Pemerintah Indonesia pada setiap tanggal 10 Nopember , tepatnya dalam memperingati Hari Pahlawan 10 Nopember akan memberikan gelar pahlawan nasional bagi putra putri terbaik negeri ini, yang telah turut berjuang dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dan mempertahankan kemerdekaan, serta mengisi kemerdekaan dengan berbagai perjuangan pembangunan.
Setiap memperingati hari Pahlawan pada setiap Tanggal 10 Nopember pada setiap tahunnya Ada nama yang diusulkan oleh berbagai kalangan rakyat Indonesia dari berbagai lembaga dan intitusi kepada pemerintah Indonesia memalalui Kementerian Sosial untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Diantara nama nama yang diusulkan tersebut, ada beberapa kali diusulkan nama Jendral besar Prn Alm H. Muhammad Suharto, Mantan Presiden RI ke dua. Munculnya nama H.Muhammad Suharto untuk dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional adalah atas usulan yang disampaikan oleh masyarakat kabupaten Karang Anyer yang disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) nya yang kemudian diteruskan kepada pemerintah pusat melalui Kementrian Sosial RI.
Munculnya nama Suharto untuk diusulkan menjadi pahlawan Nasional, waktu itu memunculkan badai komplik ditengah tengah kalangan elemen masyarakat, elit politik serta lembaga dan intitusi yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
Sepak terjang kinerja Suharto mulai dari sebelum diangkat menjadi Presiden, sampai kepada 32 tahun kekuasaannya menjadi penguasa tunggal Orde Baru (Orba), diungkap satu persatu. Sudah tentu dengan plus dan minusnya. Bahkan nama Suharto dikaitkan pula dengan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G.30.S.PKI) yang menewaskan tujuh jendral, yang terkenal dengan peristiwa lobang buaya.
Kendatipun bahwa fakta sejarah mengenai G.30.S.PKI itu sampai saat ini masih kabur. Apakah benar ada keterlibatan Suharto yang kala itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) turut serta mendalangi PKI melakukan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Indonesia itu. Karena sampai saat ini fakta sejarah belum mengungkapkan hal itu secara tuntas dan jelas. Tuduhan atas keterlibatan Suharto mendalangi Pembunuhan tujuh Jendral itu masih berwarna abu abu.
Sebagai seorang pemimpin, sudah barang tentu Sugharto memiliki kekurangan dan kelebihannya. Kelebihan Suharto sebagai pemimpin adalah merupakan kekurangan dari rakyat yang dipimpinnya. Dan sebaliknya Kekurangan Suharto sebagai seorang pemimpin, adalah merupakan kelebihan dari takyat yang dipimpinnya. Artinya Tiada gading yang tak retak, kalau tak retak bukan gading namanya. Dimanalah manusia yang tidak bersipat lupa, kalau tak lupa bukan manusia namanya.
Memang tak bisa untuk dipungkiri. Dimasa kepemimpinan Suharto menjadi Presiden RI selama 32 tahun berkuasa, Suharto menerapkan sistim pemerintahan yang otoriter, kasus kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) Korupsi Kolusi dan Nefotisme (KKN) dan tindakan pelanggaran hukum lainnya tumbuh subur diera kepemimpinannya.
Quote:
Suharto Adalah Seorang Guru :
Seperti apa yang diungkapkan oleh Prof. DR.H. Baharuddin Jusuf Habibie, Mantan Presiden RI ke III dalam bukunya “ Detik Detik Yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi “ bahwa Suharto adalah gurunya, selama 24 tahun dia bersama Suharto, banyak pelajaran yang berguna yang didapatnya dari Suharto. Tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh Suharto selama 32 tahun memimpin bangsa Indonesia dengan cara otoriter, adalah merupakan suatu hal yang harus dilakukan demi untuk menekan ekstrim kiri dan ekstrim kanan adalah sebagai salah satu cara yang dilakukan oleh Suharto demi untuk mempersatukan Bangsa Indonesia dalam kebinekaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang bertujuan suksesnya pembangunan disegala bidang.
Apa yang diungkapkan oleh BJ Habibie itu, adalah merupakan suatu kenyataan, bahwa belum saatnya Bangsa ini untuk mendapatkan Demokrasi yang seluas luasnya, seperti yang dialami oleh Bangsa ini, pada saat sekarang. Demokrasi yang seluas luasnya yang diberikan kepada bangsa ini, ternyata, membuahkan hasil seperti yang dibayangkan. Korupsi semakin meraja lela, mulai dari Pemimpin dipusat sampai kepada pemimpin yang terendah di daerah dan desa, ramai ramai melakukan korupsi secara berjemaah.
Tentu kejadian yang dialami oleh bangsa ini pada seat sekarang menjadi sebuah pertanyaan? Kenapa hal ini bisa terjadi?, jawabnya adalah lemahnya kepemimpinan nasional, terhadap tindakan yang dilakukan oleh para pejabat dan politisi negeri ini. Kepemimpinan nasional kita lemah, lesu darah, tak punya ketegasan, yang akhirnya menumbuh subuhkan piodal piodal leberisme baru dikalangan bangsa Indonesia.
Namun secara jujur pula harus kita akui, sebagai bangsa Indonesia diera kekuasaan Suharto prekonomian rakyat Indonesia, tumbuh dengan pesatnya. Walaupun sistim prekonomian yang dibangun oleh Suharto kadang lebih cendrung untuk memperkaya segelintir oknum. Namun nasib rakyat tidak terabaikan. Rakyat masih mudah untuk mendapatkan sandang dan pangan.
Sementara dalam hal stablitas keamanan, Suharto sering bertindak tegas. Sehingga pada zaman kepemimpinannya, nyaris tidak terdapat tindakan sparatis yang dilakukan oleh yang namanya teroris maupun kelompok bersenjata yang dapat mengganggu ketenangan rakyat. Suasana kondusip tercipta mulai dari Pedesaan sampai kepada Ibu Kota.
Kalaupun Suharto menerapkan sistim meliterisme dalam kepemimpinannya, itu wajar wajar saja dalam suatu egara demi untuk mempertahankan kedudukannya. Sistim meliterisme yang dibangun oleh Suharto berbeda dengan yang ada di negara luar. Walaupun Suharto membangun sebuah rezim, akan tetapi rakyatnya tetap diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat, dan diberi kebebasan untuk menjalankan usaha. Sesuai dengan Pancasila dan UDD 1945.
Dalam menjalankan bidang usaha untuk meningkatkan prekonomian rakyat, pemerintahan dibawah kendali Suharto malah menyalurkan bantuan modal. Berbagai bantuan untuk penambahan modal usaha dan bantuan untuk bidang sosial, banyak yang disalurkan oleh pemerintahan Suharto Terutama terhadap rakyat kecil, yang hidupnya dibawah garis kemiskinan kala itu menjadi perhatian khusus oleh Suharto. Sikap welas asih yang diperlihatkan oleh Suharto kepada rakyat kecil, layaknya seperti perhatian Bapak kepada anak nya.
Lantas timbul pertanyaan, kenapa dizaman kepemimpinan Suharto, banyak korban pelanggaran HAM yang berjatuhan?. Untuk menjawab pertanyaan yang muncul ini, kita perlu untuk melakukan kajian yang mendalam. Logikanya kita melihat korban korban yang berjatuhan itu adalah kelompok kelompok yang menetang kekuasaan Suharto. Dan ini merupakan konsekwensi dari manivestasi politik. Bak kata pepatah, jangan bermain api jikalau takut terbakar.
Quote:
Rindu kepemimpinan Suharto :
Kenangan terkadang merupakan suatu kebahagian yang manis, apabila dia tumbuh dan berkembang serta tertinggal jauh seperti hari ini. Perasaan seperti inilah yang dirasakan oleh anak negeri ini yang rindu akan kepemimpinan Suharto. Apalagi disaat anak negeri ini sedang didera kesulitan ekonomi yang sangat payah.
Membanding kepemimpinan Suiharto dengan kepemimpinan presiden berikutnya setelah pasca kejatuhan Suharto, Mulai dari BJ Habibi, Gusdur sampai kepada Mega Wati Sukarno Putri, dan terakhir Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangatlah jauh berbeda.
Kepemimpinan Presiden SBY yang memasuki tahap kedua tidaklah lebih baik dari kepemimpinan Presiden Suharto. Siapa bilang pelanggaran HAM, KKN dan pelanggaran hukum lainnya tidak terjadi di jaman kepemimpinan Presiden SBY. Hanya saja modus operandinya yang berbeda, namun dalam tingkat skala pelakunya tetap saja sama.
Bahkan dalam hal kewibawaan, pemerintahan Suharto lebih berwibawa bila dibanding dengan pemerintahan Presiden SBY, baik didalam negeri maupun di mata luar negeri. Negara Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Suharto cukup disegani oleh negara luar.
Semerntara diera kepemimpinan Presiden SBY, Indonesia sering menjadi bahan lecehan oleh negara negara luar, terutama oleh negara serumpun Asean Malaysia dan Singapura. Yang kerap melakukan pelecehan terhadap negara Indonesia. Pada hal dizaman kepemimpinan Suharto kedua negara ini cukup hormat terhadap Indonesia
Namun sayangnya sampai saat ini, belum ada lembaga survai yang mau melakukan penyurvaian terhadap berapa besar jumlah rakyat Indonesia yang merindukan kepemimpinan Suharto. Tapi kita bisa merasakannya bahwa rakyat negeri ini masih rindu terhadap kepemimpinan Suharto.
Quote:
Gelar Pahlawan Nasional :
Layakkah Suharto untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional? Tentu jawabnya layak? Karena apa ? Karena Suharto juga seorang pejuang. Suharto juga turut merebut kemerdekaan negara Indonesia ini. Suharto juga turut mempertahankan kemerdekaan negara ini, damana Suhato juga turut mengisi kemerdekaan ini dengan perjuangan pembangunan sehingga Suharto diberi gelar sebagai Bapak Pembangunan Indonesia.
Mengenai Suharto dalam kepemimpinannya banyak memiliki kesalahan, yang kemudian tercatat dalam lembaran hitam sejarah negeri ini? itu merupakan tuntutan dari sebuah jaman disaat dia jadi pemimpin negeri ini. Namun disisi lain kebenaran dan kebaikan nya dalam memimpin negeri ini juga tidak bisa diabaikan.
Lanjut ke bawah