Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cyber.police707Avatar border
TS
cyber.police707
Kompromi Pendakwah dengan Kebudayaan
Menyampaikan kebenaran menjadi salah satu misi penting dalam ajaran Islam, meski dalam keadaan sulit dan pahit sekalipun. Kemudahan akses informasi kini dimanfaatkan sebagai sarana menjalankan misi tersebut. Akibatnya, semua orang dengan mudah menyerap sekaligus menyampaikan berbagai kebenaran yang diyakininya, sehingga tak jarang justru membawa kepada kehancuran tatanan sosial dan berbagai mafsadah (kerusakan) dalam kehidupan. Ketika kebenaran dikuasai seseorang atau golongan, mereka akan merasa berhak untuk menyampaikan dengan sesukanya, menghakimi dan menghukumi sebebasnya tanpa meninjau konteks dan perjalanan kompleks sejarah, serta hal-hal lain yang semestinya menjadi bahan kajian sebelum disampaikan.

Ada hal yang para pendakwah melewatkannya, yaitu soal pemahaman bahwa manusia merupakan makhluk berbudaya. Tidak bisa dipisahkan antara manusia dan budaya, manusia hidup menghasilkan budaya dan budaya menjadi acuan nilai kehidupan manusia. Menurut seorang Budayawan, Ngatawi Al-Zastrouw dalam bukunya yang berjudul Muhasabah Kebangsaan, menyebutkan bahwa secara konseptual, kebudayaan merupakan pertautan dari tiga unsur, yaitu: logika, etika dan estetika. Logika terkait dengan akal dan pikiran yang melahirkan konsep, teori, ilmu pengetahuan, teknologi dan sejenisnya. Etika terkait dengan martabat kemanusiaan yang melahirkan moral, nilai dan norma. Estetika terkait dengan rasa dan keindahan yang melahirkan berbagai karya seni. Ketiga unsur tersebut bersifat komulatif, bukan alternatif. 

Kemajuan sains sebagai produk logika, tanpa dibarengi dengan etika dan estetika maka akan mengancam kemanusiaan. Etika tanpa logika dan estetika hanya akan menghasilkan kekakuan sehingga menciptakan manusia yang keras dan eksklusif. Estetika tanpa logika dan etika hanya akan menghasilkan produk karya yang binal dan liar yang bisa menggerus nilai-nilai kemanusiaan. Inilah yang menjadi pembeda, antara manusia dan makhluk lain. Sehingga, pendekatan kebudayaan menjadi kunci keberhasilan misi penyampaian kebenaran Islam.  




Dahwah dan budaya


Islam sesungguhnya berarti damai, di mana kedamaian merupakan dambaan semua manusia. Agama pun menganjurkan untuk menyebarluaskan kedamaian. Sederhana saja misalnya, mengucapkan salam kepada setiap manusia adalah upaya untuk menebar keramahan. Senapas dengan ungkapan masyhur di tataran kebudayaan lokal sunda yang kemudian dijadikan sebuah tata karakter kedaerahan, yaitu silih asah, silih asih, silih asuh. Sebagaimana substansi islam ialah untuk keselamatan, ungkapan tersebut sebagai produk kebudayaan yang mengandung nilai keislaman yang sangat luhur. Begitu bijaksananya para leluhur Nusantara, sehingga mampu mereduksikan esensi agama menjadi karya sastra yang serat akan makna. Tercermin bahwa Islam begitu ramah dalam membangun budaya, bukan justru mendestruksinya. Hal tersebut memerlukan pemahaman substansi Islam secara matang berdasar pada berbagai khazanah dan sudut pandang.

Jurnalis asal Australia, Sadand Dhume (2009), mengakui keramahan muslim di Indonesia. Menurutnya, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang berpenduduk mayoritas muslim dan bisa menerima perbedaan dengan baik, termasuk perbedaan keyakinan. Islam di Indonesia begitu ramah, karena cenderung mencocokkan diri dengan kebudayaan setempat. Bukti sederhananya ialah, banyak yang menyebut dirinya seorang muslim, namun bisa menamai anak-anaknya dengan nama Wisnu, Sita, Bima  dan sebagainya sebagaimana nama-nama pada cerita pewayangan Hindu dan Mahabarata.

Wali-wali Nusantara melakukan hal yang serupa dalam dakwahnya, yaitu mendakwahkan islam secara ramah dan mengemas substansi Islam dengan kebudayaan. Wayang, sebagai media dakwah Sunan Kalijaga. Proses pertautan antara Logika, Etika dan Estetika berhasil dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Produk yang dihasilkan bukan hanya sebuah karya seni, melainkan mampu menembus hati dan jantung kebudayaan masyarakat. Tanpa ada paksaan, nilai-nilai ajaran Islam mampu diinternalisasi kepada masyarakat sehingga memiliki impact yang baik dari segi kognitif, afektif bahkan psikomotorik. Kembali lagi, bahwa hal tersebut tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya kematangan seorang pendakwah.



0
523
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan