backpackermateAvatar border
TS
backpackermate
[Catper] Menapaki Gunung Artapela Bandung Berdua Bersama Istri

Meski cuaca tak bersahabat saat itu, hampir 5 menit sekali Mendung Hujan reda berkabut silih berganti,
tapi tetap kindahanNya tidak pernah pudar...


Mungkin masih sedikit asing memang ditelinga para pendaki tentang keberadaan gunung yang satu ini.
Artapela merupakan Gunung tropis yang tidak aktif yang berada di daerah Kertasari yang berbatasan dengan kecamatan Pangalengan Bandung Jawa Barat. Dengan ketinggian sekitar 2194 mdpl, gunung Artapela kini menjadi salah satu gunung baru yang mulai popular dan mulai banyak didaki oleh para pendaki Indonesia.

Sebenarnya sudah beberapa bulan terakhir ini kita sudah merencakanan untuk pergi ketempat ini, tapi karena terhambat waktu akhirnya tanggal 1 Oktober 2016 kemarinlah kita bisa kesana, maklum salah satu dari kita seorang pekerja yang hanya mempunyai 2 hari libur dalam 1 minggu, maka dari itu gunung ini cocok untuk liburan akhir pekan dan tanpa harus mengambil cuti.

Perjalanan dimulai jam 07:00 pagi dari Kopo Bandung Selatan, kita menggunakan motor melalui Balaendah – Ciparay, dari situ kita lanjutkan ke arah Pacet Sukapura jaraknya -+17 km dari Ciparay. Setelah sampai di Desa Sukapura, ada pertigaan menuju kampong Argasari, disanalah pos pendakian Artapela berada. Sesampai di pos pendakian -+Jam 09:00 ternyata disana juga ada rombongan dari Jakarta, dan kitapun mengisi formulir registrasi & perijinan, dengan Retribusi jasa lingkungan Rp. 5.000 /orang, parkir motor Rp. 10.000 permotor/malam. Setelah istirahat sebentar di Pos sekitar jam 09:30 kitapun mulai berangkat, sebelum pergi kitapun di beri pengarahan seperti masalah sampah, api unggun dan lain sebagainya.

Oh ya untuk jalur yang bisa kita lalui ini ada 2, melalui jalur Seven Field (kebun 7) dan melalui Datar Jamuju, bedanya jalur seven field ini lumayan menanjak hampir tidak ada bonus (kata seorang petugas), dan jalur Jamuju relatif lebih landai, kitapun memutuskan naik lewat Datar Jamuju dan turun lewat Seven Field.
Jangan khawatir masalah arah, meski minim patok/tanda petunjuk, kita bisa menanyakan kepada petani sekitar di sepanjang perjalanan, karena jalur pendakian ini hampir sepenuhnya melewati bukit-bukit perkebunan sayuran, baru kali ini kita mendaki tapi hampir tidak memasuki hutan. emoticon-Big Grin
Kalau masih takut tersesat / atau ngedaki nya malam bisa sewa porter/guide, katanya sudah tersedia jasa porter.

Spoiler for Disepanjang perjalanan kita disuguhkan oleh pemandangan perkebunan Petani yang menggarap lahan PTPN VIII:

Spoiler for Para Petani yang biasa mengangkut hasil kebun menggunakan motor:


Dijalan kita pun melewati rombongan dari Jakarta tadi yang sedang beristirahat, dan yang kita temuin hanya 1-2 pendaki saja yang sedang turun. Hampir disepanjang perjalanan tidak ada pohon untuk berteduh dari teriknya matahari atau hujan, yang ada hanya saung-saung petani yang bisa kita jadikan tempat peristirahatan sejenak. Oh iya disini banyak sekali wortel dan kentang baik yang dikebun atau yang berserakan dijalan, mungkin berjatuhan dari motor pengangkut hasil kebun. Karena tergiur kitapun meminta sedikit kentang dan wortel yang bersekaran dijalan itu kepada salah seorang petani, dan mereka sangat baik bahkan menawarkan yang lainnya, hehe
Ingat… jangan memetik sembarangan dan tanpa izin!
(Soalnya pas diatas puncak lumayan banyak juga sisa-sisa kentang & wortel.)

Ketika rasa lelah saat berjalan di tengah hujan dan kebun yang berada di ketinggian sembari ngemil wortel yang rasanya manis, wuih…nikmatnya seperti makan buah-buahan yang dari kulkas, seolah memberi kesegaran kembali. haha…

Spoiler for Tiba-tiba seekor Burung Elang...:

Ketika terdiam sesaat terjatuh dlm rasa lelah setelah naik turun melewati beberapa bukit perkebunan, dgn cuaca yg mendung hujan reda silih berganti dan menyaksikan kabut tipis diikuti kabut pekat dari kejauhan, tiba2 seekor burung elang terbang di pohon yg ia hinggapi yg tidak terlalu jauh dri tempat kita terdiam, tak ingin ku sia-siakan untuk mengabadikan moment ini dengan alat ala kadarnya, meski burung itu hampir masuk kedalam kabut.
Moment itu cukup membuat kita kembali bersemangat utk menanti apa yg akan alam dan sang pencipta suguhkan...


Sebelum sampe dipuncak kita sedikit memasuki area hutan, meski pepohonan disana sudah hampir rata di tebang oleh warga sekitar, terlihat juga tempat pemotongan kayu, menurut info kerusakan kawasan hutan lindung petak 39 telah mencapai puncaknya sejak 2015, berawal dari kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau kala itu bulan September 2015. Entah terbakar atau di bakar kondisinya semakin memprihatinkan.
Sekitar jam 13:00 kitapun sampai puncak dan disuguhkan kabut tebal, hujan dan badai angin, memaksa kita harus sesegara mungkin mendirikan tempat berlindung di dekat pepohonan, saat itu hampir tidak terlihat orang atau tenda lain, seolah-olah puncak itu hanya milik kita berdua. Hehe
Setelah itu kitapun mengisi perut dengan oatmeal, memasak mie instan dan tidak lupa membuat kopi untuk dinikmati ditengah cuaca seperti itu.

Setelah 30-60menitan badai itu berlalu, orang-orang mulai terlihat berdatangan, tak dikira akan sebanyak itu yang datang, mengingat perkataan petugas di pos yang mengatakan kalau kemarin itu yang mendaki hanya dua orang. Tidak mau ketinggalan tempat yang strategis untuk melihat sunrise & citylights, kitapun bergegas pindah tempat.


Sore hari setelah pindah tempat


Sore menjelang malam, berhubung cuaca tidak mendukung dengan kabut yang datang dan pergi hampir tiap beberapa menit sekali, saat itu kita habiskan di tenda, memasakpun hanya di vestibule saja.
Oatmeal pun dilahap, dan Kentang yang tadi dalam perjalanan minta ke petani kita goreng dengan sosis & cireng yang kita beli dipasar bawah, tentunya saos & mayonnaise sebagai pelengkap menjadi santapan kita dikala malam itu, sungguh nikmat rasanya.
Setelah itu kitapun bersantai sejenak didepan tenda menggelar matras, ditemani secangkir kopi dan susu menikmati keheningan malam dan memandang citylights yang selalu tertutup kabut yang membuat kita tidak puas dengan cuaca kala itu, akhirnya setelah beberapa menit tepat jam 21:00 kitapun bergegas tidur.

Jam 02:00 subuh saya terbangun dan melihat keluar, ternyata kabut sudah tidak ada, pemandangan citylights pun terlihat jelas dan hanya ada satu rombongan tenda di atas belakang tenda kita yang sedang asik pada bernyanyi diiringi suara gitar, Gila men bawa-bawa gitar ke atas gunung!
Karena saat malam kurang puas dengan cuaca, akhirnya sayapun menggelar matrass di depan tenda sembari menunggu matahari terbit (meski masih lama hehe)


Pemandangan Citylights dari tenda kami


Saat menikmati citylights dgn secangkir kopi dan sebatang rokok, dari kejauhan salah satu gunung tampak menyala, terpancar warna merah seperti bara api yg mengepulkan cahaya keatas, dalam hati kubertanya-tanya
"wahh apakah itu...?"
menurut salah satu warga sekitar, kepulan cahaya merah seperti bara api itu berasal dari kawah gunung papandayan…
Benarkah? entahlah...


Tidak lama kemudian ada 2 orang yang seperti sedang berpatroli melewati tenda kami, berhubung persediaan air yang kita bawa makin menipis hanya cukup untuk sarapan pagi saja, kitapun menanyakan pada mereka, ternyata mereka bukan petugas tapi warga sekitar yang berasal dari pangalengan, kata mereka ada sumber air dijalur via pangalengan yang tidak begitu jauh dari puncak, oh oke… sayapun menanyakan masalah jalur via pangalengan yang masih sangat minim info, orang-orang yang mendaki lewat pangalengan pun katanya mereka hanya menitipkan kendaraannya di Pos Satpam, tanpa ada perijinan yang legal.

Yup.. memang kemarin kita hanya membawa air cuman 3L karena menurut petugas pos disini tersedia air, memang agak sedikit bau karena air yang tidak terkena sinar matahari ceunah, tetapi kalau dipasak masih aman katanya.

Sekitar jam 05:00 pagi, langit mulai membiru diiringi sedikit demi sedikit cahaya matahari yang masih tersipu malu untuk menampakan dirinya, sebelum menikmati itu semua kitapun bergegas untuk sholat terlebih dahulu, setelah itu kitapun keluar tenda, ternyata diluar sudah banyak orang yang sedang mengabadikan moment dengan berfoto ria, kitapun bergegas mencari spot untuk menikmatinya.


Kedamaian itu ada di Alam



Ketika menyaksikan keagungan sang pencipta, ditemani orang tercinta


Setelah cukup puas berjalan-jalan menikmati pagi yang lumayan cerah saat itu kitapun kembali ke tenda untuk membuat sarapan, dan saya mencari air ke jalur pangalengan. Saat berjalan sedikit kebawah ternyata jalur pangalengan masih terlihat rimbun pepohonannya, ketika saya sedikit memasuki hutan ternyata ada orang disana memberi tahu kalo mau ngambil air ke belakang puncak saja tinggal ikutin jalur itu terus kebawah dan sayapun kembali untuk kearah itu (ya…yang pasti-pasti aja deh hhe)
Setelah itu saya kembali ke tenda ternyata Nasi goreng, sosis + saos & mayonnaise nya sudah siap disantap untuk sarapan kala itu. Hmmm… yummi emoticon-Big Grin

Tak terasa waktu menunjukan pukul 10:00 dan kitapun mulai beres2 untuk pulang, tak lama kemudian tiba-tiba kabut pekat datang diikuti hujan, yang memaksa kita menunda kepulangan dan berteduh didalam tenda. Sekitar jam 11:30an hujanpun mulai reda dan kitapun kembali beres2 packing, setelah semua beres sekitar jam 12an kitapun turun meski kabut masih menyelimuti, beberapa lama kemudian hujan kembali turun dan kitapun meneruskan perjalanan memakai jas hujan, diperjalanan kita bertanya ke salah satu petani yang akan segera pulang “kalau jalur Seven Field (kebun 7) itu kemana?” ternyata mereka tidak tahu dengan nama itu hehe, katanya ada juga jalur yang muter agak landai (mungkin yang dimaksud yang kemarin kita lewati jalur datar jamuju) dan jalur yang langsung turun terus tapi agak curam (mungkin yang dimaksud jalur Seven field) itu hehe kitapun bergegas ke jalur yang langsung turun agak curam itu.
Hampir disepanjang perjalanan kita di guyur hujan, dengan cuaca yang sedikit berkabut mendung hujan reda silih berganti membuat jalur sangat berbahaya, berjalan menurun di tengah-tengah ketinggian perkebunan dengan tanah merah/tanah gembur yang basah membuat jalur menjadi sangat licin sayapun hampir 4 kali terjatuh dibuatnya, kitapun kadang merayap ketika melewati turunan yang curam karena hampir tidak ada pegangan ditengah-tengah perkebunan seperti itu, tidak seperti di hutan meski licin banyak tepian dahan atau akar yang bisa dijadikan pegangan.
Kala itu kita berjalan hampir sangat lambat, menguras tenaga, memang semua gunung mempunyai rintangan yang berbeda-beda, masing-masing mempunyai ciri khas nya tersendiri.

Dipertengahan jalan ada seorang petani menggunakan motor berhenti seperti sedang menunggu seseorang, ketika kita hampiri dan menanyakan arah jalan, petani itu berkata “biar cepat ikuti saja pertengahan tiang listrik sutet itu yang berada di tengah-tengah perkebunan, jangan ikuti jalur motor ini, karena berputar jauh” dan setelah itu petani itu pergi… kitapun mengikuti petunjuk petani itu, beberapa saat kemudian ada lagi petani yang sedang duduk di saung seperti sedang menunggu seseorang, belum kita hampiri petani itu pergi, berhubung kondisi agak lelah kitapun meminta izin untuk berteduh dan beristirahat di saungnya sambil berteriak, dan petani itu mengatakan “Iya sok aja, itu disitu ada pisang, habiskan aja leubar” oke pak makasih, jawabku. Ternyata disaung itu ada dua ikat pisang, ahhaaa…. Dapet Rezeki nomplok, hehe… entah karena lelah, dingin atau apalah itu tapi ketika melahap pisang itu rasanya hmmm… nikmanya, kalau dibandingin nih sama pisang yang paling enak di supermarket, wah jauh…lebih enak pisang alami ini! Hehe
Dan sepertinya petani/warga sekitar terlihat sangat welcome, dengan sengaja mereka menunggu kita hanya untuk memberi petunjuk, mengingat ketika itu hampir semua petani sudah pulang.

Setelah beberapa saat beristirahat, kitapun melanjutkan perjalanan meski hujan rintik-rintik, sayangnya untuk perjalanan pulang kita tidak sempat untuk mengabadikan moment (foto) bahkan tidak sempat untuk memikirkannya, karena hampir sepanjang perjalanan kita diguyur hujan. Setelah beberapa saat akhirnya kitapun sampai di basecamp Sekitar pukul 15:30, hmm menghabiskan 3,5jam perjalanan, itu sama halnya ketika pergi kemarin (gubrag) ternyata sama saja.
Beres laporan, kitapun beristirahat sebentar menelonjorkan kaki di sebuah Sekolahan tempat diparkirnya kendaraan kita, tepat dibelakang basecamp itu, sambil jajan baso tahu dan ternyata si mang baso nya itu yang kemarin nongkrong dibasecamp nunjukin arah jalur, dan kitapun ngobrol ternyata Artapela ini mulai ramai didaki sejak 6 bulan yang lalu, bahkan surat perizinan resmi dari perhutani nya pun baru 3 bulan yang lalu.

Jam menunjukan pukul 16:00 hujan pun semakin deras, tidak mau berlama-lama disini, setelah berpamitan kitapun memutuskan untuk pulang ditengah dinginnya cuaca itu. Beberapa saat menjelang masuk ke Baleendah ternyata disana sudah banjir saat kita coba melewatinya ternyata banjir itu cukup dalam, diperkirakan hampir sepaha lebih orang dewasa, motor kitapun tenggelam hampir setengahnya, untung saja banjirnya tidak terlalu jauh dan kalau kita teruskan melewati jalan itu banyak daerah banjir yang lebih parah dari sini “kata warga sekitar”, kitapun memutuskan untuk kembali dan lewat jalur banjaran, meski cukup jauh memutar untuk sampai di Kopo, gara-gara itupun kita pulang kerumah kemaleman yang tadinya ingin cepat sampai dirumah…ehh malah kemaleman…
Tapi Alhamdulillah masih bisa diberi keselamatan sampai rumah.

Must to try dah gann....pokoknya!

emoticon-Traveller




Sebenarnya sih disini terdapat juga Danau Aul yang melegenda, tapi sayang dikarenakan cuaca yang tidak mendukung dan entah dimana keberadaan Danau itu kurang jelas infonya, jadi kita tidak pergi kesana.
Spoiler for Danau Aul:



Quote:



backpackermate
Instagram @backpackermate
Diubah oleh backpackermate 07-10-2016 11:56
0
14.2K
38
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan