gembizmbizAvatar border
TS
gembizmbiz
Madre film yang membuat saya ingin cepat keluar dari bioskop
Ganesh memintaku untuk membayari nonton sebuah film yang akan segera keluar, ya Film itu Madre, film yang diangkat dari buku kumpulan cerita Dee ( Dewi Lestari ), seorang penulis yang menjadi salah satu idola kami diantara banyak penulis buku lainnya, dengan senang hati aku meng-iyakan permintaan itu,

Menunggu kedatangan Ganesh dari Jogja, aku membeli tiket terlebih dahulu di Studio 21 Solo Grand Mall, hari itu tepat premier pemutaran Film Madre, aku bergegas tergesa-gesa berharap tidak mendapatkan antrian panjang untuk beli tiket, ya karena kami pikir ini film bagus, film karangan penulis hebat dan dibintangi oleh Vino G Bastian dan Laura Basuki, tentu akan menjadi laris terlebih besok merupakan tanggal merah tentunya banyak yang mengisi malam ini dengan liburan, dan bioskop menjadi salah satu tujuannya.

Sesampainya di sana, ternyata sangat sepi, hanya 2 orang yang saya dapati membeli tiket, entahlah harusnya saya bersenang hati karena tidak jadi antri panjang seperti yang saya takutkan, tetapi kenapa malah menjadi merasa miris, sedih atau kecewa, tidak ada yang mengantri untuk Madre, bahkan saat membeli tiket pun, layar di komputer masih menunjukkan bahwa kursi masih kosong semua, belum ada yang membeli tiket, kemudian munculah beberapa orang dengan pakaian artistik, mirip seniman seperti itulah, dalam hati saya bersyukur karena akhirnya ada beberapa orang seni yang datang, tetapi harapan itu segera hilang, setelah saya mendengar obrolan mereka yang akan menonton film Hantu Indonesia.

“Asumsi saya terlalu tinggi terhadap seseorang, ya semua bebas memilih sebenarnya, hanya saya terlalu berharap standar hidup dan selera akan sebuah seni saya juga dimiliki orang lain, hahaha”

dan sesuai prediksi, Film Madre malam itu hanya ditonton oleh kurang lebih 15 orang, tak masalah, anggap saja melihat film diruang VVIP emoticon-Smilie

Fokus ( Mengkritisi ) film Madre.

Ya seperti yang Dee bilang bahwa dia banyak mendapatkan kejutan dalam pembuatan film Madre yang diangkat dari bukunya.

” Mengenai pemilihan pemeran dari tokoh ciptaannya, Dee cukup terkejut. Seperti tokoh Pak Hadi yang digambarkan sebagai orang Jawa dan berperawakan kurus. “Kok Didi Petet? Orang Sunda dan bulat?” candanya.

Untuk tokoh Tansen yang diperankan Vino G. Bastian, Dee awalnya bingung, “Vino kan berkulit putih, sementara Tansen kulitnya gelap karena seorang surfer’. Ternyata, demi peran ini Vino rela belajar surfing dan menjemur diri di bawah terik matahari.”

Sementara itu Laura Basuki yang memerankan Mei sudah mendekati gambaran Dee tentang tokoh ciptaannya tersebut. Walaupun sosok Laura yang tinggi berbeda dengan sosok Mei yang mungil ” (Dikutip dari hot.detik..com).

Ya entah kenapa kemunculan Didi Petet yang berperan sebagai Pak Hadi merusak suasana film Madre, dalam buku Madre yang saya baca Pak Hadi adalah sosok yang dingin, dia mempunyai pembawaan kuat yang seakan memiliki pancaran aura kekuatan kebijaksanaan, lembut dingin tetapi kuat, seperti itulah, tetapi sosok pak Hadi dalam film menjadi sosok yang ramai, keras, membentak dan seakan tidak berisi apapun kecuali kata-katanya yang keras dan logat Sundanya yang tiba-tiba ada.

Begitu juga sosok Tan, terlalu selengekan, bukan seorang yang benar-benar bebas, malah terkesan Labil dengan sering bolak-balik Bandung-Bali karena tidak tau apa yang harus dilakukan, lari dari masalah sebenarnya.

Laura Basuki, penggambaran perempuan Kota besar yang heboh dan berjingkat-jingkat layaknya kijang betina kecil yang tak pernah diam pun tidak tersampaikan di Film ini, sosok Mei menjadi sosok yang mendayu dayu, sosok yang biasa saja dan terkesan datar, mirip film FTV di salah satu stasiun televisi swasta hanya saja film ini tanpa iklan.

dan siapah lagi sosok yang lebih menyedihkan ?

yaitu sosok Madre sendiri, sosok yang menjadi nama film ini, Sosok yang terkesan dilupakan tanpa mengunggah lebih banyak esensi dari apa makna kehadiran Madre, biang roti, sosok Ibu dari Roti-roti yang dihasilkan dari fermentasinya.

Madre hanya menjadi sosok yang seharusnya memiliki esensi penting tetapi lebih kalah penting dibandingkan dengan percintaan anatara Tan dan Mei, berharap banyak dalam melihat point-point penting seperti saat pertama Tan memegang Madre, Tan akan merasa dejavu, atau merasakan kekuatan magis sehingga membuka kembali rasa Roti, rasa bahagia cinta dalam mengadon roti yang bangkit melalui aliran darahnya yang masih keturunan Artisan. tetapi naas, point itu seperti hancur dengan alur cerita yang diisi oleh aksi banyolan yang tidak perlu ( mungkin bertujuan untuk menarik perhatian penonton, agar tertawa, ya dua orang didalam bioskop berhasil dibuat tertawa terbahak-bahak )

Sosok Tan yang berubah 180 derajat hidupnya setelah mendapatkan harta warisan dari kakeknya pun tidak diceritakan dengan apik, ya bukan saja tentang garis keturunan yang India menjadi Cina tetapi dari hidup, cara pandang pada kebebasan pun seketika berubah setelah bersentuhan hidup dengan Madre dan kata-kata pak Hadi tidak terasa, malah terkesan perubahan Tan karena kehadiran Mei, sosok perempuan yang dicintainya.

(padahal dalam poster dituliskan bahwa ” Apa rasanya jika sejarah hidup kita berubah dalam sehari” ya hai itu, hari dimana Tan harusnya benar-benar syok akan garis hidupnya, akan tanggung jawab yang dipikulnya setelah mendengar cerita dari pak Hadi)

GambarBegitu juga dengan Mei, obsesi Mei terhadap Madre karena rasa bersalah telah membunuh biang roti milik yeye nya pun tidak dapat, semua obsesi Mei tertuju karena rasa perduli atas hidup Tan yang bingung dengan bagaimana harus bersikap,

( dan terus berlanjut, akhirnya saya seperti melihat flm FTV siang hari di kantor, hanya percintaan basi, mewek mewek, cinta tidak kesampaian dan aksi romatis lainnya dengan membuat roti bersama-sama sebelum Tan pergi lagi karena labil, huoooh bosen sangat )

Yups, baru pertama ini saya melihat film tidak betah, ingin rasanya keluar dari bioskop, perduli telah membuang uang untuk membayar tiket, harapan saya akan film yang bagus dan berkelas pun sirna sudah, tidak ada esensi, tidak ada pasion. tapi Ganesh melarangku untuk keluar, menghargai uang katanya, ya kami berdua sepakat bahwa film ini tidak kami apresiasi dengan baik, tidak lebih bagus dari Rectoverso, bahkan Perahu Kertas sekalipun,

entah apa yang akan terjadi pada Supernova jika difilmkan ?

saya berharap, jika Supernova difilmkan tidak akan sehancur ini.

terlepas dari sang sutradara Benny Setiawan berkata bahwa ini di Aransemen, tetapi saya pribadi mengapresiasi bahwa film aransement anda sangat buruk, semoga besok Benny Setiawan dapat lebih baik lagi dalam berkarya emoticon-Smilie
0
31.2K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan