- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tidak terima , Dakwatuna.com dan Hidayatullah.com protes ke DPR dan Kemenkominfo
TS
vanluster
Tidak terima , Dakwatuna.com dan Hidayatullah.com protes ke DPR dan Kemenkominfo
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Redaksi media online Dakwatuna mendatangi Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dan Komisi I DPR RI, Rabu (1/4/2015). Mereka keberatan atas keputusan Kemenkominfo yang memblokir situs web tersebut dengan alasan memuat ajaran radikal.
"Saat ini saya sedang di Kemkominfo untuk mengadukan masalah ini. Rekan kami juga sudah ada yang ke Komisi I DPR,"kata Samin kepada Kompas.com, Rabu (1/4/2015).
Pemimpin umum Dakwatuna Samin Barkah mengatakan, medianya belum pernah diajak bicara sebelumnya terkait pemblokiran situs tersebut. Pemerintah tiba-tiba langsung memblokir situs Dakwatuna tanpa pemberitahuan. Padahal, kata dia, medianya justru menentang ajaran radikalisme.
Samin menengarai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang merekomendasikan pemblokiran tersebut ke Kemenkominfo, juga berusaha menutup situs Dakwatuna dengan berkoordinasi dengan domain service provider yang digunakan Dakwatuna. Domain service provider memberikan peringatan agar dalam 10 hari domain Dakwatuna segera pindah di luar peregistrar mereka. Jika tidak, maka domain tersebut akan diblok atau ditutup.
"Ini lebih dari pemblokiran, tapi juga penutupan," ujar Samin.
Samin berharap Komisi I DPR bisa segera bertindak dengan memanggil Kemenkominfo dan BNPT untuk menyelesaikan masalah ini. BNPT melalui surat Nomor 149/ K.BNPT/3/2015 meminta kepada Kementerian Informatika dan Telekomunikasi untuk memblokir sejumlah situs web. Pemblokiran itu dilakukan karena situs-situs tersebut dianggap sebagai penggerak paham radikalisme dan sebagai simpatisan radikalisme. (Baca: Situs-situs Ini Diblokir Pemerintah karena Dianggap Sebarkan Paham Radikalisme)
Terkait pemblokiran ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah meminta Menkominfo untuk melakukan pengecekan konten sebelum memblokir suatu website. Ia meminta Menkominfo tidak asal melakukan pemblokiran. Namun, jika benar konten situs itu mengandung ajaran radikal, Kalla meminta Kemenkominfo bertindak tegas.
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Redaksi Hidayatullah.com, Mahladi, mengatakan pihaknya memiliki badan hukum yang terdaftar pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Kami bukan ilegal,” ujar Mahladi saat dihubungi Tempo, Selasa, 31 Maret 2015.
Mahladi menjelaskan hal itu berkaitan dengan situsnya yang ikut ditutup Kementerian Komunikasi dan Informatika karena disebut turut menyebarkan paham radikal. Menurut Mahladi, pihaknya memiliki usaha media, dari radio, majalah, hingga percetakan. "Kami sudah berdiri sejak tahun 1988.”
Seharusnya, kata Mahladi, pemerintah tidak serta-merta memblokir situs miliknya. “Semua, kan, ada aturannya," katanya. Menurut Mahladi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu melakukan dialog terlebih dulu dengan pihaknya sebelum memblokir. “Tapi itu tidak dilakukan.”
Selain Hidayatullah.com, ada belasan situs lain yang diidentikkan sebagai corong kelompok radikal, seperti Salamonline.com. Staf redaksi situs Salamonline.com, Ibnu Salmani, mengatakan pihaknya keberatan dengan cara yang dilakukan pemerintah. “Tiba-tiba langsung diblokir tanpa ada dialog,” ujarnya.
Ibnu mengaku telah memiliki badan hukum. “Harus ada klarifikasi dulu, jangan tiba-tiba seperti langsung menghukum anak nakal,” katanya. Mediasi, kata dia, baru dilakukan setelah situsnya diblokir. Ini merupakan kebijakan Menteri Komunikasi dan Informatika.
Saat pertemuan tersebut, pemerintah juga belum bisa menjelaskan dengan pasti terkait dengan tudingan radikalisme dan terorisme. “Mereka tidak bisa menjelaskan apa definisi radikalisme dan terorisme. Ini, kan, yang harus diluruskan bersama,” tuturnya.
"Saat ini saya sedang di Kemkominfo untuk mengadukan masalah ini. Rekan kami juga sudah ada yang ke Komisi I DPR,"kata Samin kepada Kompas.com, Rabu (1/4/2015).
Pemimpin umum Dakwatuna Samin Barkah mengatakan, medianya belum pernah diajak bicara sebelumnya terkait pemblokiran situs tersebut. Pemerintah tiba-tiba langsung memblokir situs Dakwatuna tanpa pemberitahuan. Padahal, kata dia, medianya justru menentang ajaran radikalisme.
Samin menengarai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang merekomendasikan pemblokiran tersebut ke Kemenkominfo, juga berusaha menutup situs Dakwatuna dengan berkoordinasi dengan domain service provider yang digunakan Dakwatuna. Domain service provider memberikan peringatan agar dalam 10 hari domain Dakwatuna segera pindah di luar peregistrar mereka. Jika tidak, maka domain tersebut akan diblok atau ditutup.
"Ini lebih dari pemblokiran, tapi juga penutupan," ujar Samin.
Samin berharap Komisi I DPR bisa segera bertindak dengan memanggil Kemenkominfo dan BNPT untuk menyelesaikan masalah ini. BNPT melalui surat Nomor 149/ K.BNPT/3/2015 meminta kepada Kementerian Informatika dan Telekomunikasi untuk memblokir sejumlah situs web. Pemblokiran itu dilakukan karena situs-situs tersebut dianggap sebagai penggerak paham radikalisme dan sebagai simpatisan radikalisme. (Baca: Situs-situs Ini Diblokir Pemerintah karena Dianggap Sebarkan Paham Radikalisme)
Terkait pemblokiran ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah meminta Menkominfo untuk melakukan pengecekan konten sebelum memblokir suatu website. Ia meminta Menkominfo tidak asal melakukan pemblokiran. Namun, jika benar konten situs itu mengandung ajaran radikal, Kalla meminta Kemenkominfo bertindak tegas.
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Redaksi Hidayatullah.com, Mahladi, mengatakan pihaknya memiliki badan hukum yang terdaftar pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Kami bukan ilegal,” ujar Mahladi saat dihubungi Tempo, Selasa, 31 Maret 2015.
Mahladi menjelaskan hal itu berkaitan dengan situsnya yang ikut ditutup Kementerian Komunikasi dan Informatika karena disebut turut menyebarkan paham radikal. Menurut Mahladi, pihaknya memiliki usaha media, dari radio, majalah, hingga percetakan. "Kami sudah berdiri sejak tahun 1988.”
Seharusnya, kata Mahladi, pemerintah tidak serta-merta memblokir situs miliknya. “Semua, kan, ada aturannya," katanya. Menurut Mahladi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu melakukan dialog terlebih dulu dengan pihaknya sebelum memblokir. “Tapi itu tidak dilakukan.”
Selain Hidayatullah.com, ada belasan situs lain yang diidentikkan sebagai corong kelompok radikal, seperti Salamonline.com. Staf redaksi situs Salamonline.com, Ibnu Salmani, mengatakan pihaknya keberatan dengan cara yang dilakukan pemerintah. “Tiba-tiba langsung diblokir tanpa ada dialog,” ujarnya.
Ibnu mengaku telah memiliki badan hukum. “Harus ada klarifikasi dulu, jangan tiba-tiba seperti langsung menghukum anak nakal,” katanya. Mediasi, kata dia, baru dilakukan setelah situsnya diblokir. Ini merupakan kebijakan Menteri Komunikasi dan Informatika.
Saat pertemuan tersebut, pemerintah juga belum bisa menjelaskan dengan pasti terkait dengan tudingan radikalisme dan terorisme. “Mereka tidak bisa menjelaskan apa definisi radikalisme dan terorisme. Ini, kan, yang harus diluruskan bersama,” tuturnya.
Diubah oleh vanluster 02-04-2015 04:52
0
2.1K
Kutip
21
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan