Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

priadiaAvatar border
TS
priadia
Agan Pernah Keras kepada Cewek? BACA INI

HALO AGAN-AGAN
Ngobrolin cewek sama artinya ngobrolin perempuan. Setuju ya? Nah ngobrolin perempuan, so sama artinya kita obrolin tentang mereka yang sudah menjadi ibu kita, tentang mereka yang kelak jadi istri kita, mereka yang jadi ibu untuk anak-anak kita.

Jadi, bicara CEWEK itu obrolan sangat serius brooooo. Setuju lagi tidak?

So, dunia cewek gak melulu soal siapa dari mereka tercantik di dunia atau siapa yang paling populer di dunia. Meski mereka tidak cantik, atau tidak populer, tapi mereka bisa membawa dampak besar dalam status mereka sebagai cewek.

Ini salah satu ceritanya bro yang ane KUTIP dari SINI:
Menghabiskan masa remaja di kota kecil sekelas kabupaten, ada banyak potret kekerasan terekam di kepala saya. Tentang para suami yang menjadikan istri sebagai sasaran tinju dan tendangan, tak terkecuali anak yang menjadi pelampiasan kemarahan ayah dan ibunya sendiri. Itulah yang menjadi bagian pemandangan yang saya saksikan dari lingkungan yang tak jauh dari tempat saya tinggal. Di antaranya, maaf, memang dari kalangan berekonomi menengah ke bawah, dan dari sisi pendidikan lebih banyak berlatar belakang sekolah dasar, dengan S1 hingga S3 di era itu masih dapat dihitung dengan jari.

KASUS I
Spoiler for :

KASUS II

Spoiler for :

KASUS III
Spoiler for :


CATATAN
Itu hanya pengamatan dari lingkungan terdekat yang saya simak, setidaknya hingga masa-masa awal kuliah. Acap kali yang menjadi alasan kekerasan itu terjadi, dari kalangan lelaki karena mereka berpandangan, bahwa mereka adalah kepala rumah tangga di mana kekuasaan tertinggi berada di tangannya sendiri. Kemudian perempuan diposisikan sebagai sasaran perintah, tak memiliki hak untuk memerintah seperti halnya suami. Di sini kerap kali terjadi, istri pun tak merasa tak memiliki pilihan lain kecuali menaatinya.

Diperparah lagi karena persoalan pendidikan pun tidak mendukung, sehingga mereka hanya dapat mengikuti apa yang didiktekan oleh lingkungan. Kurangnya kepedulian pun tampaknya berpengaruh. Meski hanya di kota kecil, banyak yang terlihat berprinsip, beban mereka bukan beban kita.

Jadi tak ada cerita, akan ada yang turun tangan sekadar menanyakan, bagaimana keadaan mereka sebenarnya, apa masalah yang dihadapi, atau minimal; hari ini masih punya beras atau tidak? Selain itu, tak ada pihak yang dapat turun tangan merangkul mereka, setidaknya mengorganisasikannya untuk dapat memberikan suatu pendidikan kekeluargaan atau berwirausaha.

Akhirnya mereka hanya dapat hidup dengan insting. Di situ acap saya amati, kelelahan seorang ibu acap berujung pukulan kepada anak mereka sendiri, meski mungkin di hati terkecil mereka tak tega melakukannya. Selain juga dalam berbagi peran, keengganan sebagian suami dalam berbagi peran pun berdampak serius. Alhasil para suami kerap merasa superior dan berhak atas segalanya, sedangkan istri harus menanggung beban berat dan tak tahu harus dengan siapa dapat berbagi. Persoalan psikologis pun muncul. Dari sana, berbagai cerita demi cerita yang bisa lebih tragis dari drama thriller pun dapat terjadi. Mudah-mudahan, cerita itu bukanlah cerita kita, dan tidak terjadi dalam keluarga kita, dan tak pernah lagi terjadi pada keluarga siapa pun.

SUMBER : http://www.kompasiana.com/soefi/saat...b0bd3312e3e2ca
0
2.7K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan