- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
{29 Mei, 8 Thn} Trauma dengan Ical, Korban Lapindo Ogah Teken Kontrak dengan Prabowo
TS
soipon
{29 Mei, 8 Thn} Trauma dengan Ical, Korban Lapindo Ogah Teken Kontrak dengan Prabowo
Trauma dengan Ical, Korban Lapindo Ogah Teken Kontrak dengan Prabowo
Rabu, 28 Mei 2014 | 13:45 WIB
SURABAYA, KOMPAS.com — Warga korban lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, menolak membuat kontrak politik dengan capres Prabowo Subianto. Alasannya, Prabowo didukung Partai Golkar yang dipimpin oleh pemilik PT Lapindo Brantas, Aburizal Bakrie.
Menurut tim pendamping Korban Lapindo Menggugat (KLM), Widodo Putra Bangsa, selain Prabowo dinilai masih terlibat kasus pelanggaran HAM, warga korban lumpur masih trauma mendengar nama Aburizal Bakrie di barisan pendukung Prabowo.
"Aburizal Bakrie dituding sebagai penyebab bencana lumpur Porong, apalagi sampai saat ini masih ada ribuan korban yang belum dilunasi ganti ruginya," katanya, Rabu (28/5/2014).
Menurut Widodo, yang jelas warga tidak akan mendukung siapa pun capres yang di dalamnya ada dukungan Partai Golkar.
"Andaikata Partai Golkar masuk dalam koalisi pendukung Jokowi pun, warga tidak akan meminta kontrak politik dengan Jokowi karena warga masih sakit hati dengan Aburizal Bakrie," tambahnya.
Dalam koalisi pendukung Prabowo-Hatta, Partai Golkar masuk dalam koalisi bersama Partai Gerindra, PAN, PPP, PBB, dan PKS. Sementara itu, pasangan Jokowi-JK didukung PDI-P, PKB, Partai Hanura, Partai Nasdem, dan PKPI.
Seperti diberitakan, warga korban lumpur Sidoarjo memilih melakukan kontrak politik dengan capres Jokowi di atas tanggul sekitar Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Kontrak politik itu akan dilakukan Kamis besok tepat pada puncak hari peringatan delapan tahun bencana lumpur Porong, Sidoarjo.
Source
Minarak Lapindo Belum Bisa Lunasi Ganti Rugi
Rabu, 28 Mei 2014 | 12:32 WIB
SIDOARJO, KOMPAS.com — PT Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar PT Lapindo Brantas Inc mengaku tidak sanggup melunasi ganti rugi korban lumpur Lapindo yang masuk peta area terdampak. Perusahaan berharap pemerintah memberikan pinjaman dengan kelonggaran waktu tertentu.
Direktur PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) Andi Darussalam Tabusala mengatakan, kewajiban yang harus dibayarkan kepada warga korban lumpur mencapai Rp 786 miliar. Kewajiban itu seharusnya dipenuhi tahun 2012, tetapi sampai saat ini belum mampu ditunaikan.
”Kami ingin melunasinya sesuai jadwal. Akan tetapi, kondisi keuangan perusahaan belum memungkinkan sehingga harus menunggu sampai usaha kembali pulih,” ujar Andi, Sabtu (24/5/2014).
Lumpur Lapindo menyembur pada 29 Mei 2006 di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Semburan yang disebabkan pengeboran di sumur milik PT Lapindo Brantas itu mengenai ribuan rumah dan tanah warga.
Oleh pemerintah, korban lumpur dibagi dalam dua kategori, yakni mereka yang masuk dalam peta area terdampak (PAT) seluas 640 hektar dan di luar PAT.
Dasar penentuan adalah Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Area terdampak disepakati dibantu Lapindo dan di luar peta tanggungan pemerintah dari APBN.
PT MLJ mengklaim sudah mengeluarkan dana hingga Rp 9 triliun atau 80 persen untuk membayar ganti rugi korban lumpur di PAT. Pembayaran itu menyisakan Rp 786 miliar atau 20 persen yang dijanjikan dilunasi akhir 2012, tetapi tertunda hingga sekarang.
Akibat penundaan pembayaran sisa ganti rugi itu, Andi mengatakan, pihaknya mendapatkan surat teguran dari Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Isinya, PT Lapindo diminta melunasi kewajiban pembayaran maksimal akhir Juni 2014.
Menanggapi surat itu, PT MLJ mengaku tidak sanggup. Mereka meminta pemerintah membantu dengan memberi pinjaman dana dari bank kepada MLJ. Kemudahan serupa pernah dilakukan pada 2009, MLJ mendapat pinjaman dari Bank Rakyat Indonesia.
Solusi lain, lanjut Andi, meminta pemerintah membayar ganti rugi seperti ketika pemerintah membeli aset warga di luar peta. Lapindo akan mengambil alih aset tersebut apabila sudah memiliki dana pengganti.
Warga sudah lelah
Salah satu korban lumpur, Danu Bambang Setiawan (66), mengatakan, pihaknya sangat berharap pembayaran ganti rugi segera dilunasi. Dia mengaku sudah lelah karena delapan tahun berjuang menuntut pembayaran ganti rugi yang menjadi haknya.
”Sudah delapan tahun kami memperjuangkan hak. Jadi, sangat diharapkan pemerintah turun tangan, apalagi Mahkamah Konstitusi sudah mengamanatkan hal itu dalam amar putusannya,” kata Danu.
Ketua Panitia Khusus Lumpur Lapindo DPRD Sidoarjo Emir Firdaus mengatakan, sudah waktunya pemerintah pusat turun tangan sebab korban lumpur mulai emosi dengan memblokade upaya penanggulangan semburan lumpur yang ditangani oleh BPLS.
”Tindakan korban mulai membahayakan kepentingan masyarakat umum karena dapat mengakibatkan tanggul ambrol dan banjir lumpur meluas jika tidak dicarikan solusi,” kata Emir.
Pansus telah merumuskan tiga solusi, yakni pemerintah harus memberikan sanksi kepada Lapindo apabila tidak segera melunasi. Opsi kedua, pemerintah memberikan pinjaman kepada perusahaan dengan agunan sertifikat tanah dan rumah warga. Pilihan terakhir, pemerintah membeli tanah dan bangunan milik korban lumpur di PAT dengan menggunakan dana APBN. (NIK)
Source
Bakrie hanya menjadi beban bagi teman koalisinya.
Rabu, 28 Mei 2014 | 13:45 WIB
SURABAYA, KOMPAS.com — Warga korban lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, menolak membuat kontrak politik dengan capres Prabowo Subianto. Alasannya, Prabowo didukung Partai Golkar yang dipimpin oleh pemilik PT Lapindo Brantas, Aburizal Bakrie.
Menurut tim pendamping Korban Lapindo Menggugat (KLM), Widodo Putra Bangsa, selain Prabowo dinilai masih terlibat kasus pelanggaran HAM, warga korban lumpur masih trauma mendengar nama Aburizal Bakrie di barisan pendukung Prabowo.
"Aburizal Bakrie dituding sebagai penyebab bencana lumpur Porong, apalagi sampai saat ini masih ada ribuan korban yang belum dilunasi ganti ruginya," katanya, Rabu (28/5/2014).
Menurut Widodo, yang jelas warga tidak akan mendukung siapa pun capres yang di dalamnya ada dukungan Partai Golkar.
"Andaikata Partai Golkar masuk dalam koalisi pendukung Jokowi pun, warga tidak akan meminta kontrak politik dengan Jokowi karena warga masih sakit hati dengan Aburizal Bakrie," tambahnya.
Dalam koalisi pendukung Prabowo-Hatta, Partai Golkar masuk dalam koalisi bersama Partai Gerindra, PAN, PPP, PBB, dan PKS. Sementara itu, pasangan Jokowi-JK didukung PDI-P, PKB, Partai Hanura, Partai Nasdem, dan PKPI.
Seperti diberitakan, warga korban lumpur Sidoarjo memilih melakukan kontrak politik dengan capres Jokowi di atas tanggul sekitar Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Kontrak politik itu akan dilakukan Kamis besok tepat pada puncak hari peringatan delapan tahun bencana lumpur Porong, Sidoarjo.
Source
Minarak Lapindo Belum Bisa Lunasi Ganti Rugi
Rabu, 28 Mei 2014 | 12:32 WIB
SIDOARJO, KOMPAS.com — PT Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar PT Lapindo Brantas Inc mengaku tidak sanggup melunasi ganti rugi korban lumpur Lapindo yang masuk peta area terdampak. Perusahaan berharap pemerintah memberikan pinjaman dengan kelonggaran waktu tertentu.
Direktur PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) Andi Darussalam Tabusala mengatakan, kewajiban yang harus dibayarkan kepada warga korban lumpur mencapai Rp 786 miliar. Kewajiban itu seharusnya dipenuhi tahun 2012, tetapi sampai saat ini belum mampu ditunaikan.
”Kami ingin melunasinya sesuai jadwal. Akan tetapi, kondisi keuangan perusahaan belum memungkinkan sehingga harus menunggu sampai usaha kembali pulih,” ujar Andi, Sabtu (24/5/2014).
Lumpur Lapindo menyembur pada 29 Mei 2006 di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Semburan yang disebabkan pengeboran di sumur milik PT Lapindo Brantas itu mengenai ribuan rumah dan tanah warga.
Oleh pemerintah, korban lumpur dibagi dalam dua kategori, yakni mereka yang masuk dalam peta area terdampak (PAT) seluas 640 hektar dan di luar PAT.
Dasar penentuan adalah Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Area terdampak disepakati dibantu Lapindo dan di luar peta tanggungan pemerintah dari APBN.
PT MLJ mengklaim sudah mengeluarkan dana hingga Rp 9 triliun atau 80 persen untuk membayar ganti rugi korban lumpur di PAT. Pembayaran itu menyisakan Rp 786 miliar atau 20 persen yang dijanjikan dilunasi akhir 2012, tetapi tertunda hingga sekarang.
Akibat penundaan pembayaran sisa ganti rugi itu, Andi mengatakan, pihaknya mendapatkan surat teguran dari Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Isinya, PT Lapindo diminta melunasi kewajiban pembayaran maksimal akhir Juni 2014.
Menanggapi surat itu, PT MLJ mengaku tidak sanggup. Mereka meminta pemerintah membantu dengan memberi pinjaman dana dari bank kepada MLJ. Kemudahan serupa pernah dilakukan pada 2009, MLJ mendapat pinjaman dari Bank Rakyat Indonesia.
Solusi lain, lanjut Andi, meminta pemerintah membayar ganti rugi seperti ketika pemerintah membeli aset warga di luar peta. Lapindo akan mengambil alih aset tersebut apabila sudah memiliki dana pengganti.
Warga sudah lelah
Salah satu korban lumpur, Danu Bambang Setiawan (66), mengatakan, pihaknya sangat berharap pembayaran ganti rugi segera dilunasi. Dia mengaku sudah lelah karena delapan tahun berjuang menuntut pembayaran ganti rugi yang menjadi haknya.
”Sudah delapan tahun kami memperjuangkan hak. Jadi, sangat diharapkan pemerintah turun tangan, apalagi Mahkamah Konstitusi sudah mengamanatkan hal itu dalam amar putusannya,” kata Danu.
Ketua Panitia Khusus Lumpur Lapindo DPRD Sidoarjo Emir Firdaus mengatakan, sudah waktunya pemerintah pusat turun tangan sebab korban lumpur mulai emosi dengan memblokade upaya penanggulangan semburan lumpur yang ditangani oleh BPLS.
”Tindakan korban mulai membahayakan kepentingan masyarakat umum karena dapat mengakibatkan tanggul ambrol dan banjir lumpur meluas jika tidak dicarikan solusi,” kata Emir.
Pansus telah merumuskan tiga solusi, yakni pemerintah harus memberikan sanksi kepada Lapindo apabila tidak segera melunasi. Opsi kedua, pemerintah memberikan pinjaman kepada perusahaan dengan agunan sertifikat tanah dan rumah warga. Pilihan terakhir, pemerintah membeli tanah dan bangunan milik korban lumpur di PAT dengan menggunakan dana APBN. (NIK)
Source
Bakrie hanya menjadi beban bagi teman koalisinya.

0
2.9K
35
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan