Reporter : Iqbal Fadil

Merdeka.com - Habibi, murid kelas 2 SD di Jawa Tengah hanya mendapat nilai 20 dari 10 soal matematika pekerjaan rumah (PR) yang dikerjakan karena jawabannya tidak sesuai dengan standar sang guru. Peristiwa ini bisa terjadi karena guru itu dinilai kurang tanggap dengan perkembangan Matematika siswanya.


"Berhati-hatilah dan carilah metode yang paling efektif ketika memberi evaluasi kepada anak seusia Habibi," kata Adi Rio Arianto, pemerhati ilmu matematika melalui e-mailnya kepada merdeka.com, Senin (22/9).


"Terlepas dari anak tersebut yang sedikit perlu belajar lagi atau pendidiknya yang kurang tanggap dengan perkembangan matematika siswanya, saya pikir ini adalah masalah besar yang akan menentukan kualitas generasi manusia Indonesia ke depan. Manusia yang sudah mendapatkan pendidikan hari ini mestilah menjadi penentu bagi sejarah bangsa yang kesemuanya akan bergantung pada kualitas anak didik hari ini," imbuh Adi.


Dia menilai, apa yang sedang terjadi pada anak seusia Habibi adalah pelajaran besar bagi para penggiat ilmu matematika di seluruh Indonesia.

"Mungkin ini terkesan sepele, namun ini adalah persoalan soft-skill anak bangsa Indonesia. Yah, ini menyangkut masa depan anak-anak Indonesia terkait perkembangan ilmu matematika yang mereka tekuni termasuk saya yang sudah berkecimpung dengan matematika sejak 24 tahun silam," ujarnya.

Beberapa pertimbangan khusus ini jika tidak dilihat secara mendalam, kata Adi, jelas akan merugikan perkembangan dan kemampuan intelektual seseorang, tidak hanya bagi Habibi, tetapi juga bagi anak-anak lain yang baru akan, sedang, dan yang sudah menempuh pendidikan dasar seusia nya.


"Bagaimanapun juga anak-anak punya hak dasar untuk memperoleh pendidikan yang layak yang dibarengi dengan metode yang layak pula. Saya pikir tidak hanya pihak institusi Komnas Anak-Anak, Asosiasi Pemerhati Ilmu Matematika Se-Indonesia, tetapi juga para pendidik termasuk orang tua siswa perlu mengevaluasi peristiwa di atas," pungkasnya.




Gempor kali kalau perkalian tidak cuma 6 x 4 dan 4 x 6, tapi 2000 x 6 dan 2000 x 6

Karena yang mengerjakan (mengajari) erfas dan erfas merasa kalau jawabannya benar beginilah jadinya. Itu karena penalaran erfas bukan adiknya

Jangan dilupakan "Distribusi Frekuensi"

4 x 6 = 24 jumlah data ada 6
6 x 4 = 24 jumlah data ada 4

Jika erfas mau beli tanah akan tahu perbedaannya:

Harusnya:

4 x 6 = 24 juta
6 x 4 = 24 juta

Tetapi, nilai yang 6 x 4 akan lebih mahal, apalagi kalau lokasi pinggir jalan akan lebih mahal atau lebih besar secara signifikan, terlebih kalau lokasi pojok

Jadi bisa digunakan untuk pertimbangan pembayaran tanah itu yang lebih ringan, memakai 6 termin (X) atau 4 termin (X)


Masih tanah, ini untuk rumah masa depan :

Mau ukuran 1 x 2 menghadap selatan-utara,
Atau
Yang ukuran 2 x 1 menghadap barat - timur

Untuk anak SD diusahakan janganlah diberikan penalaran sama dengan penalaran kita, dan alangkah lebih bijak apabila kita tidak memaksakan hal itu

*untuk jawaban erfas, Ayah juga dulu sering menggunakan "jembatan keledai" untuk mempercepat perolehan hasil, tetapi itu juga untuk menjawab soal "PILIHAN GANDA" dan untuk soal "URAIAN" Ayah akan menggunakan cara "jembatan keledai" jika sudah Ayah uraikan dulu dan mendapatkan persetujuan dari guru pengampu, jika tidak akan tetap menggunakan cara yang baku

Ini cara Erfas, ketika Habibi ditanya guru bisa menjelaskan mungkin bisa diterima (hal ini masih abu-abu karena guru belum ada konfirmasi masalah ini).

Hal ini masih menjadikan PR bagi kurikulum Indonesia, tidak hanya dalam pelajaran matematika


Masih menunggu konfirmasi sang guru /:linux2:/

Komentar terpanjang Ayah setelah trit bulus