kabutpekatAvatar border
TS
kabutpekat
Kasihan, Yayasan Sosial di Surabaya Jadi Korban Peradilan Janggal


Nasib malang menimpa Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera, sebuah yayasan sosial di Surabaya. Tanpa mereka ketahui, aset lahan yang selama bertahun-tahun telah dikuasai di Puncak Permai Utara III, Kawasan Darmo Permai, Surabaya tiba-tiba dieksekusi Pengadilan Negeri Surabaya. Katanya, tanah tersebut milik Mulya Hadi, ahli waris pemilik tanah sebenarnya.

Tentu yayasan tak bisa melawan juru sita pengadilan. Apalagi pengurus yayasan adalah orang-orang yang sudah lansia. Yayasan yang mereka pupuk bertahun-tahun sudah surut digerus zaman. Tinggal sisa-sisa aset yang bisa menopang kegiatan sehari-hari. Dengan menyewakan lahan yang mereka punya.

Begitu pun di lahan tersebut, saat dieksekusi juru sita PN Surabaya, masih disewa PT Wijaya Karya (Wika) yang sedang mengerjakan pembangunan apartemen di lahan sebelahnya. Terpaksalah Wika harus memindahkan barang-barangnya. Masih beruntung kalau Wika tidak menuntut ke pihak yayasan karena terusir sebelum waktu kontraknya habis. Walaupun pengadilan yang mengusir. Lebih tepatnya ahli waris yang mengklaim lahan tersebut.

Eksekusi lahan di situ bisa dibilang dadakan. Pihak yayasan tidak tahu kalau lahannya seluas 3.150 meter persegi itu digugat pihak lain. Proses peradilan tidak pernah diikuti pihak yayasan sampai hakim menjatuhkan vonis. Tak ada surat pemberitahuan dari pengadilan, surat undangan sidang, SMS, WhatApp, email, atau pesan apapun yang diterima pengurus dari PN Surabaya.

Padahal, kalau sekadar cuma pengin tahu alamat dan nomor telepon Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera, tinggal search namanya di Google atau cek Google Map pasti ketemu dan bisa didatangi langsung. Kalau ada alasan pengadilan sudah mengirim surat, entah sampai atau tidak, tentu tidak dapat diterima akal sehat.

Kelihatannya, memang ada indikasi proses peradilan gugatan Mulya Hadi melawan Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera sengaja dibuat verstek alias tidak dihadiri oleh tergugat. Bagaimana yayasan bisa membela diri kalau bukti-bukti kepemilikan lahan yang sah tidak pernah dihadirkan di pengadilan? Padahal pihak Yayasan menguasai lahan tersebut dengan memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang sudah disahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) bahkan sudah diperpanjang. Artinya, tidak ada masalah administrasi dalam proses penguasaan lahan tersebut.

Kejanggalan lain adalah cepatnya proses peradilan berlangsung. Kalau dicek di Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Surabaya, peradilan kasus ini hanya berlangsung 28 hari. Sidang pertama 13 April 2021, vonis hakim 11 Mei 2021. Hanya 5 kali tahapan dari sidang pertama, mediasi, pembacaan gugatan, bukti surat dari turut tergugat (BPN Surabaya), dan pembacaan putusan. Luar biasa! Rajin sekali bapak-bapak hakim kita. Tapi, tidak terlihat upaya menghadirkan pihak yayasan yang merupakan tergugat, pihak paling dirugikan dalam kasus ini. Penundaan sidang paling enggak sekali gitu kek. Kalau nggak hadir lagi baru dilanjut proses berikutnya. Tidak ada!

Tapi nggak usah kaget. Mau tahu siapa hakim yang memimpin sidang ini? Yang Mulia Hakim Itong Isnaeni Hidayat. Hakim PN Surabaya yang sekarang sedang menghadapi jerat kasus dugaan korupsi karena suap penanganan kasus pembubaran PT Soyu Giri Primedia (SGP). 

Tidak hanya hakimnya yang Itong Isnaeni Hidayat, paniteranya pun Hamdan. Panitera yang sama dalam kasus suap yang menyerat hakim Itong. Keduanya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) sehari menjelang pembacaan putusan sidang gugatan pembubaran PT SGP. Sedap bukan? 

Jadi, bisa dibilang proses persidangan kasus tanah Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera triple janggal dan patut ditinjau ulang. Pertama, pihak yayasan tidak pernah tahu tanahnya digugat bahkan sampai mau eksekusi lahan. Kedua, proses persidangan super singkat kayak diburu-buru anjing. Ketiga, ditangani duet maut tersangka koruptor hakim Itong Isnaeni Hidayat dan panitera Hamdan sehingga indikasi ada permainan semakin besar.

Apakah hakim dan panitera tersebut bekerja sendiri menjalankan peradilan yang janggal? Tentu tidak. Pastinya ada pihak-pihak yang membutuhkan tangan-tangan Tuhan itu untuk membantu rekayasa pengadilan. Lihat saja siapa profil penggugatnya. Mulya Hadi selain menggugat lahan milik Yayasan Cahaya Hidup Sejahtera, juga sedang mengugat lahan di sebelahnya yang luasnya lebih dari dua kali lipat yakni 6.850 meter persegi. Tentu dia butuh semacam yurisprudensi untuk memenangkan kasus yang lebih besar makanya kasus di lahan yayasan harus diputuskan sesegera mungkin kalau perlu incracht tanpa sepengetahuan pemilik tanah.

Skenario seperti itu terbaca sekali dari pernyataan pengacara Mulya Hadi saat melakukan eksekusi lahan milik Yayasan. Perasaan pengacara ini seorang aktivis sosial LSM global dan sering pamer aktivitas sosialnya, tapi kenapa tega juga ya sama kakek-kakek pemilik Yayasan. Money talks! Mafia? Entahlah. Kalian bisa menilai sendiri.

Kalau sampai ada yang tidak melihat kejanggalan kasus ini, segera periksa ke Rumah Sakit Jiwa terdekat deh. Jangan-jangan ada kelainan hati atau otak Anda. Sepakat kan ada kejanggalan di kasus gugatan Mulya Hadi melawan Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera?

Saking kasihannya, kakek-kakek para pengurus yayasan itu pun tidak bisa melawan balik. Ibarat dihadang di tikungan, ada saat mereka hanya diam termangu melihat lahannya diambil orang. Mereka belum punya pembela, advokat, atau kuasa hukum yang bisa memandu perlawanan. Sementara kasus sudah incracht sehingga pengadilan bisa mengeksekusi.

Putus asa pada akhirnya. Sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Bahkan tak berpikir untuk melawan sampai kasasi di Mahkamah Agung. Baru belakangan mereka sadar, masih ada peluang menghentikan kezaliman itu lewat Peninjauan Kembali (PK). Baru pada 21 April 2022 atau hampir setahun setelah putusan hakim mereka mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Mungkin inilah jalan Tuhan, upaya terakhir yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan keadilan.

Tapi apakah mungkin kalah di pengadilan negeri bisa menang di Peninjauan Kembali? Mungkin saja kalau pihak yayasan bisa menghadirkan novum baru yang menguatkan kepemilikan lahan mereka atau yang bisa membatalkan gugatan Mulya Hadi. Banyak kasus hakim agung memenangkan perkara PK meskipun sebelumnya kalah di pengadilan negeri atau pengadilan tinggi.

Hakim Agung di MA juga punya kuasa bisa menilai ulang kasus tersebut secara mandiri kalau memang ditemukan bukti-bukti adanya kejanggalan. Kejanggalan yang sangat terbuka seharusnya sudah cukup membuat Hakim Agung yang menangani akan menilai ulang kasus ini. Apalagi pengadilan sedang disorot besar-besaran dengan adanya kasus dugaan korupsi duet maut Hakim Itong Isnaeni Hidayat dan panitera Hamdan.

Harapan kita hanya kepada hakim agung di Mahkamah Agung untuk mengembalikan supremasi hukum tegak kembali. Ingatlah nasib kakek-kakek Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera yang tinggal menunggu sisa hidupnya untuk tetap bahagia.


Photo by Kindel Media via Pexels.com 
Diubah oleh kabutpekat 14-09-2022 04:40
azhuramasdaAvatar border
azhuramasda memberi reputasi
1
286
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan