as4madunAvatar border
TS
as4madun
Fenomena Baru di Indonesia: Media Sosial Mulai jadi Alat Kontrol Arogansi Kekuasaan?
Media Sosial dan Fungsi Kontrol Itu...
13 Oktober 2012

Penegasan tentang pentingnya fungsi kontrol pers terhadap kekuasaan makin diperkuat oleh eksistensi fungsional media sosial. Bahkan tidaklah berlebihan bila disimpulkan, media -- terutama media sosial -- telah menjadi "lembaga" terkuat yang mendorong, memberi arah, dan mendeterminasi penyelesaian sejumlah persoalan tentang penyalahgunaan kekuasaan. Yang paling aktual, persoalan di seputar polemik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Republik Indonesia.

Berbagai suara di ruang media sosial bersahut-sahutan dalam memberi tanggapan, komentar, ajakan, dan solusi; termasuk mengkritik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilai lamban bersikap untuk memberikan arahan. Apakah sikap Presiden didorong oleh kerisihan karena dikicaukan oleh percakapan interaktif masyarakat, atau sedari awal memang akan bersikap setegas itu, wallahua'lam. Yang jelas, masyarakat makin menemukan formulasi medium untuk bersikap.

Arogansi kekuasaan, terutama terkait dengan penegakan hukum yang melukai rasa keadilan rakyat, hanya akan menyuburkan sikap perlawanan. Kristalisasi itu termobilisasi oleh opini yang berkembang, lalu bergerak menjadi sikap. Sebagai aspirasi, pendapat dan seruan-seruan melalui medium yang saling bersahutan itu memiliki gema lebih cepat, dan ujungnya media-media konvensional yang mainstream menemukan titik untuk mengarahkannya sebagai agenda setting kebijakan pemberitaan.

Ketika dua komisioner KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah mengalami kriminalisasi, lalu Prita Mulyasari diproses hukum karena menyampaikan keluhan tentang layanan Rumah Sakit Omni International melalui media online, juga sejumlah kasus luka keadilan lainnya, media sosial berperan di paling depan. Fungsi kontrol pers yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 pun secara fungsional telah dilaksanakan oleh media sosial.

Di panggung dunia, kita mencatat keruntuhan rezim otoriter di Tunisia, Mesir, dan Libia banyak didorong oleh fungsionalisasi media sosial. Di Indonesia, partisipasi civil society menjadi kekuatan penanding bagi kemungkinan aneka "pembodohan" yang dilakukan oleh elite kekuasaan. Sikap atau kebijakan dari pusat-pusat kekuasaan seperti DPR atau kepolisian yang tidak menyentuh kepentingan rakyat, atau kedistorsian rasa keadilan akan cepat terimbangi oleh suara kritis publik.

Perlawanan dengan menggalang dan membentuk opini sebagai sikap rakyat, bagaimanapun harus kita akui sebagai maslahat perkembangan media sosial. Memang tidak setiap persoalan bisa diselesaikan dengan mobilisasi opini, namun sebagai pranata check and balances kekuasaan dan penegakan hukum, kita telah merasakan efektivitasnya. Logikanya, ketika amanat rakyat tidak dijalankan sebagaimana seharusnya, jangan salahkan jika akhirnya rakyat memilih sikapnya sendiri
http://www.suaramerdeka.com/v1/index...si-Kontrol-Itu

Presiden: Saya Mengikuti Kegaduhan di Media Sosial
Senin, 8 Oktober 2012 | 21:32 WIB


Presiden SBY ketika memberikan keterangan pers terkait kekisruhan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/10/2012).Presiden SBY sempat galau dengan berbagai pemberitaan yang menyudutkan dirinya di media sosial terkait 'perang' KPK dan Polri itu.

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memberikan pernyataan menanggapi perselisihan antar-dua lembaga, Kepolisian RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (8/10/2012) malam, di Istana Negara, Jakarta. Mengawali pidatonya, Presiden mengungkapkan bahwa ia tak berdiam diri menghadapi perselisihan di antara dua lembaga tersebut. Bahkan, Presiden mengaku mengikuti kegaduhan yang terjadi di media sosial."Saya mengikuti kegaduhan di social media dan SMS yang masuk; dan SMS yang masuk ke saya yang seolah-olah Presiden diam saja, tidak melakukan apa-apa terhadap dinamika yang terjadi," kata Presiden.

Presiden mengungkapkan, pada tanggal 5 Oktober 2012, tepatnya sore hari, ia memanggil Kepala Polri (Kapolri) untuk memberikan arahan guna mengatasi perselisihan dengan KPK. Presiden mengatakan, pemanggilan Kapolri pada malam hari sebelum insiden di KPK. Insiden yang dimaksud adalah upaya penangkapan yang dilakukan Polda Bengkulu terhadap seorang penyidik KPK asal Polri, Komisaris Novel Baswedan, atas dugaan kasus penganiayaan berat pada tahun 2004."Tanggal 6 Oktober, kami bekerja. Melalui Menkopolhukam sudah disampaikan. Pertemuan pada hari Minggu tidak bisa dilakukan karena pimpinan KPK berada di luar kota. Minggu malam, saya dukung ketika Mensesneg bertemu pimpinan KPK. Saya tadi pagi juga setuju agar Mensesneg memfasilitasi pertemuan Kapolri dengan pimpinan KPK," kata Presiden.

Pada siang tadi, Presiden juga sudah bertemu dengan dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo. "Pertemuan berjalan dengan baik dan konstruktif. Dengan penjelasan ini, saya berharap, rakyat Indonesia bisa memahami duduk persoalan dan memahami apa kebijakan, solusi, dan tindakan lebih lanjut yang harapan saya bisa dijalankan bersama-sama," ujarnya.
http://nasional.kompas.com/read/2012...i.Media.Sosial


Sudi: Presiden Diserang di Media Sosial Mengenai Konflik KPK-Polri
Minggu, 7 Oktober 2012 | 18:02 WIB

Presiden malah akan mengambil alih penyelesaian konflik itu. Tidak dijelaskan lebih lanjut bagaimana detail pengambilalihan tersebut."Presiden mendengar komentar masyarakat untuk mengambil alih. Namun, sebelum Presiden mengambil alih, terlebih dahulu dikedepankan upaya yang dilakukan Polri dan KPK sesuai UU yang berlaku atau MOU (nota kesepahaman) yang disepakati bersama. Namun, berhubung perkembangan situasi sudah semakin tidak baik, banyak yang memanipulasi, Presiden akan segera mengambil alih dan menyampaikan penjelasan kepada rakyat, Senin (8/10) atau paling lambat Selasa (9/10)," kata Sudi dalam keterangan pers, Minggu sore (7/10), di Kantor Presiden.

Ikut mendampingi Sudi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam dan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha.Menurut Sudi, permasalahan antara KPK dan Polri sudah berkembang semakin negatif dan secara politik semakin dimanipulasi. Terlebih lagi, di jejaring media sosial banyak serangan yang ditujukan kepada Presiden seolah-olah Presiden membiarkan persoalan ini.Sudi membantah tudingan kepada Presiden itu. Menurut dia, Presiden tidak pernah alpa untuk memberikan perhatian terhadap persoalan antara Polri dan KPK. Paling tidak, sejak awal Presiden sudah memberikan arahan kepada Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo agar keadaan tidak semakin berkembang.
http://nasional.kompas.com/read/2012...i.Media.Sosial

--------------

Manakala media pemberitaan resmi seperti koran, televisi swasta, dan media on-line hanya dikuasai oleh sekelompok pemodal besar dan oleh kekuatan politik golongan semata, wajarlah masyarakat menjadi alternatif lainnya. Media Sosial menjadi menarik karena lebih luwes dan bebas, meski pokok bahasannya juga berasal dari sumber media resmi itu. Tapi dari situ mereka (masyarakat) melalui media sosial seperti Kaskus ini, bisa memolesnya dan mengembangkannya lebih jauh, dengan memberi latar-belakang berita dan informasi yang tak pernah bisa dimuat di media resmi itu. Zaman sudah berubah, bahkan, media resmi seperti koran on-line dan televisi itu, sesungguhnya sedikit demi sedikit sudah dijauhi masyarakat

emoticon-Angkat Beer
0
3.1K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan