- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[Kisah yg mengharukan] Sebuah misi kemanusiaan yang luar biasa.
TS
antony_djs
[Kisah yg mengharukan] Sebuah misi kemanusiaan yang luar biasa.
Nemu bacaan bagus, ane coba share dimari.
untuk yg sudah baca monggo dibaca kembali jika berkenan.
Thanks agan2 sudah mampir dan membacanya
untuk yg sudah baca monggo dibaca kembali jika berkenan.
Quote:
Original Posted By Sebuah misi kemanusiaan yang luar biasa.
Fajar telah tiba menggantikan kepergian malam, namun titik basah pada dedaunan masih meninggalkan kesan amat dalam yang semalam memang turun hujan. Matahari tanpa malu malu, mulai menampakkan sinar hangatnya. Bunga bunga di taman rumah sakit itu terlihat bergoyang-goyang. Beberapa kuncup bunga mulai mekar kembali. Seolah-olah menyambut datangnya pagi. Suatu pagi yang indah. Sayang, keindahan pagi itu tidak dapat menjamah ke kamar 23 di lantai 3, gedung bertingkat rumah sakit, Phoenix Children Hospital itu, dimana terlihat seorang ibu dan anaknya disana.
Keindahan pagi itu tentu tidak dapat menjamah hati ibu itu, hatinya sedang tercabik-cabik, hancur lebur, bagaikan diterjang angin puyuh. Ia sedang bersedih, sangat! Itu sangat kentara terlihat di raut wajahnya. Namun tiada setetes air mata yang terlihat di pipinya, juga tidak di balik kelopak matanya. Mungkin saja telah kering.
Matanya terus memandang ke wajah anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Terdengar suaranya yang lirih, keluar dari bibirnya yang telah pucat itu, bergetar, “Mama........mama......maafkan saya!”. Anak yang terbaring lemah itu baru berusia 6 tahun, tentu anaknya. Matanya bulat , tanpa berkedip, tidak hendak mengalihkan dari ibunya. Ia bagaikan ingin mengucap selamat berpisah dengan ibunya. Penyakit leukemia, penyakit kanker darah terkutuk itu, telah hampir merengut nyawanya. Dokter memperkirakan mungkin harinya tidak mencapai jumlah sebelah jari tangan lagi.
Suasana kamar itu sangat sayu, sepi, memilukan, saat menjelang perpisahan selamanya. Siapapun berada disana, tentu tidak dapat menahan jatuhnya air mata. Sang ibu sadar benar nyawa anaknya telah tidak akan panjang lagi. Ia bertekad melakukan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Demi orang yang ia sayangi, ia rela melakukan apapun hanya agar bisa melihat orang yang disayangi bisa tersenyum bahagia, bisa meraih mimpinya.
Sudah dua hari ia tidak mau beranjak dari kamar itu.
Perutnya harus sabar menunggu turunnya makanan kesana. Benar, ia hanya makan seadanya beberap hari itu. *Tidurnyapun hanya beberapa jam saja. Terus menerus ia terlihat menguap, tanda panggilan kantuknya yang sulit dilawan. Namun ia paksakan untuk mengalahkan kantuknya dengan kafien. Keranjang sampahnya penuh dengan gelas kertas yang ternoda hitamnya kopi. Pekatnya kopi berhasil mengusir rasa kantuk itu. Ia tidak ingin menyia-nyiakan sisa waktunya lagi bersama anaknya.
Sebuah plakat kayu tergantung di dinding kamar itu, terukir tulisan indah “Hope” dengan sederet kata kata mutiaranya, mengingatkannya orang selalu ada ‘Harapan’ dalam kondisi apapun juga. Namun kali ini tidak memberi faedah kepadanya. *Ratusan doa telah ia ucapkan, selama berbulan-bulan, untuk kesembuhan anaknya, Tuhan tidak menjawabnya. Persis seperti kehendak hampir semua orang tua, pasti ingin membesarkan anaknya, meraih cita-cita atau mimpinya. Sekarang itu sudah tidak memungkinkan bagi anaknya. *Namun, ia tetap bertekad melakukan sesuatu untuk anaknya, mungkin untuk terakhir kalinya.
Ia mengenggam erat-erat tangan anaknya yang dingin, dan bertanya “Bopsy, pernahkan kamu bermimpi untuk menjadi apa setelah dewasa?”. Anaknya yang dipanggil Bopsy itu, dengan dagu yang masih bergemetaran menjawab “ Mama, saya ingin menjadi pemadam kebakaran saat saya besar nanti!”
Ibunya tersenyum kecil, teringat sederetan mobil pemadam kebakaran mainan di kamar anaknya, telah menginspirasi anaknya untuk menjadi pemadam kebakaran. “Baiklah Bopsy, ibu akan mencoba memenuhi keinginanmu”. Dalam waktu yang sangat singkat itu, sang ibu bertekad untuk memenuhi mimpi anaknya. Memang, siapapun juga, demi orang yang kita sayangi, *akan rela melakukan apapun hanya agar bisa melihat orang yang kita sayangi bisa tersenyum bahagia, bisa meraih mimpi mimpinya.
Setelah anaknya tertidur, sang ibu bergegas ke pusat Pemadam Kebakaran di Phoenix, Arizona, tidak jauh dari rumah sakit itu.
Ia diterima oleh Bob, yang mempunyai hati seperti kota Phoenix, besar dan hangat. Sang ibu hanya memerlukan beberapa menit saja untuk menjelaskan kondisi serta keinginan terakhir Bobsy.
Bob langsung menjawab “Tenang, kami akan melakukan jauh lebih baik dari permintaan Ibu. Bila kondisi Bopsy bisa siap pada lusa jam 7 pagi, kami akan membuatnya menjadi seorang pemadam kebakaran terhormat sesungguhnya. *Dia boleh makan bersama kami, berpergian bersama kami untuk memadamkan api. Memakai seragam kuning, topi merah, persis seperti kami. Departemen kami sanggup dengan cepat menyiapkan semua seragam yang pas untuk tubuhnya, baik itu topi maupun sepatu bootnya.”
Mendengar itu, sang ibu tentu sangat lega. Ia segera berkonsultasi dengan tim dokter, agar dapat membantu Bopsy untuk bisa cukup kuat, menerima penghargaannya sebagai seorang pemadam kebakaran. Dokter menyanggupinya.
Bob Walp memegang tepat janjinya. Rabu, sekitar jam 7 , ia telah berada di rumah sakit untuk menjemput Bopsy, memakaikan pakaian seragam dan perlengkapan pemadam kebakaran kepadanya. Lalu menuntunnya dari ranjang ke mobil*pemadam kebakaran yang sudah menunggu. Sebuah mobil paramedis turut serta, untuk berjaga-jaga.
Bopsy didudukkan di belakang sebelah supir, layaknya seperti pengemudi, tangan kecilnya diinjikan turut memegang kemudi, menyetir mobil pemadam itu kembali ke markas pemadam kebakaran. Bopsy, tamu istimewa itu diperlakukan layaknya seorang pemadam kebakaran sungguhan. Ia berkeliling disana, melihat semua peralatan pemadam, *sambil menunggu panggilan kebakaran. Hari itu ada tiga panggilan kebakaran.
Bopsy sangat bangga dengan pakaian impiannya, diijinkan berada di mobil kebakaran, serta berada di markasnya. Ajaibnya, ini menimbulkan suatu energy yang luar biasa bagi Bopsy, *tubuh yang tadinya lemah, kini menjadi kuat, wajahnya ceria, senyuman tidak pernah lepas dari wajahnya. Ia terlihat seperti anak sehat lainnya.
Momen yang ditunggu-tunggu Bopsy akhirnya tiba. Ia diperbolehkan ikut serta pada ketiga panggilan kebakaran itu. Naik dalam tiga mobil pemadam yang berbeda-beda. Serta diperbolehkan berdiri di belakang mobil, dengan didampingi pemadam lainnya. *Suara sirene yang meraung raung kencang menuju sasaran kebakaran, suara bagi sebagaian orang menyeramkan, tidak bagi Bopsy, ia sangat menyukai suara itu.
Media yang diinformasikan adanya kehadiran ‘tamu istimewa’ dalam pemadam, *rame-rame datang meliput, mereka merekam video Bopsy sedang ‘beraksi’ dalam kebakaran itu. Bopsy merasa dirinya bagaikan berada di surga.
Diperlakukan sangat istimewa, serta betapa besar cinta dan perhatian yang dicurahkan padanya, telah sangat menyentuh jauh ke hati Bopsy. Ini membuat semangat hidupnya timbul. Bopsy yang diperkirakan hidup tidak sampai seminggu, mampu bertahan hidup tiga bulan lebih.
Suatu malam kondisi Bopsy drop dengan drastis. Tensi darahnya turun cepat, *seiring denyut jantung terekam dalam layar monitor turut melambat. Ketika mencapai level tertentu, monitor itu mengeluarkan suara dan kedip kedip tanda bahaya. *Itu adalah tanda-tanda akan akhir hayatnya.
Mengingat Bopsy betapa mencintai dirinya sebagai pemadam. Ibunya segera memakaikan seragam kebanggaanya itu. Lalu pimpinan perawat rumah sakit menelpon Bob, apakah dapat mengirim seorang pemadam kebakaran untuk menemani kepergiannya.
Bob, kepala pemadam kebakaran menjawab, "Kami akan melakukan jauh lebih baik dari itu. Kami akan berada disana dalam lima menit. Tolong bantu saya, bila terdengar sirene umumkan lewat pengeras suara bahwa itu bukan ada kebakaran. Tapi tanda datangnya regu kebakaran untuk melihat salah satu anggota terbaiknya sekali lagi. Tolong juga bukakan jendela kamarnya "
Permintaan Bob segera dilaksanakan. Sekitar lima menit kemudian terdengar suara meraung-raung mendekati rumah sakit. Itu tentu mobil kebakaran. Sebuah tangga menjulur *panjang ke jendela kamar Bopsy di lantai tiga yang telah terbuka. Lima pemadam berpakaian lengkap masuk ke kamar Bopsy.
Dengan seijin ibunya, mereka memeluk Bopsy yang sudah sangat sekarat. “ Kami mencintaimu. Sangat mencintaimu!”, mereka membisikkan ke telinganya.
Dengan napas terakhirnya, Bopsy memandang pada Bob, “Pak, apakah saya sekarang benar benar seorang pemadam kebakaran?”
“Tentu Bopsy. Kamu seorang pemadam kebakaran sekarang. Dan adalah bagian dari regu kami”.
Dengan kata kata itu, Bopsy tersenyum puas. Ia menutup matanya untuk selamanya..........
Bob Walp yang paling berperan membuat mimpi Bopsy menjadi kenyataan, yakin masih banyak anak lainnya seperti diri Bopsy -ingin mimpinya menjadi kenyataan sebelum meninggal. Tersinspirasi oleh hal itu, ia lalu mendirikan sebuah yayasan MAKE-A-WISH-FONDATION.
Kini Yayasan itu berkembang cepat ke banyak negara, khusus menolong mereka yang inginkan mimpinya menjadi nyata.
Sebuah misi kemanusiaan yang luar biasa.
Fajar telah tiba menggantikan kepergian malam, namun titik basah pada dedaunan masih meninggalkan kesan amat dalam yang semalam memang turun hujan. Matahari tanpa malu malu, mulai menampakkan sinar hangatnya. Bunga bunga di taman rumah sakit itu terlihat bergoyang-goyang. Beberapa kuncup bunga mulai mekar kembali. Seolah-olah menyambut datangnya pagi. Suatu pagi yang indah. Sayang, keindahan pagi itu tidak dapat menjamah ke kamar 23 di lantai 3, gedung bertingkat rumah sakit, Phoenix Children Hospital itu, dimana terlihat seorang ibu dan anaknya disana.
Keindahan pagi itu tentu tidak dapat menjamah hati ibu itu, hatinya sedang tercabik-cabik, hancur lebur, bagaikan diterjang angin puyuh. Ia sedang bersedih, sangat! Itu sangat kentara terlihat di raut wajahnya. Namun tiada setetes air mata yang terlihat di pipinya, juga tidak di balik kelopak matanya. Mungkin saja telah kering.
Matanya terus memandang ke wajah anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Terdengar suaranya yang lirih, keluar dari bibirnya yang telah pucat itu, bergetar, “Mama........mama......maafkan saya!”. Anak yang terbaring lemah itu baru berusia 6 tahun, tentu anaknya. Matanya bulat , tanpa berkedip, tidak hendak mengalihkan dari ibunya. Ia bagaikan ingin mengucap selamat berpisah dengan ibunya. Penyakit leukemia, penyakit kanker darah terkutuk itu, telah hampir merengut nyawanya. Dokter memperkirakan mungkin harinya tidak mencapai jumlah sebelah jari tangan lagi.
Suasana kamar itu sangat sayu, sepi, memilukan, saat menjelang perpisahan selamanya. Siapapun berada disana, tentu tidak dapat menahan jatuhnya air mata. Sang ibu sadar benar nyawa anaknya telah tidak akan panjang lagi. Ia bertekad melakukan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Demi orang yang ia sayangi, ia rela melakukan apapun hanya agar bisa melihat orang yang disayangi bisa tersenyum bahagia, bisa meraih mimpinya.
Sudah dua hari ia tidak mau beranjak dari kamar itu.
Perutnya harus sabar menunggu turunnya makanan kesana. Benar, ia hanya makan seadanya beberap hari itu. *Tidurnyapun hanya beberapa jam saja. Terus menerus ia terlihat menguap, tanda panggilan kantuknya yang sulit dilawan. Namun ia paksakan untuk mengalahkan kantuknya dengan kafien. Keranjang sampahnya penuh dengan gelas kertas yang ternoda hitamnya kopi. Pekatnya kopi berhasil mengusir rasa kantuk itu. Ia tidak ingin menyia-nyiakan sisa waktunya lagi bersama anaknya.
Sebuah plakat kayu tergantung di dinding kamar itu, terukir tulisan indah “Hope” dengan sederet kata kata mutiaranya, mengingatkannya orang selalu ada ‘Harapan’ dalam kondisi apapun juga. Namun kali ini tidak memberi faedah kepadanya. *Ratusan doa telah ia ucapkan, selama berbulan-bulan, untuk kesembuhan anaknya, Tuhan tidak menjawabnya. Persis seperti kehendak hampir semua orang tua, pasti ingin membesarkan anaknya, meraih cita-cita atau mimpinya. Sekarang itu sudah tidak memungkinkan bagi anaknya. *Namun, ia tetap bertekad melakukan sesuatu untuk anaknya, mungkin untuk terakhir kalinya.
Ia mengenggam erat-erat tangan anaknya yang dingin, dan bertanya “Bopsy, pernahkan kamu bermimpi untuk menjadi apa setelah dewasa?”. Anaknya yang dipanggil Bopsy itu, dengan dagu yang masih bergemetaran menjawab “ Mama, saya ingin menjadi pemadam kebakaran saat saya besar nanti!”
Ibunya tersenyum kecil, teringat sederetan mobil pemadam kebakaran mainan di kamar anaknya, telah menginspirasi anaknya untuk menjadi pemadam kebakaran. “Baiklah Bopsy, ibu akan mencoba memenuhi keinginanmu”. Dalam waktu yang sangat singkat itu, sang ibu bertekad untuk memenuhi mimpi anaknya. Memang, siapapun juga, demi orang yang kita sayangi, *akan rela melakukan apapun hanya agar bisa melihat orang yang kita sayangi bisa tersenyum bahagia, bisa meraih mimpi mimpinya.
Setelah anaknya tertidur, sang ibu bergegas ke pusat Pemadam Kebakaran di Phoenix, Arizona, tidak jauh dari rumah sakit itu.
Ia diterima oleh Bob, yang mempunyai hati seperti kota Phoenix, besar dan hangat. Sang ibu hanya memerlukan beberapa menit saja untuk menjelaskan kondisi serta keinginan terakhir Bobsy.
Bob langsung menjawab “Tenang, kami akan melakukan jauh lebih baik dari permintaan Ibu. Bila kondisi Bopsy bisa siap pada lusa jam 7 pagi, kami akan membuatnya menjadi seorang pemadam kebakaran terhormat sesungguhnya. *Dia boleh makan bersama kami, berpergian bersama kami untuk memadamkan api. Memakai seragam kuning, topi merah, persis seperti kami. Departemen kami sanggup dengan cepat menyiapkan semua seragam yang pas untuk tubuhnya, baik itu topi maupun sepatu bootnya.”
Mendengar itu, sang ibu tentu sangat lega. Ia segera berkonsultasi dengan tim dokter, agar dapat membantu Bopsy untuk bisa cukup kuat, menerima penghargaannya sebagai seorang pemadam kebakaran. Dokter menyanggupinya.
Bob Walp memegang tepat janjinya. Rabu, sekitar jam 7 , ia telah berada di rumah sakit untuk menjemput Bopsy, memakaikan pakaian seragam dan perlengkapan pemadam kebakaran kepadanya. Lalu menuntunnya dari ranjang ke mobil*pemadam kebakaran yang sudah menunggu. Sebuah mobil paramedis turut serta, untuk berjaga-jaga.
Bopsy didudukkan di belakang sebelah supir, layaknya seperti pengemudi, tangan kecilnya diinjikan turut memegang kemudi, menyetir mobil pemadam itu kembali ke markas pemadam kebakaran. Bopsy, tamu istimewa itu diperlakukan layaknya seorang pemadam kebakaran sungguhan. Ia berkeliling disana, melihat semua peralatan pemadam, *sambil menunggu panggilan kebakaran. Hari itu ada tiga panggilan kebakaran.
Bopsy sangat bangga dengan pakaian impiannya, diijinkan berada di mobil kebakaran, serta berada di markasnya. Ajaibnya, ini menimbulkan suatu energy yang luar biasa bagi Bopsy, *tubuh yang tadinya lemah, kini menjadi kuat, wajahnya ceria, senyuman tidak pernah lepas dari wajahnya. Ia terlihat seperti anak sehat lainnya.
Momen yang ditunggu-tunggu Bopsy akhirnya tiba. Ia diperbolehkan ikut serta pada ketiga panggilan kebakaran itu. Naik dalam tiga mobil pemadam yang berbeda-beda. Serta diperbolehkan berdiri di belakang mobil, dengan didampingi pemadam lainnya. *Suara sirene yang meraung raung kencang menuju sasaran kebakaran, suara bagi sebagaian orang menyeramkan, tidak bagi Bopsy, ia sangat menyukai suara itu.
Media yang diinformasikan adanya kehadiran ‘tamu istimewa’ dalam pemadam, *rame-rame datang meliput, mereka merekam video Bopsy sedang ‘beraksi’ dalam kebakaran itu. Bopsy merasa dirinya bagaikan berada di surga.
Diperlakukan sangat istimewa, serta betapa besar cinta dan perhatian yang dicurahkan padanya, telah sangat menyentuh jauh ke hati Bopsy. Ini membuat semangat hidupnya timbul. Bopsy yang diperkirakan hidup tidak sampai seminggu, mampu bertahan hidup tiga bulan lebih.
Suatu malam kondisi Bopsy drop dengan drastis. Tensi darahnya turun cepat, *seiring denyut jantung terekam dalam layar monitor turut melambat. Ketika mencapai level tertentu, monitor itu mengeluarkan suara dan kedip kedip tanda bahaya. *Itu adalah tanda-tanda akan akhir hayatnya.
Mengingat Bopsy betapa mencintai dirinya sebagai pemadam. Ibunya segera memakaikan seragam kebanggaanya itu. Lalu pimpinan perawat rumah sakit menelpon Bob, apakah dapat mengirim seorang pemadam kebakaran untuk menemani kepergiannya.
Bob, kepala pemadam kebakaran menjawab, "Kami akan melakukan jauh lebih baik dari itu. Kami akan berada disana dalam lima menit. Tolong bantu saya, bila terdengar sirene umumkan lewat pengeras suara bahwa itu bukan ada kebakaran. Tapi tanda datangnya regu kebakaran untuk melihat salah satu anggota terbaiknya sekali lagi. Tolong juga bukakan jendela kamarnya "
Permintaan Bob segera dilaksanakan. Sekitar lima menit kemudian terdengar suara meraung-raung mendekati rumah sakit. Itu tentu mobil kebakaran. Sebuah tangga menjulur *panjang ke jendela kamar Bopsy di lantai tiga yang telah terbuka. Lima pemadam berpakaian lengkap masuk ke kamar Bopsy.
Dengan seijin ibunya, mereka memeluk Bopsy yang sudah sangat sekarat. “ Kami mencintaimu. Sangat mencintaimu!”, mereka membisikkan ke telinganya.
Dengan napas terakhirnya, Bopsy memandang pada Bob, “Pak, apakah saya sekarang benar benar seorang pemadam kebakaran?”
“Tentu Bopsy. Kamu seorang pemadam kebakaran sekarang. Dan adalah bagian dari regu kami”.
Dengan kata kata itu, Bopsy tersenyum puas. Ia menutup matanya untuk selamanya..........
Bob Walp yang paling berperan membuat mimpi Bopsy menjadi kenyataan, yakin masih banyak anak lainnya seperti diri Bopsy -ingin mimpinya menjadi kenyataan sebelum meninggal. Tersinspirasi oleh hal itu, ia lalu mendirikan sebuah yayasan MAKE-A-WISH-FONDATION.
Kini Yayasan itu berkembang cepat ke banyak negara, khusus menolong mereka yang inginkan mimpinya menjadi nyata.
Sebuah misi kemanusiaan yang luar biasa.
Thanks agan2 sudah mampir dan membacanya
0
2.1K
Kutip
20
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan