Pernah ada yang bilang, belum lengkap ke Manado kalau belum merasakan 3B (Bubur, Bunaken, Bibir).
senja di Boulevard
Maksudnya Bubur Manado (tinutuan), snorkling di Bunaken dan bibir Manado yang dalam analoginya adalah paras rupa orang Manado yang cantik dan ganteng, bukan bibir untuk dicium loh yaaaa, hehehehe.
Namun buat ane yang pernah hampir 3 tahun tinggal di Manado (medio 2011-2013), ane kudu menambahkan
“B”yang lain yaitu
BAIK HATI. Kenapa harus baik hati? Ane bakal cerita lengkap pengalaman ane berikut ini selama tinggal di bumi Kawanua. Betapa orang Manado sungguh baik hatinya dan menorehkan kesan yang amat dalam di hidup ane.
Quote:
Menyapa ketika berpapasan
Kenal maupun tidak kenal, orang Manado selalu melempar senyum bahkan terkadang menyapa ketika berpapasan. Contohnya ketika melewati rumah tetangga yang pemiliknya sedang ada di teras, mereka menyapa dengan sapaan, “SELAMAT PAGI,” awalnya kami yang anak rantau agak kagok, namun lama-lama terbiasa.
Pernah juga berpapasan dengan sepasang kakek nenek di pinggir jalan, walaupun tidak kenal, dengan senyumnya yang ramah, mereka menyapa loh. “Selamat pagi, nona” begitu katanya. Hemmm adem banget yaaa.
Quote:
Ngana cuma punya piring so bisa hidup di Manado.
Artinya, kamu hanya punya piring saja sudah bisa hidup di Manado. Begitu yang dikatakan ibu kost ane, Oma Nona ane memanggilnya. Awalnya hanya bisa mengerenyitkan dahi, tapi memang begitu kenyataannya. Oma Nona suka sering didatangi saudara jauh atau tetangga, mereka datang untuk meminta makan di rumah Oma Nona. Sering juga kami diberi diberi makanan dan sahur gratis kalau tidak sempat memasak.
Sering juga tetangga kost mengajak kami yang anak rantau ikut makan ketika mereka selesai ibadah atau sedang perayaan ulang tahun. Nggak sekedar ngajak, bahkan pintu kamar kami diketok untuk diajak makan.
Quote:
Peduli dengan orang lain
ibu-ibu di kantor ane
Orang Manado menurut ane sangat lembut hatinya dan pemaaf. Pernah ada kejadian pencurian uang di kantor, sang pencuri ketahuan, namun yang uangnya hilang, mau memaafkan. “Biar jo, mungkin dorang lebih butuh doi” (Biar saja ngak apa-apa, mungkin dia lebih butuh uang)
Sering juga ane pulang kerja tengah malam dan di tim ane (di kantor kedua), ane cewek sendiri. Mereka selalu memastikan ane ada yang anter sampai ke rumah kalau nggak bawa kendaraan sendiri.
Kejadian lain yang ane alami ketika sehari nggak masuk kantor karena sakit, beberapa ibu-ibu kantor menanyakan ane kenapa nggak masuk, dan dengan sigap kirim makanan. Pun ketika ane mau pindah kota, malamnya ada orang kantor datang untuk membantu packing dan besoknya mengantar ane ke bandara. Nggak salah kalau dibilang torang samua basudara.
Quote:
Toleransi tingkat tinggi
Terbiasa menjadi agama mayoritas, ane belajar menjadi minoritas yang baik di Manado. Kalau ada acara Paskah atau Natal, ane nggak segan bantu-bantu dan jadi juru dokumentasi. Kalau ada acara halal bihalal di kantor pun, rekan-rekan kantor yang non muslim juga ikut datang memeriahkan bahkan mengikuti kajian sederhana dari ustad yang diundang. Oh iya kalau di Manado ustad disana sudah biasa menyapa Assalamuaikum diikuti Syalom.
Ketika ane puasa Ramadhan, yang non muslim sampai tidak berani makan atau minum di depan kami. Lalu pernah juga di masjid ketika Idul Adha, imamnya mendoakan gubernur yang turut menyumbang sapi. Iseng ane tanya ke sebelah ane yang ikut mendoakan, kenapa mau mendoakan yang non muslim. Jawaban dia sangat sederhana namun mengena, “Dia pemimpin kita, lagipula tidak ada yang salah dalam mendoakan sesama manusia”
Makanya ane suka sedih kalau dengar ada gereja yang dilarang didirikan di satu daerah atau perpecahan yang mengatasnamakan agama
Buat ane, surga di Manado adalah orang-orang Manado itu sendiri. Kebaikan hati mereka selalu ane ingat, selalu ane rindukan.
Sekian cerita dari ane yang pernah merantau di bumi nyiur melambai ini, kota yang ane anggap rumah kedua ane setelah kota kelahiran ane.
sumber gambar: pribadi