Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ardisutrisnoAvatar border
TS
ardisutrisno
Divonis BPK Tak Wajar, SKK Migas Minta Pendapat Ikatan Akuntan
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menggandeng Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk menyikapi hasil audit laporan keuangannya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyebabnya, BPK memberikan opini "Tidak Wajar" terhadap laporan keuangan SKK Migas tahun 2015.



Deputi Pengendalian Keuangan SKK Migas Parulian Sihotang mengatakan, lembaganya sudah menerima hasil audit itu sebelum BPK menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2016 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (4/10) pekan lalu. Jadi, setelah menerima hasil tersebut, SKK Migas mengirimkan surat kepada IAI untuk meminta tanggapan pada 7 September lalu.

Pertimbangan SKK Migas melakukan langkah itu karena IAI yang mengeluarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) ---yang dipakai SKK Migas dalam menyusun laporan keuangannya. Apalagi, BPK juga menyoroti hasil laporan keuangan SKK Migas yang memakai SAK.

Padahal, menurut Parulian, SKK Migas menyajikan dua jenis laporan keuangan pada BPK, yakni laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Kedua jenis laporan itu sudah sesuai dengan kesepakatan antara BPK, Kementerian Keuangan, dan SKK Migas.

Dalam surat yang disampaikan kepada IAI, SKK Migas meminta pendapat mengenai imbalan pasca kerja dan tagihan piutang abandonment & site restoration (ASR) atau dana pasca tambang. Sebab, masalah ini yang menjadi salah satu sebab penilaian "Tidak Wajar" oleh BPK.

"SKK Migas meminta pendapat IAI tentang dua hal tersebut sehubungan dengan opini BPK," kata Parulian kepada Katadata, Jumat (14/10).

Menurut dia, SKK Migas akan mencantumkan ASR dalam neraca keuangan ketika dana dari kontraktor sudah diterima. Sedangkan jika kontraktor migas belum membayar, maka SKK Migas mencatatnya dalam informasi kegiatan hulu migas

Berdasarkan surat tersebut, IAI tengah mempelajari dan meminta data-data pendukung dari SKK Migas. Jadi, proses penelahaannya masih berjalan hingga saat ini. "Apakah ASR yang belum dilunasi oleh kontraktor kontrak kerja sama harus dicantumkan dalam laporan keuangan atau tidak, itu yang lagi kami minta tanggapannya," kata Parulian.

Di sisi lain, pihak IAI belum berkomentar mengenai masalah tersebut. Begitu juga dengan BPK. Hingga berita ini ditulis, Anggota VII BPK Achsanul Qosasi belum membalas pesan yang dikirimkan Katadata.

Sekadar informasi, BPK memberikan opini Tidak Wajar (TW) terhadap laporan keuangan SKK Migas tahun 2015. Padahal, selama 4 tahun berturut-turut sebelumnya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Ada dua hal yang menyebabkan BPK memberi opini tidak wajar kepada lembaga tersebut. Pertama, pengakuan kewajiban diestimasi atas imbalan pascakerja berupa Manfaat Penghargaan atas Pengabdian (MPAP), Masa Persiapan Pensiun (MPP), Imbalan Kesehatan Purna Karya (IKPK), dan Penghargaan Ulang Tahun Dinas (PUTD) per 31 Desember 2015 senilai Rp 1,02 triliun tidak disetujui oleh Kementerian Keuangan.

Hal ini terkait dengan tidak adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pegawai BP Migas pada 13 November 2012.

Kedua, SKK Migas belum menyajikan piutang Abandonment & Site Restoration (ASR) kepada 8 kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) minyak dan gas bumi senilai Rp 72,33 miliar. Padahal, kewajiban pencadangan ASR telah diatur dalam klausul perjanjian (Production Sharing Contract).

Sumber: Katadata
0
1.1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan