UncloudedEyesAvatar border
TS
UncloudedEyes
34 Jam [survival fiction]
34 Jam

*William*

Dan bahkan malam itu aku sedang asik bermalam mingguan bersama kekasihku ke sebuah mall di Surabaya, Tunjungan Plaza. Menikmati secangkir cappucino hangat di cafe dan membahas obrolan ringan tentang kesibukan masing-masing.

"Iya ko, masa si Kevin lho tadi mau ikut, ya aku ga mau. Ini kan malam minggunya kita ngapa juga dia ikut bawa-bawa pacarnya" gerutu Monica kepadaku,
"Ya ga apa-apa kan, biar mereka pacaran juga, dia lho udah gede, malah kamu jadi cece nya ya sekalian bisa kontrol kan pacarannya si Kevin kalo tadi barengan"
"Yang ada nanti malah minta dibayarin, kan kasian kamu"
"Hahaha, sekali kali ya ga apa-apa lah"

Obrolan malam itu terasa sangat hangat apalagi diluar sana sedang hujan, pemandangan luar jendela pun menambah susana makin berkesan. Cinema Cafe, Tunjungan Plaza 1, pukul 20:38 dihari Selasa 11 Februari 2014. Monica, Maret Tahun depan kita akan segera sah menjadi pasangan dalam nama Tuhan, aku pun sudah tak sabar.

"Ko, mama kemarin nanyain kamu"
"Oya?"
"Iya, tanya masalah kerjaan, itu pabrik yang di Semarang lancar kah? Trus mama takut kalo kita nantinya udah nikah masa iya aku ditinggal-tinggal ke Semarang, padahal yang di Gresik kan udah ada juga pabriknya, ga tau lah aneh-aneh itu mama tanyanya"
"Haha iya deh iya, nanti koko jelasin ke mama pas pulang, lah tadi aja pas jemput kamu, mama sama papa ya udah keburu keluar doa di rumahnya Pak Vian"
"Tapi emangnya gitu ya ko? Misal udah nikah, aku ya kamu tinggal-tinggal gitu?"
"Ya bisa jadi, hahahaha ga lah, kalo nginep ya ngajak kamu kesana , tapi kalo cuma sehari doank ya koko kesana sendiri, kasian kamu nya nanti kecapekan kalo terus-terusan ikut" jawabanku membuat raut wajah nya terlihat berfikir, sepertinya cari sela mau nyalahin tapi ga dapet juga tuh, haha.

Mendadak listrik turun daya dan beberapa saat sempat meredupkan cahaya lampu di semua petak mall, wah sepertinya PLN bermasalah karena hujan. Tak selang lama terdengar suara keramaian dari lantai dasar, Monica ku perintahkan untuk tetap di tempat sedangkan aku melongok ke bawah, ramai sungguh ramai, terlihat seperti ada kekacauan seorang pria paruh baya mengamuk dan ditahan beberapa petugas keamanan.

"Ada apa, ko?" Tanyanya saat aku kembali ke kursi semula,
"Ga tau, ada orang ngamuk tuh, biarin aja lah" jawabku ringan.

Obrolan kami pun berlanjut kesana kemari bahkan sesekali membahas tentang tema pernikahan yang tak jarang ucapannya membuatku tertawa.


Bell dari speaker informasi memutus sejenak obrolan kami yang mencoba mendengarkan dengan seksama. Orang-orang terlihat dengan laju kaki tergopoh berburuan keluar dari tempatnya masing-masing.

"Lho ko, kok orang-orang pada lari semua? Ada apa? Aku lho ga seberapa denger tadi"
"Mbak, itu tadi pengumumannya gimana ya? Saya ga seberapa denger?" Tanyaku pada pelayan cafe,
"Buruan aja ko, kita juga siap-siap ini. Tadi saya dengernya ada kebakaran dari lantai UG, pengunjung diharap segera evakuasi diri ke emergency point"
"Oh makasih ya mbak"

Setelah bill aku bayar dengan gesekan Credit Card, tangan Monica sama sekali tak kulepaskan menuju ke parkiran mobil di basement. Semua akses lift dan eskalator mati, orang-orang berdesakan pelan melewati jalur evakuasi yang ditetapkan, namun tidak untukku, aku alih-alih menarik Monica melewati jalur lain yang lebih sepi untuk seger menuju lahan parkir.

"Maaf Bapak, jalur evakuasinya lewat sini" salah satu security menegurku sambil memintaku kembali ke antrian yang padat,
"Sebentar Pak, saya mau ke toilet dulu" alasanku,

Langkah demi langkah ku ambil melalui jalur yang tidak orang lain lewati dan mendadak cahaya hitam pekat menggantikan semua warna terang yang sebelumnya memandu kami, ya benar listrik padam.

"Ko, aku takut... Mending kita balik aja ikutin orang-orang tadi"
"Udah ga apa-apa kok, koko bisa pake flashlight dari hape, dikit lagi udah sampai mobil"

Satu per satu anak tangga kami injaki menurun, dan penerangan pun hanya berbekal lampu flash kamera handphone samsung yang baterainya pun tersisa 23%. Herannya, pembangkit listrik darurat seperti genset atau lainnya tidak segera menyala memberikan penerangan. Ah, mungkin semua petugas sedang sibuk dengan proses evakuasi.

Terdengar suara teriakan keras kesakitan dari pria yang menggema dan memenuhi ruang kosong seluruh basement sampai lorong tangga, Monica menggenggamku erat dengan tanpa kami ketahui dari mana asal pasti sumber teriakan itu. Kami berdua hanya melanjutkan ketukan langkah kaki menuju tujuan utama. Suasana kembali sangat-sangat hening dan dingin angin merosok melalui lorong tangga yang kami lalui menambah pekatnya rasa takut yang dialami kekasihku tak terkecuali juga aku.

Tangga terakhir dan ini arah ke lokasi mobilku berjejer dengan mobil-mobil pengunjung lainnya, lampu-lampu mulai menyala dengan berawal redup dan semakin terang, saat mata ku benar-benar bisa melihat kedepan dengan jelas tanpa selang sedetikpun gadis yang sedari tadi ku gandeng tangannya menjerit tak karuan hingga membuat telingaku sedikit sakit. 3 mayat berlumuran darah tertidur lemas tak bernafas dengan beberapa bagian tubuh yang tidak utuh telah menjadi santapan pemandangan pertama kami setelah kegelapan kosong tersentuh cahaya.

Sebelum semakin terlambat, aku yakin ini adalah tindak kriminal palng sadis di dunia yang bisa aku saksikan langsung bukan melalui layar tv. Aku segera menarik tangan lemasnya yang sekarang wajahnya pun terlihat pucat berpeluh dingin menahan tangis, didepan sana mobil Daihatsu Xenia berwarna silver masih dalam posisinya semula, kuambil kunci kendaraan roda 4 ku dan membukakan pintu untuk gadis ini. Aku segera memasuki mobil, memasangkan belt untuk Monica dan segera menghidupkan mesin. Injakan pada pedal gas ku pijak pelan menuju keluar basement.

Rute memutar turun kebawah menuntun mobilku pada satu titik dimana terlihat seorang pria berlumuran darah berjalan sempoyongan di depan sana. Aku bingung, kondisi yang membuat jantung terpompa memberiku dua pilihan, menolongnya ataukah aku harus tetap melaju. Bel kutekan berulang-ulang namun orang itu tak kunjung menepi, tetap berjalan pelan di depan mobilku dan akhirnya memutar badan ke arah kami.

Wajahnya berlumur darah termasuk bagian mulut, telinga kanan terlihat rusak penuh cairan merah kental seperti lendir, paha depannya berlubang seperti luka basah diabetes yang sudah menggerogoti fisik penderita, bahkan saat ku perhatikan aku baru sadar tenggorokan di leher depannya sudah berongga.

Monica tak bersuara, terpaku kaku melihat depan dengan air mata yang terus mengucur. Begitu pula aku, kakiku terasa sangat kaku untuk segera menginjak gas kembali. Sedikitpun aku masih belum percaya, ini adalah mayat hidup pertama yang kulihat. Langkahnya pelan, namun dengan pasti menghampiri mobilku, hingga aku benar-benar sadar ketika tangannya menyentuh kap mobil dan disusul jeritan histeris dari mulut Monica membuatku memijak gas dan menubruk monster itu. Tanpa tahan lagi aku mendaratkan mobilku ke jalan raya dengan selamat.

Selamat? Diluar sana terjadi kemacetan luar biasa yang diiringi suara sirine mobil polisi, ambulan dan runtutan klakson mobil lainnya. Sekarang mobilku hanya bisa terduduk diam tanpa gerakan sedikitpun terhalang mobil lain tepat didepan Xenia silver yang kukendarai.

Bersambung...

===


Index List :
34 Jam / Part 2
[url=http://www.kaskus.co.id/show_post/54d4bedda3cb1728608b4574/15/part-3 ]34 Jam / Part 3[/url]
Diubah oleh UncloudedEyes 06-02-2015 13:29
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
3.7K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan