendampingi teman saya yang juga ingin pindah agama juga. Dia memilih saya sebagai bapak baptis.

Kira-kira, sekitar jam 4 saya sudah sampai di gereja. Langsung saya mencari teman saya, celakanya saat itu saya lupa membawa handphone saya. Saya tunggu-tunggu, tetapi tidak datang juga. “Ah… Mungkin belum sampai.” pikirku.

Sambil menunggu saya mencari tempat duduk. Terlihat seorang bapak yang sedang duduk disana. Saya duduk disana tepat disebelah kanan beliau berjarak 1 kursi dengan dia. Karena tidak enak hanya diam, saya yang memulai pembicaraan.

Singkat cerita, dia bernama Dondi yang mempunyai problem dengan rumah tangganya yang ingin pindah agama. Dia berkata kalau digereja saya tenang, ada ketenangan katanya. Berbicara kesana-kemari tentang anaknya yang meninggalkannya, istrinya, dan ibunya yang sedang sakit. Disinilah dia tidak sungkan meminta uang untuk membeli obat untuk ibunya yang sedang sakit.

Sebenarnya, disini saya sudah merasa curiga. Logika saya sudah mulai bermain, tetapi karena posisi saya digereja, sehingga saya tidak berpikir rasional. Saya hanya berpikir positif saja. Singkat cerita dia meminta Rp 75.000,- Saya berikan Rp 100.000,- Dia mengatakan berterima kasih, lalu menelepon ibunya dan menyuruhnya untuk berterima kasih dengan saya.

Disini juga muncul keanehan lagi. Setelah telepon tersambung dan diberikan ke saya. Saya hanya diam dan menunggu kalimat pembuka dari ibunya, tetapi tidak satu kata pun. Lah, saya sendiri juga bingung mau berkata apa. Akhirnya saya yang membuka kalimat basa-basinya.

Hari itu diakhiri dengan bertukar nomor handphone dan akan bertemu dilain waktu.

Pertemuan Kedua
Dia akan datang kerumah saya dan ingin berbincang dengan ayah saya tentang agama lebih lanjut. Singkatnya saya jemput dia pada tempat yang sudah ditentukan dan saya menjemputnya dan membawanya ke rumah.

Pembicaraan dimulai oleh ayah saya. Saya hanya diam saja dan memperhatikan tiap gerak-gerik dan kalimat yang dia ucapkan. Ada keanehan yang timbul, dimana topik yang dia lontarkan tidak sesuai dengan diperbincangkan, dan itu berulang beberapa kali.

Skip… Skip… Skip…

Akhirnya dia menelepon ibunya lagi dan katanya ingin berterima kasih dengan ayah saya. Dari kalimat dan gerak-gerik yang dibuat oleh ayah saya, sama seperti saya. Ibunya tidak melakukan pembukaan. Kalimat pembuka ayah saya yang masih saya ingat adalah “Halo bu, bagaimana kabari ibu?”. Lanjutlah ke pembicaraan basa-basi lainnya.

Terakhir, saat akan pulang, Ayah saya menitipkan uang Rp 100.000,-kepada saya untuk diberikan kepada Dondi. Saya berikan tanpa berkata apa-apa, dan tentu saja dia terima dengan senang hati. Dengan tanpa rasa sungkan dia berkata kepada saya bahwa saya mau pinjam uang Rp 200.000,- untuk keperluan KTP, SIM.

Saya: “Jadi, tinggal 100.000 ya pak?”
Dondi: “Enggak, kurang 200.000.”
Saya: “Loh, tadi kan sudah dikasih 100.000?”
Dondi: “Tebusannya 300.000 mas. Jadi kurang 200.000.”
Saya: “Yang kemarin sudah habis?”
Dondi: “Sudah mas. Kan untuk beli obat.”
Saya: “…” (Dengan hati ngedumel dan sungkan saya kasih dia 200.000. Loh kok malah saya yang sungkan?)

Singkat cerita saya saya kembalikan dia tempat dimana saya menjemputnya tadi.

Setelah saya pulang, ayah saya bertanya kepada saya:
Ayah: “Loh, kok kamu tadi kasih uang lagi?”
Saya: “Iya, dia butuh lagi katanya. Buat keperluan KTP dan SIM nya, tapi itu sudah aku kasih loh waktu pertemuan pertama.”
Ayah: “Wah, orang gak bener itu. Bisa-bisa serigala berbulu domba. Kamu kok gak bilang kalau kamu sudah kasih uang sebelumnya? Kamu ceritanya gak lengkap sih.” (Sambil nadanya meninggi sambil menatap saya)
Saya: “…”
Ayah: “Lain kali kalau cerita yang lengkap. Tau gitu aku bentak itu orang. Sudah gak usah diterima lagi disini.”
Saya: “Iya, aku juga pikir begitu. Ini yang terakhir.”

Pertemuan ketiga
Sebelum pertemuan ketiga dilakukan. Si Dondi SMS saya kalau menagih mana baju dan kaos bekas yang tidak dipakai lagi. Tolong bisa dibawa hari minggu waktu ke gereja. Katanya bajunya sudah sobek-sobek, tidak punya baju lagi.

Memang saya pernah berkata punya banyak baju bekas, dan kalau mau bisa datang ke rumah saya dan mengambilnya.

Berhubung hati sudah dongkol duluan. Saya tidak mau membawanya dan mengikuti misa di gereja seperti biasa.

Sebelumnya dia janjian ingin ke gereja bersama-sama tetapi karena saya datang mepet jadi tidak sempat ketemua dia, dan memang saya tidak mood lagi ketemu dia.

Setelah misa selesai, saya mendapati dia sudah diluar dan langsung menghampiri saya. Tanpa sungkan langsung menagih baju bekasnya. Saya jawab dengan enteng, bapak bisa langsung ke rumah saya untuk mengambilnya. Tetapi dia beralasan karena jauh dan dia minta uang lagi Rp 20.000,- untuk membeli baju bekas.

Disinilah saya mulai emosi, nada saya mengeras, sambil menunjuk dia.

Saya: “Saya sudah berikan bapak uang hampir setengah juta loh pak!!! Dan bapak mau minta uang…. lagi?!!?!” (membentak)
Dondi: “…” (kaget dan mundur)

Teman saya sebut saja si Y.
Y: “Kasih saja bro yang terakhir.” (berbisik ke saya)
Saya: “GAK!!! Orang ini sudah minta bolak-balik bro. Gak bener orang ini”
Dondi: “Saya mohon, sekali ini saja dan saya tidak mengganggu mas lagi.”
Saya: “GAK!!! Ayo balik Y”

Kita balik sambil ngomongin masalah itu tadi.

Skip… Skip… Skip…

Malam harinya, si Dondi SMS saya dan berkata kalau dia sangat kaget melihat saya seperti itu. Tidak menyangka katanya. Saya sudah tidak percaya lagi dengan orang ini. Ya saya tagih saya uang saya walaupun saya tidak berharap kembali juga. Selebihnya diisi berbincangan SMS yang tidak penting dengan dondi.

Seperti itu lah pengalaman saya tertipu. Memang saya tidak menemukan bukti apapun, tetapi dari gerak-geriknya saya 100% yakin kalau ini penipuan. Setelah itu saya tidak pernah lihat dia ke gereja lagi. Mungkin dia berpindah-pindah gereja untuk mencari mangsa, karena pada pertemuan pertama dia bertanya-tanya tentang lokasi gereja disurabaya.

Kejadian mirip seperti ini juga pernah saya baca di internet dan kehilangan uangnya lebih banyak daripada saya, tetapi saya lupa linknya. Sehingga saya tidak dapat mencantumkannya disini.

Kesimpulannya, jangan gampang percaya dengan orang di jaman sekarang karena begitu beragamnya model penipuan sekarang sekalipun ditempat ibadah. Jika memang ingin membantu saran saya sebaiknya membantulah dengan bentuk lain tetapi jangan berikan uang, kecuali memang sudah siap hilang. Ada pepatah mengatakan “Jangan berikan ikan tetapi kail”.

Sumber: http://www.cupluk.com/penipuan-berke...-pindah-agama/

Spoiler for Agan-agan yang ngalamin nasib yang hampir sama:
Diubah oleh johansur 29-05-2015 00:37
0
10.8K
61
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan