lytte17Avatar border
TS
lytte17
Mantap! Petani Dusun dari Riau Ini Jadi Pembicara di COP22 Maroko, Kok Bisa?
Welcome back to my thread Agan dan Aganwati yang budiman. emoticon-Hai
Kata orang, Indonesia adalah negeri agraris, tapi miris ketika ane nemu berita ini…

Spoiler for Jumlah Petani di Indonesia:

Secara logika memang demikian adanya. Coba ane tanya Gan Sist misalnya, lulus kuliah mau kerja apa? Kalo ane sih belom pernah denger temen-temen mau kerja di pertanian (I mean literally bertani, menggarap tanah/kebun, bukan departemen pertanian alias PNS ya, hehe).

Padahal yang kita butuh untuk hidup adalah ketahanan sektor pangan. Apalagi sekarang bisnis UKM di bidang makanan dan minuman bak cendawan di musim hujan. Jadi mestinya sektor pertanian kita harus punya sumber daya manusia yang lebih banyak terutama kaum mudanya, supaya bisa memproduksi bahan baku yang berkualitas tinggi untuk industri makanan dan minuman di dalam negeri.

Nah bergeser sedikit ke topik lain yaitu COP22, yaitu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim yang berlangsung tanggal 7-18 November 2016.
Spoiler for COP22 Maroko:

Lalu apa hubungannya petani dengan konvensi global terkait perubahan iklim?
Spoiler for Suryono:

Lho, kok bisa petani dusun berbicara di forum global?

Menurut kabar yang beredar di internet, Suryono adalah petani asal Medan yang usianya saat ini 40 tahun, ia ikut program transmigrasi ke Riau pada tahun 2000, dan menetap di sana hingga saat ini bersama istri dan tiga anaknya.

Pada tahun 2000 sejak kedatangannya itu, Suryono membeli tanah seluas 4 hektar yang kemudian ditanami sawit. Bagi masyarakat Riau, menanam sawit adalah hal yang dianggap paling lumrah dan mudah dalam mendapatkan uang. Apalagi tanah di Riau merupakan jenis gambut yang memiliki kandungan asam tinggi, dan sawit menjadi tanaman budidaya yang paling ideal untuk lahan gambut.

Sebelum lanjut, TS mau menjelaskan dulu kenapa sawit kerap dituding sebagai tanaman perkebunan yang tidak ramah lingkungan.
Spoiler for Tanaman Sawit:

Seluruh warga yang dikenal Suryono bekerja di ladang sawit, sisanya berkebun karet, menjadi buruh di pabrik, atau menjadi nelayan. Hasil yang diperoleh dari sawit cukup lumayan Rp 2-3 juta per bulannya.

Lalu terjadi masalah pada tahun 2007-2008 terkait lahan sawitnya dan beberapa petani sawit lainnya, hingga dibentuklah kelompok Serikat Tani Riau, di mana Suryono menjadi ketuanya di tahun 2008. Serikat tani ini untuk memprotes ketidakadilan yang dirasakan warga terhadap korporasi yang mengklaim punya izin mengelola Hutan Tanaman Industri (HTI).

Di tahun 2008 itulah terjadi puncak dari sengketa tanah antara masyarakat dengan sebuah perusahaan pengelola HTI. Ini akibat dari ketidakjelasan batas wilayah antara lahan warga dengan lahan milik perusahaan. Suryono sebagai ketua Serikat Tani Riau kerap memimpin unjuk rasa terkait sengketa lahan ini. Memang, saat itu Suryono dikenal sebagai sosok yang mampu menghimpun, mengkomunikasikan serta menggerakkan para warga.

Lalu pada tahun 2011 konflik mereda setelah ditandatangani nota kesepahaman antara perusahaan dengan warga. Perusahaan akhirnya membebaskan seluas 770 hektar, dengan syarat hanya boleh dipergunakan untuk Tanaman Kehidupan. Di titik inilah, era sawit bagi Suryono mulai berakhir.

Sejak memutuskan beralih dari sawit ke hortikultura itu, Suryono membentuk Kelompok Tani Jaya. Kelompok Tani Jaya hingga saat ini mempunyai anggota sebanyak 18 orang yang seluruhnya bertani hortikultura.
Spoiler for Tanaman Hortikultura:

Pertanian hortikultura yang dilakukan Suryono baru mendapat perhatian pada tahun 2015. Ia dibantu program ekonomi kerakyatan Badan Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (BPPM) perusahaan pemilik Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Pemerintah Provinsi Riau. Program ekonomi kerakyatan yang ia terima meliputi pelatihan agroforestri (wanatani), akses ke permodalan, pemasaran produk hasil pertanian, ke koperasi perusahaan dan mendistribusikannya ke pasar tradisional setempat.

Tapi, perkara distribusi sayur masih belum tuntas.
Spoiler for Premanisme:

Sebelum Suryono sayuran ke pasar tradisional Riau, pasokan sayuran didatangkan dari Pekanbaru karena mindset warga setempat bahwa menanam sayuran dianggap tidak menguntungkan, mereka lebih nyaman dengan hasil instan dari menanam sawit. Sampai sekarang Suryono sudah berjualan sekitar satu tahun, dan banyak petani yang mulai mengikuti langkahnya meramaikan pasar untuk menjual sayuran.

Mari kita kembali ke topik awal mengapa Suryono bisa sampai ke Maroko.
Spoiler for Suryono di Maroko:

Semua pengalaman tersebut telah dipaparkan dari seorang petani dusun, dan didengar oleh para delegasi sekitar 200 negara di dunia.

Harapan ke depannya bagi Indonesia dan negara lainnya, akan lahir sosok-sosok petani seperti Suryono terutama kaum muda.
Melalui sumber daya manusia beserta inovasinya, yakin bahwa Indonesia bisa berjaya di sektor pangan dan menghadang gempuran produk-produk pangan impor.

Indonesia luar biasa. TS turut bangga dengan Pak Suryono ini, mengingatkan TS dengan Mbak Eni Lestari Andayani Adi. Itu lho, TKW asal Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang sukses jadi pemimpin International Migrant’s Aliance(IMA). Eni diundang berpidato dalam sesi pembukaan KTT PBB tentang Migran dan Pengungsi (High Level Summit on Migrant’s and Refugees) ke-71 di New York, Amerika Serikat, pada 19 September 2016.

Begitula ceritanya. Maaf Gan Sist trit ane kali ini agak panjang emoticon-Maaf Agan emoticon-Maaf Aganwati Cuma mau berbagi info aja emoticon-I Love Kaskus
Cuzz lah, share juga pendapat Gan Sist di mari ya… emoticon-I Love Indonesia
0
2.9K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan