Dance RealitaAvatar border
TS
Dance Realita
KEAGUNGAN TANPA BATAS GUNUNG RAUNG (Jalur Sumber Wringin)
Perjalanan darat kali ini terasa berbeda bagi saya. Diawali dari Ibukota hingga mencapai ujung timur Pantai Utara Jawa menjadikan sensasi tersendiri bagi petualanganku. Setelah dua puluh empat jam, tibalah bus yang membawa kami di Terminal Tawangalun Jember Jawa Timur. Dari sini masih ada sisa perjalanan untuk mencapai basecamp pendakian Gunung Raung. Naik angkot ke Terminal Arjasa dan berganti bus kota menuju arah Bondowoso adalah salah satu pilihan yang bisa mengantarkan ke tempat yang saya tuju. Sebelum mencapai Kota Bondowoso, kami turun di Pertigaan Gardu Atak dan menyewa ojek untuk mencapai lereng utara tepatnya di Desa Sumber Wringin Kecamatan Sumber Wringin Bondowoso. Tiga jam kemudian, tepatnya pukul sembilan malam, kami tiba di sekretariat pendakian Gunung Raung. Beberapa pemuda dan seorang ibu menyambut hangat kedatangan kami. Jiwa persahabatan dan senyum khas mereka menghilangkan sejenak rasa lelah yang menghinggapi selama perjalanan. Menginap di pesanggrahan yang berada satu lokasi dengan basecamp membuat kami ingin segera melepas kantuk yang tak tertahankan.

Esok pagi, saat embun masih menggayut di pucuk dedaunan, kami sudah terjaga, tak terkecuali Ibu endang sang pemilik penginapan dengan penuh semangat menyiapkan hidangan pagi khas pegunungan. Sesaat kemudian kami sudah siap mendaki. Target awal adalah mencapai Pondok Montor/Pinus. Kami sengaja menyewa colt sayur untuk menuju pos tersebut. Jarak tempuh sejauh 8 km dengan melewati bebatuan selebar tiga meter dihiasi pemandangan kanan dan kiri Pohon Pinus, Dadap, Damar serta beberapa jenih tanaman perdu nan hijau yang membius sekejap pandangan mata selama satu jam.

Lepas Pos Pondok Montor, pendakian sesungguhnya benar dimulai. Bayangan tantangan berat untuk mencapai pos berikutnya mulai terasa. Diawali masuk perkebunan kopi dan hutan pinus sepanjang 2,5 km membawa kami menuju Simpang Sesat. Belok ke kanan menuju G. Raung dan belok kiri menuju Gunung Suket. Di persimpangan ini sering menyesatkan para pendaki karena jalur menuju Gunung Suket sangat lebar, sedangkan menuju Gunung Raung sangat sempit. Tidak ada petunjuk jelas di titik ini. Jalan tembus dari Gunung Suket ke Gunung Raung pun sangat susah ditemukan, yang ada hanyalah jurang yang menganga. Berjalan mengitari hutan lebat meliak-liuk bagai roller coaster tiada henti terkadang sedikit meredupkan semangat juang kami. Beruntung, jalur landai dengan elevasi kurang dari 30 derajat memompa keinginan untuk terus naik, sehingga pergerakan stabil membawa kami ke Pos Pondok Sumur saat siang mulai meninggi.

Selanjutnya menuju ketinggian 2215m dpl, penduduk sekitar menamainya sebagai pos Pondok Tonyok. Dari sini medan pendakian mulai sulit, kemiringan lereng semakin curam dan beberapa titik jalur tertutup semak belukar. Baru sekitar sore hari kami tiba di Pos Pondok Demit. Beristirahat sejenak dalam kabut yang mulai turun ke permukaan memaksa kami tak berlama-lama di sekitar sini. Pendakian pun dilanjutkan, targetnya adalah Pos pondok Mayit. Walaupun gelap mulai merayap, rimbun daun, pohon besar dan perdu berbunga yang di pagari pinus di sisi barat masih bisa terlihat oleh mata saya. Sedangkan perpaduan medan tanah padat dan lembek yang sebelumnya menghiasi jalur yang saya lalui tetap saja mendominasi sampai ketinggian dimana saya berpijak. Dua jam berlalu sampailah di Pos Pondok Mayit. Kami memutuskan berkemah di sisni, karena cuaca yang tak lagi bersahabat. Satu tenda dengan sebuah flysheet yang terpasang di sisi depan membuat kami merasa nyaman saat tetes hujan mulai besar terasa. Agenda selanjutnya adalah mempersiapkan makanan dan minuman panas sebagai penghantar tidur. Satu persatu makanan yang sudah siap kami lahap tanpa sisa, setelah di rasa cukup, saya dan beberapa teman langsung tertidur pulas dalam balutan alam Raung.

Saat seperempat malam menjelang, sebenarnya masih ingin terlelap. Tapi saya dan kawan-kawan segera bangun dan berangkat menuju Puncak Raung. Berjalan dalam hitam pekatnya langit, suhu ekstrim dini hari, atau jalur dengan tingkat kesulitan tinggi membuat pendakian menjadi lambat. Sebentar-bentar berhenti, demi menyeimbangkan kedua kaki sejenak yg mulai bergetar. Setelah 90 menit melangkah, sampailah kami di Pos Pondok Angin. Dinamakan begitu karena di sekitar lokasi ini sering di hantam badai yang muncul pada bulan-bulan tertentu. Pos ini merupakan dataran terakhir sebelum melakukan summit attack.

Semakin bergerak ke atas, lambat laun batas hutan sudah terlewati, pepohonan mulai digantikan perdu yang tak lebih tinggi dari tubuh manusia. Tak seberapa jauh berjalan, kami berada di alam terbuka, tanpa ada satu batang pohon kecilpun yang dapat menahan hembusan angin dan kabut. Land skape atap puncak raung semakin terlihat nyata, kala sang surya mulai sedikit membagi sinarnya. Pada sebuah titik ketinggian yang kami lalui, Dua gunung berdiri tegak Semeru dan Argopuro mengingatkan akan kerinduan beberapa tahun lalu ketika saya mendaki gunung tersebut.
Sedikit ke atas, saya menjumpai batu prasasti in memoriam atas nama Deden Hidayat, pria kelahiran Bandung. Sejenak kami berikan untaian doa dan salam penghotmatan kepada almarhum. Makin mendekati puncak jalanan didominasi kerikil berpasir dan bebatuan vulkanik dari sisa lava yang mengeras. Media ini cukup aman untuk diinjak, hanya diperlukan kehati-hatian extra agar tidak terpeleset karena tiadanya pepohonan untuk berpegangan, terpeleset berarti jatuh ke jurang.

Sekitar 30 menit berjalan menanjak melewati jalur sempit 15 cm , akhirnya tersibaklah Puncak Gunung Raung yang begitu spektakuler. Pemandangan istimewa yang disajikan begitu menggoda. Kaldera raksasa berbentuk elips berdiameter 1.750 x 2.250 m yang di pagari dinding dan puncak-puncak kecil yang meruncing memaksa ke dua indra penglihatan saya bergerak sepanjang 360 derajat. Asap pekat keputih-putihan tampak terus mengepul dari salah satu kawah tua yang seakan menyapa dan menghipnotis bagi setiap pendaki yang singgah di sini. Tepat di bibir kawah dimana saya berdiri terdeteksi jelas Puncak Pyramid (S 887, 3332 m dpl) yang merupakan potongan dari puncak lama 3500 m dpl dengan posisi menjorok ke tengah kawah. Dari sisi timur dan barat juga terlihat gagah Pegunungan Hyang, Gunug Suket dan Ijen. Sungguh luar biasa bentang alam yang di sajikan, Meskipun tidak dapat menyentuh seutuhnya, saya selalu merasakan keterikatan batin ketika sampai di puncak gunung; senang karena berhasil mengalahkan diri sendiri dan merasa kecil.

Sejam kemudian, kami kembali turun ke tempat berkemah. Packing, istirahat sejenak diselingi makan mie lengkap dengan telur rebus cukup menambah energi untuk persiapan turun. Saat matahari mulai meninggi kami sudah bersiap kembali ke perkampungan. Kabut tebal datang silih berganti menemani dalam menuruni lereng Gunung Raung. Di suatu titik pada ketinggian 2.400 m hujan deras mulai datang. Keadaan menjadi semakin berat, karena jalur menjadi licin. Beberapa kali saya dan kawan terpeleset dibuatnya. Rasa jenuh dan bosan sudah sangat terasa, tak nampak lagi celotehan yang biasa kami lakukan. Akhirnya saat petang tiba, kami sudah tiba di Pos Pondok Montor. Dan berikutnya naik pick-up selama satu jam untuk mencapai basecamp.

Spoiler for Perincian Biaya Perjalanan tanggal 21-26/04/2011:
0
18.1K
111
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan