takdos
TS
takdos
[Whatever Im Backpacker] Keindahan dan Keangkeran Gunung Tambora !!
Menjajal, Sang Mantan Juara !!



Pada kesempatan gue meng-explore NTB, tidak hanya pantai dan desa-desa saja yang ada di itinerary untuk disambangi, Gunung Tambora menjadi salah satu destinasi yang paling menantang menurut gue yang juga harus bisa di taklukan.

Gimana gak menantang, gue yang sedari lahir gak pernah diajak naik gunung sekarang harus tiba-tiba siapin tekad buat naik gunung. Dari orok ampe sekarang, gunung yang pernah gue injak sampai puncak yah cuma Gunung Tangkuban Perahu doang, itu pun muncaknya pake mobil. MUAHAHAHA !!

Ada satu lagi, gunung yang pernah dan sering banget gue taklukan adalah Gunung Kembar. Gunung kembar ini gak terlalu tinggi tapi banyak sekali tipe-nya, mulai dari 32A sampai 36B. Dan gunung ini adalah satu-satunya gunung yang puncaknya enak buat dijilat. HUAHAHAHA !! *di tabok Ustadz*

Ayal tak ditanya, kenyataan tak bisa disangkal, korupsi tak bisa diberantas. Gue yang gak pernah naik gunung sekalipun harus nyiapin kaki buat muncak selama 2 hari ke Gunung Tambora. Seperti di postingan-postingan awal yang sering gue sebutkan, Gunung Tambora terletak di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

So, Let me explain a little secret about Tambora. Dalam judul postingan di atas, kenapa gue sebut Tambora sebagai "Sang Mantan Juara" ?? Karena apa ??

Hemm..
Kasih tau gak yah..kasih tau gak yah.. *dikeplak pembaca*

Jadi gini, menurut para ahli kosmetik , Gunung Tambora pernah menjadi gunung tertinggi di Indonesia dengan tinggi 4.300 meter yang berhasil menjadikannya sebagai raja nusantara mengalahkan gunung-gunung lain. Tetapi pada tahun 1815 yang tentunya gue belum lahir dan Fir'aun masih pake behel, Gunung Tambora mengalami penetrasi, dia mengalami ereksi yang berlebihan sehingga mengeluarkan cairan kental menggelegar (ini gue ngomongin apa yah?)

Back to Story, pada tahun 1815 Gunung Tambora mengalami letusan hebat yang mengakibatkan setengah dari ketinggiannya hilang dan banyak sekali kejadian buruk. Bukan hanya di daerah sekitar Gunung Tambora, tetapi efek-nya terasa hingga seluruh Indonesia bahkan Dunia !!

Letusan pada tahun 1815 adalah letusan gunung api paling besar di dunia (bayangkan, 4 kali lebih besar dari letusan Gunung Krakatau !! 4 kali, Man !!). Suara letusannya terdengar hingga telinga orang Padang, Palembang, Medan dan Aceh. Yah, suara letusannya terdengar hingga Sumatera yang jaraknya 2.000 km lebih dari asal gunung. Menewaskan hingga 71.000 jiwa, mengubur tiga kerajaan besar di Sumbawa, dan mengubur hidup-hidup langsung 12.000 orang jiwa, dan banyak meninggalkan benda-benda bersejarah didalamnya !! Serem banget kan !!

Spoiler for Foto sebelum muncak:


Lebih dari itu, gara-gara si Tambora meletus, iklim di dunia pun seketika berubah karena penyebaran Abu Vulkanik-nya yang tersebar hingga Benua Eropa dan Amerika. Mengakibatkan setahun berikutnya (pada tahun 1816) disebut sebagai tahun tanpa musim panas. Dan otomatis, membuat gagal panen dan kematian ternak terbesar yang mengakibatkan banyak kasus kelaparan terburuk sepanjang sejarah pada abad ke-19 !! Kebayang kaya apa suasana-nya waktu itu? Ngeri banget gue. Waspadalah !!! Waspadalah !!! *nulis ampe kencing di celana*

Setelah gue cerita tentang sejarahnya biar lo nyadar betapa sulitnya usaha gue buat muncak di Gunung Tambora. Sekarang giliran cerita koplak sekaligus mistis saat gue muncak. Here we go..

Berawal dari Desa Pancasila yang merupakan pintu masuk menuju Gunung Tambora, Kita menyewa ojek untuk menuju portal Gunung Tambora, ojek bukan sembarang ojek. Tapi ini ojek paling ** SENSOR ** yang pernah gue tunggangi. Track yang gue lalui dengan ojek adalah track lumpur yang basah sehabis diguyur hujan, track yang panjang dan jalan licin yang naik turun serong kiri serong kanan yang sering kali bikin jantung kita hampir copot, untung gue iket kenceng tuh jantung #eyakaleee.

Spoiler for Ojek Race, Gan !!:


Tepat di bawah gunung sebelum naik, lo bakal lihat Kampung Bali dan seonggok Pura Hindu milik mereka, uniknya Pura ini adalah (konon) satu-satunya Pura yang berada di tengah hutan belantara. Walaupun di tengah hutan, Pura ini bersih dan rapi banget. Malah kalo pas siang hari Pura ini bakalan berkali-kali lipat keren-nya karena diterangi sinar matahari yang terselip-selip oleh pepohonan di hutan. Amazing !!

Spoiler for Pura Kampung Bali:


Usai melongo dan foto-foto depan Pura, akhirnya dengan tekad dan nekat, gue melanjutkan berjalan kaki menuju Puncak Gunung Tambora !!

Lintah I Love You !!

Sebelum bercerita, mari gue perkenalkan tokoh-tokoh utama dalam ekspedisi mendaki Gunung Tambora kali ini, adalah :

Bang Diki : Pemuda asal Jakarta berumur 27 tahun ini (kalo gak salah) memiliki pengalaman banyak dalam hal daki-mendaki gunung, Ciremai, Rinjani dan Pangrango adalah sebagian gunung yang pernah dinaiki oleh Bang Diki, tapi masalah Gunung Kembar gue tetep jagonya !! MUAHAHAHA..

Kak Nora : Wanita bertubuh mungil dari Jakarta ini gak kalah jago dalam hal mendaki gunung. Kak Nora juga termasuk anak pecinta alam dikampusnya terdahulu. Gunung yang pernah dia daki diantaranya adalah Gunung Kinabalu di Malaysia. Keren !!

Mbak Sophie : Wanita tangguh asal Lombok yang menjadi pendamping kami selama meng-explore NTB, memang tak perlu lagi diragukan kredibilitasnya dalam mendaki gunung. Mbak Sophie juga adalah salah satu guide tangguh Gunung Rinjani.

Bang Wawan : Sahabat sekaligus porter yang kami bawa untuk menunjukan dan mengantarkan kami dalam ekspedisi Gunung Tambora. Selain sudah hafal jalan, Bang Wawan juga ternyata bisa merasakan dan melihat makhluk halus. Yang lebih gokil lagi, dia muncak cuma pake sendal jepit swallow. Shit Man !!

Mang Daung : Supir kita selama meng-explore NTB, dulunya dia adalah preman di Jakarta. Setelah tobat karena lihat kucing kimpoi, Mang Daung gue paksa naik gunung dengan perkataan gue "Gak ada lo gak rame.." akhirnya Mang Daung ikut bersama kami secara terpaksa. HUAHAHA..

Dan terakhir adalah,

Gue Sendiri : Pemuda bodoh dari Bandung yang salah kostum buat naik gunung. Gak pernah sekalipun naik gunung kecuali Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Kembar. Sekian !!

And story begin..

Melanjutkan perjalanan gue dari portal pertama Gunung Tambora, kita ber-enam (Gue, Bang Diki, Kak Nora, Mbak Sophie, Mang Daung dan Bang Wawan) berjalan penuh dengan semangat membara. Sepanjang jalan kami sering bercanda, ngelawak, nyanyi-nyanyi hingga saling lempar tai luwak.

Spoiler for Tai Luwak:


Perjalanan dari portal menuju pos 1 gak terlalu berat medan-nya. Hanya jalan tanah setapak dengan ladang-ladang kopi milik warga. Tingkat kecuraman jalannya pun gak terlalu menyulitkan, ada sih sekali-kali jalan yang nanjak dan licin, tapi itu gak terlalu menyulitkan gue yang baru pertama kali naik gunung.

Sepanjang jalan dari portal menuju pos 1 lo bakal lihat ada pipa paralon yang menjadi media untuk mengalirkan air dari gunung menuju perkampungan warga dibawah. Gue pengen iseng sih lepasin tuh pipa, cuma gue takut dibakar hidup-hidup sama warga.

Jalan kaki selama 3 jam, akhirnya kita sampai di pos 1 yang udah mulai kerasa banget hutannya. Di pos 1 ini kita bakal disambut dengan runtuhan pohon yang menjulang, biasanya dipakai buat tempat beristirahat para pendaki. Di Pos 1 juga ada mata air yang lumayan bersih air-nya. Buat pendaki yang sudah kehabisan bekal air, gue rekomendasiin ambillah banyak-banyak air disini. Soalnya, percaya sama gue, diatas gak ada warung atau alfamart yang jual Aqua botol.

Selesai istirahat sebentar dan makan cemilan secara bar-bar, kita melanjutkan perjalanan menuju pos 2 yang akan ditempuh dengan rata-rata waktu adalah 3 jam dengan kecepatan 20 km/jam dan tekanan udara 13,5 mili ditambah shock breaker off-road. (Gue ngomongin apaan yah?)

Perjalanan dari pos 1 menuju pos 2, hutan belantara dan hujan rintik-rintik menyambut kita. Gue yang salah kostum dan tanpa persiapan yang matang untuk naik gunung secara otomatis basah kuyup, untunglah Mang Daung yang gak kalah bodoh dari gue pun sama-sama lepek kebasahan karena gak bawa rain coat.

Selain hutan belantara dan hujan yang mulai turun deras, kita ber-enam pun direpotkan dengan mulai munculnya makhluk penghisap darah bernama lintah, atau yang orang sini sering menyebutnya pacek. Jakarta kalo udah jam pulang kantor juga suka pacek yah ?? MACET DIS, bodoh !! -___-"

Setelah menoyor kepala sendiri, gue lanjut berjalan dengan penuh air yang menyerap di jaket dan jeritan jeritan mirip banci karena ternyata di kaki gue penuh dengan hewan melata bernama pacek. Sumpah !! Pacek nih bener-bener ngerepotin daripada hujan dan hutan yang sama-sama lebat. Karena hutan di Tambora adalah jenis hutan yang lembab, maka banyak sekali pacek yang menari-nari girang keluar dari sarang-nya, sesaat hujan turun.

Terhitung 2.378 pacek pernah nempel di kaki gue selama di perjalanan dari pos 1 menuju pos 2 (agak lebay sih, tapi bodo ah emang banyak banget kok) Berkali-kali gue harus berhenti jalan cuma buat ngusir pacek yang nempel di kaki. FYI, gue naik gunung cuma pake sendal gunung doang, gak pake sepokat gunung yang kalo lo tendangin ke kepala orang bisa bocor tujuh turunan tuh kepala. Saking tebel dan gede-nya tuh sepatu !!

Lanjutannya dibawah gan !!

Web : www.whateverbackpacker.blogspot.com
twitter : @takdos
0
13.4K
37
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan