chrisvildAvatar border
TS
chrisvild
Menikmati Sekeping Keindahan Santorini
Halo agan-agan sekalian,

saya Mario dari www.mariophotoworks.com mau berbagi cerita lagi nih, kali ini tentang perjalanan saya ke Santorini, Yunani beberapa waktu yang lalu. Tulisan dan foto saya ini sebenernya udah pernah dimuat di majalah MyTrip vol 11/2013, cuman pasti ga semuanya pernah baca dan oleh karena itu saya share disini ya:

Peta Santorini:





Bicara soal laut, Indonesia memang tidak pernah ada habisnya. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia mempunyai segudang pantai, laut, serta pulau yang selalu menawarkan kecantikannya, Namun bagaimana dengan bangunan-bangunan yang berjajar rapih diatas kaldera serta didominasi oleh warna putih bersih dan biru cerah? Yup, hanya Santorini yang punya.

Memulai Petualangan di Fira, Santorini

Duesseldorf – Athena – Santorini adalah rute pertama yang akan saya tempuh. Tidak ada pesawat langsung yang bisa menuju ke Santorini, melainkan harus stop di Athena dulu untuk transit dan lanjut ke Santorini. Sedangkan bagi yang ingin pergi dari Jakarta, cukup banyak maskapai besar yang menyediakan rute dari Jakarta – Athena, namun hanya 3 maskapai yang menyediakan rute Athena – Santorini, yaitu Aegean Airline, Olympic Air, dan Athens Airways. Jika tidak ingin memakai pesawat, menuju Santorini dengan menggunakan kapal laut juga merupakan ide bagus, karena sepanjang perjalanan, kita akan menemukan pilar-pilar kuil kuno di sepanjang pulau yang memberikan kesan berbeda bertualang mengunjungi Santorini. Keterbatasan waktu juga yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk menggunakan pesawat ketimbang kapal laut.
Hati saya deg-degan ketika pertama kali pesawat mendarat di Bandara Santorini, bandara kecil seukuran bandara kaskusrang di Lombok yang tidak begitu wah itu tidak mengurungkan niat saya untuk menjelajahi eksotisme Santorini. Sayang, waktu tiba sudah malam hari dan saya segera diantar ke hotel di daerah Fira yang berjarak hanya 15 menit dari bandara Santorini. Sesampai di hotel, wanita setengah baya bernama Irene dengan logat Inggris – Greek nya menyambut saya dengan ramah. Proses check in yang berlangsung singkat itu jg saya manfaatkan untuk bertanya-tanya mengenai Santorini. Beruntung sekali karena hotel saya ini dekat kemana-mana, ke terminal hanya 5 menit, ke pusat kota hanya 10 menit, dan yang terpenting adalah ke Carrefour yang hanya berjarak 5 menit berjalan kaki, karena saya membutuhkan air mineral dan sandal jepit untuk mengganti sepatu sport yang nampaknya tidak cocok digunakan untuk berleyeh-leyeh di pantai.
Alarm menunjukkan jam 6 pagi ketika saya terbangun dari tidur. Rasa excited karena saya berada di Santorini membuat saya tidak bisa tidur dengan pulas malam harinya. Jam 6 pagi ternyata masih cukup gelap untuk menyusuri jalan Santorini, mengingat tempat dan toko di Santorini baru bergeliat mulai jam 10 pagi. Untuk membunuh waktu,memulai hari saya breakfast di lantai 1 yang berada tepat di atas kamar saya. Tak heran dari kamar terdengar suara piring, garpu dan pisau yang saling beradu. Breakfast seharga 8 Euro ini ternyata lebih dari harga yang ditawarkan. Omellete dengan mozzarella cheese nya menjadi makanan andalan saya saat itu, “so yummy!”. Dari jendela restoran, sungguh apa yang biasa saya lihat dari buku, majalah, serta TV di Indonesia menjadi kenyataan. Rumah-rumah kecil berukuran 2 lantai dengan warna putih dan kubah biru berjejer rapih menandakan kekhasan Santorini. “Ok ini saatnya saya jalan-jalan memulai perjalanan saya!”





Tas kamera, air mineral, passport, dan peta menjadi teman saya saat memulai hari di Fira, yang tak lain adalah ibu kota Santorini. Dulunya ibukota Santorini tidak berada di Fira, melainkan di Imerovigli, namun karena gempa bumi dahsyat di masa lalu, menjadikan kota ini mulai ditinggalkan para penduduknya. Sebagai penyandang gelar “ibukota”, membuat tempat ini menjadi tempat paling ramai di Santorini. Mulai dari bar, café, toko buku, toko souvenir, kantor pos, gereja bahkan galeri bisa dengan mudah ditemukan disini. Suasana romantis juga terasa pada saat saya melalui jalan setapak naik turun di Fira, tak salah Yahoo Travel pernah menobatkan Santorini sebagai No. 1 world’s most romantic island. Langkah demi langkah saya jalani sampai akhirnya saya menemukan sign yang menunjukkan arah ke Old Port atau dermaga tua bernama Limani Skala. Di dermaga inilah para wisatawan bisa menyewa kapal untuk mengunjungi Pulau Palaia Kameni atau Thirasia. Ada 2 pilihan yang dapat dipakai jika kita mau mengunjungi dermaga tua, pertama menggunakan cable car seharga 4 Euro atau kedua mencoba menunggangi keledai yang menuruni sekitar 600 anak tangga, namun untuk pilihan kedua kita harus siap-siap menutup hidung akibat kotoran keledai yang berjatuhan di sepanjang jalan.





Berlayar menuju Palaia Kameni

Perjalanan 5 menit menuruni kaldera mengantarkan saya sampai kepada dermaga kecil, Limani Skala. Ya, dermaga tua ini memang bukan dermaga utama di Santorini karena dermaga utama sudah dipindahkan ke Ormos Athinios. Oleh sebab itu, pelayararan dari sini hanya mengantarkan wisatawan ke pulau-pulau kecil saja. Cafe dan toko souvenir cukup mudah bisa ditemui di pinggiran dermaga ini, namun ada 1 hal yang cukup menarik perhatian, yaitu adanya patung keledai yang menandakan bahwa keledai memang sudah menjadi angkutan penduduk lokal pada jaman dahulu. Beberapa penduduk asli Santorini juga masih tinggal disini, kebanyakan dari mereka terlihat sedang asyik merapikan jala dan mengecat ulang kapal mereka. Di tengah kesibukan mereka, mereka tetap ramah ketika diajak bicara dan bahkan saya sempat mengambil beberapa foto close up dari mereka.





Untuk menuju Pulau Palaia Kameni, tiketnya, lebih baik dibeli ketika pertama kali check in di Hotel. Resepsionis biasanya akan menawarkan paket perjalanan berupa tour 2 hari, 1 hari, atau setengah hari seperti yang saya pilih. Sengaja saya memilih untuk tour setengah hari ini, dengan harapan saya dapat menyambangi Oia untuk melihat sunset di sore harinya. Untuk paket tour tersebut, tiket kapal pulang pergi sudah termasuk didalamnya. Harga juga tergantung kepada lama perjalanan dan jenis kapal, untuk 2 hari berkisar antara 75-100 euro, 1 hari 30-50 euro, sedangkan yang setengah hari, saya hanya cukup membayar 17 euro. Untuk paket tour setengah hari, saya hanya bisa mengunjungi 2 tempat yaitu volcano dan berenang di sumber air panas dengan temperature air 35’C.
Jam di tangan saya menunjukkan waktu 13.30 dan berselang 5 menit, kapal yang saya tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Kapal kayu berbentuk seperti kapal Phinisi di Indonesia ini ternyata cukup banyak menampung penumpang. Terdapat 2 dek di kapal ini, dek bawah dan atas, hanya bagi yang ingin menikmati laut Aegean dan Santorini dari kejauhan saya sarankan untuk duduk di dek atas, dengan memakai cukup sunblock tentunya. Pemandangan yang disuguhkan merupakan surganya penikmat laut seperti saya ini. Tak berhenti saya menekan tombol shutter, demi mendapatkan angle dan hasil foto yang terbaik. 30 menit berlalu dan tibalah saya di tempat pemberhentian pertama yaitu Volcano. Semua turis dari berbagai Negara seperti Jerman, Amerika, bahkan Malaysia termasuk saya segera turun dari kapal mengikuti tour leader yang berjalan paling depan. Saya diingatkan untuk menghafal nomor dan nama kapal karena banyaknya kapal lain yang datang berbarengan.
Volcano ini dulunya merupakan gunung berapi aktif dan meletus sekitar 4-5 juta tahun yang lalu. Dan konon, erupsinya mengalahkan erupsi dari gunung Krakatau pada tahun 1883. Sekarang yang tersisa hanyalah hamparan pasir hitam dengan kontur naik turun yang dapat dijelajahi selama 1 jam berjalan kaki. Menurut saya, sekilas tempat ini mirip dengan Bromo di Jawa Timur dengan tambahan laut di sekelilingnya. Sebenarnya tidak ada yang spesial dari tempat ini, hanya saja dari Volcano ini, saya dapat melihat Fira dan Oia dari kejauhan. Ya, hanya itu! Tidak berlama-lama, matahari yang sangat terik memaksa saya segera balik ke kapal untuk lanjut ke spot berikutnya yaitu sumber air panas. Sesampainya di sumber air panas, para turis yang berada di kapal serentak menceburkan diri untuk mencoba sensasi berenang di air sulfur tapi saya yang membawa kamera hanya berada di kapal memotret pemandangan sekitar pulau.





Sunset Terindah di Oia

Jam 5 sore kapal sudah kembali merapat di dermaga tua, “saatnya bergegas ke terminal bus.” Pikir saya. Kembali dari dermaga ke terminal bus di Thira ternyata cukup menguras tenaga karena harus melewati jalan naik turun di Fira, namun itu tidak menghalangi saya untuk segera mencapai Oia demi sebuah foto sunset paling dramatis. Dari terminal bus di Thira ke Oia dapat ditempuh hanya dengan 1.60 euro dalam waktu 20 menit. Tiket tidak perlu dibeli di loket terminal karena di dalam bus akan ada petugas yang menagihnya ketika kita hampir mencapai tujuan.
Menurut saya, Oia adalah tempat paling penting untuk dikunjungi di Santorini. Belum sampai Santorini rasanya jika kita belum mengunjungi Oia. Bagaimana tidak, disini kita dapat melihat sunset terbaik, sampai-sampai mendapat predikat “No.1 location of the World’s Best Sunsets” oleh RatesToGo. Memang pada sore hari, turis-turis dari Fira dan Firostefani berkumpul di Oia hanya untuk menikmati sunset semata. Sinar Matahari yang berwarna putih kekuningan tampak menyinari banguna-bangunan di sepanjang kaldera Oia sehingga memberikan kesan tersendiri akan suasana mediteranian. Café dan restoran tidak pernah sepi oleh turis yang menunggu matahari turun ke peraduannya. Betul betul indah memang..




Untuk menikmati sunset di Oia, tempat terbaik menurut saya adalah berdiri di sisi kiri sebuah bekas benteng. Alasannya mudah, karena dari sana, kita dapat melihat semuanya, mulai dari matahari yang perlahan turun serta bangunan-bangunan yang berjejer rapi membentuk komposisi dinamis sehingga siapapun yang mengabadikannya dapat menghasilkan sebuah foto setingkat Post Card Quality. Tempat setrategis itu memang tidak pernah sepi dari turis yang mempunyai niat sama dengan saya, alhasil saya harus berebut tempat demi mendapat spot terbaik. Detik demi detik berlalu, dan ketika matahari sudah masuk semua ke peraduannya, kami bersama-sama bertepuk tangan menandai kekaguman kami akan ciptaan Tuhan.
Lelah berjalan seharian membuat perut ini tidak bisa diajak kopromi lagi. Memang belum dikatakan pergi ke suatu tempat tanpa menikmati makanan aslinya. Beruntungnya warung-warung kecil tapi nyaman yang menjual Gyros dan Soulvavski tidak sulit ditemukan di Santorini. Bahkan setiap 50 meter, saya dapat melihat warung makanan ini dengan ciri khas ada pemanggang berbentuk vertical di dalamnya. Gyros merupakan makanan seperti roti gepeng yang didlmnya diisi dengan salad, daging, serta kentang goreng. Mirip dengan Donner Kebab, hanya berbeda pada jenis rotinya. Sedangkan Soulvavski adalah daging yang ditusuk dengan kayu lalu dibakar, sama seperti sate namun tidak dipadukan dengan saus kacang melainkan dengan salad dan kentang goreng. Keduanya cukup mengeyangkan karena porsinya yang besar bagi saya. Malam terus berlalu dan saya putuskan untuk kembali ke hotel dengan menggunakan shuttle bus.



Melihat Sisa Sejarah di Akrotiri

Pagi hari setelah breakfast perjalanan saya teruskan ke Akrotiri dengan menggunakan shuttle bus. Untuk mencapai tempat ini dikenakan tariff 1.8 Euro sekali jalan. Akrotiri merupakan situs kuno dari peradaban Minoan namun sempat terkubur akibat letusan gunung berapi pada 1500 sebelum masehi. Masih banyak ditemukan benda-benda seperti pot, tempat tidur, guci yang masih berbentuk seperti aslinya. Memang pada saat kejadian dahulu, benda-benda serta harta benda penduduknya ditinggalkan dan hanya membawa sanak saudara mereka saja, oleh karena itu hampir seluruh penduduknya selamat dari letusan gunung merapi.
Untuk mengunjungi tempat ini disarankan pada saat tiba di loket depan, anda menyewa tour guide dengan harga 30 Euro per orang. Karena pada saat berada di dalam, penjelasan mengenai situs ini belum terlalu lengkap mengingat tempat ini baru selesai dibuat setelah direnovasi selama 7 tahun. Tempat yang dahulu sempat hancur karena konstruksi atapnya yang roboh. Sekarang atapnya sudah diganti dengan system bioclimatic shelter, dimana atapnya sekarang bisa menyesuaika dengan keadaan cuaca di Santorini. Ketika hujan, maka atapnya akan otomatis tertutup sendiri dan pada waktu panas, akan otomatis terbuka untuk membiarkan sinar matahari masuk kedalam. Dan hebatnya lagi, semuanya ini tidak memerlukan sumber listrik dalam pengoperasiannya.


Tak berasa, waktu sudah siang dan saya harus kembali ke hotel untuk packing dan pulang. Memang waktu 3 hari 2 malam bukan waktu yang cukup untuk mengelilingi Santorini. Alam yang cantik, café yang romantis, serta tempat bersejarah yang menggugah pengetahuan saya. Namun saya bertekad untuk kembali kesini suatu saat nanti. “Mungkin bersama pasangan saya.” Bisik hati saya. Ya memang tempat seromantis dan sekeren ini memang terlihat agak aneh jika dinikmati seorang diri.


Artikel Lain:
Breathtaking Belitung - Sepenggal Keindahan Negri Laskar Pelangi:
http://www.kaskus.co.id/thread/51569...laskar-pelangi

Amazing Flores - From East to West: http://www.kaskus.co.id/thread/51060...m-east-to-west

Surga Tersembunyi bernama Waecicu, Labuan Bajo, Flores: http://www.kaskus.co.id/thread/5243d...an-bajo-flores

Exploring Prague - East Europe: http://www.kaskus.co.id/thread/5111d...---east-europe

[TIPS] Tips dalam membuat fotografi perjalanan (Travel Photography) http://www.kaskus.co.id/post/5266c3f...8b46601d000005

Uniquely Tana Toraja: Melihat Lebih Dekat Upacara Rambu Solo: http://www.kaskus.co.id/thread/530e1...ara-rambu-solo
Diubah oleh chrisvild 17-03-2014 09:57
0
46.3K
468
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan