Sore ini kami bergegas untuk datang ke salah satu Meunasah (Mesjid) di Gampong Cot Iri. Ada undangan yang diberikan oleh seorang teman untuk berbuka puasa disana. Apakah ada perbedaan berbuka puasa di Aceh dan di daerah lainnya di Indonesia? Sebenarnya tidak ada, toh sama sama berbuka puasa. Hanya saja berbuka puasa bersama di Aceh merupakan tradisi yang berbeda dengan daerah lain di nusantara. Ada beberapa versi dalam menyiapkan penganan buka puasa bersama. Ada yang dimasak secara bersama-sama, biasanya jenis makanan yang dimasak adalah kuah beulangong. Kuah beulangong merupakan daging yang dimasak dengan rempah rempah khas Aceh dalam sebuah belanga besar. Setelah daging telah masak, maka akan dibagikan secara merata kepada setiap masyarakat yang hadir. Pembagian tidaklah melihat perbedaan suku bangsa atau besar kecilnya sumbangan yang diberikan. Kali ini kami akan berbuka puasa bersama dengan menu hidangan yang dibawa masing-masing masyrakat sekitar. Oleh karena itu kerap disebut dengan istilah menu hidang.

Terlihat halaman meunasah sudah ramai didatangi oleh masyarakat sekitar. Mereka membawa panci-panci besar yang dibungkus oleh kain. Sepertinya tetap ingin menjaga agar makanan tetap bersih dan memudahkan mereka untuk membawanya. Seperti adabnya masyarakat Aceh, mereka datang sembari mengangkat kedua tangan dan mengucapkan salam. Kemudian salam tersebut akan dibalas oleh penduduk yang telah dulu datang. Selanjutnya bersalaman dan bersilaturahmi. Kali ini teras meunasah juga telah dipasangi tikar, sepertinya akan ramai warga yang datang. Setiap warga yang datang akan membawa makanan dengan porsi yang lebih banyak dari kebutuhan kelompoknya. Biasanya makanan ini akan diberikan juga kepada fakir miskin dan tamu-tamu undangan lainnya. Tidak hanya itu saja, makanan juga biasanya akan saling ditukar dengan makanan yang dibawa oleh masyarakat lainnya.

Menjelang azan magrib berkumandang, terlihat warga yang datang mengambil air wudhu. Selepas azan magrib berkumandang, seorang cerdik cendikiawan yang dituakan membacakan doa sebelum makan. Setelahnya barulah masyarakat membatalkan puasa. Beberapa warga terlihat langsung menunaikan shalat magrib, sementara sebagian lagi melanjutkan menyantap hidangan yang tersedia.

Menjadi pembeda dalam berbuka puasa kali ini adalah kita dapat menikmati jenis-jenis makanan khas tradisional Aceh yang beragam. Tidak hanya beragam, bahkan beberapa menu makanan hanya akan muncul ketika bulan ramadhan saja. Seperti ketan yang dibakar dalam bambu, di hari hari biasa jarang sekali terlihat. Di Tebing Tinggi ketan ini kerap disebut dengan istilah lemang. Seperti Bubur Kanji, meskipun ada beberapa masyarakat yang menjualnya, tetapi tidaklah mudah untuk menemukannya di Banda Aceh selain pada bulan Ramadhan. Bubur kanji adalah bubur dari beras yang dicampur dengan bumbu rempah khas Aceh. Di menu makan hidang ini juga akan terlihat jenis-jenis makanan yang hanya akan muncul disaat ada pesta besar saja. Seperti masak daging bebek putih. Biasanya kari bebek berwarna coklat kemerahan, jika masak putih, maka daging bebek akan terlihat berwarna putih karena dilumuri bumbu berwarna putih.

Dalam tradisi buka puasa bersama di Meunasah, kita tidak dapat berlama-lama dalam menyantap makanan. Karena dengan proses yang cepat saja, fungsi meunasah akan kembali yaitu menjadi tempat shalat berjamaah. Tradisi ini menjadi penting di masa kehidupan modern seperti sekarang ini. Karena melalui tradisi buka bersama di meunasah, kita akan bertemu dan bersilaturahmi antar sesama penduduk gampong (desa). Karena dalam kehidupan sehari-hari akan sangat sulit sekali untuk bertemu. Tradisi buka bersama di meunasah sepertinya dihadiri oleh mayoritas kaum laki laki saja. Ayo ke Aceh dan nikmati tradisi-tradisi di bulan puasa yang berbeda.