- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kontrak Pecat,Perjanjian dibalik Keberhasilan Indonesia Tembus Standar Penerbangan AS
TS
amop
Kontrak Pecat,Perjanjian dibalik Keberhasilan Indonesia Tembus Standar Penerbangan AS
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com – Banyak cerita
di balik keberhasilan Indonesia
menembus standar otoritas penerbangan sipil di Amerika Serikat atau Federal Aviation Administration (FAA).
Teranyar, terungkap adanya "kontrak
kerja" siap dipecat yang dibuat jajaran
pejabat eselon I dan II Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara bila gagal
meloloskan Indonesia masuk kategori 1
FAA.
Saat itu, Menteri Perhubungan masih
dijabat oleh Ignasius Jonan. "Waktu itu
begitu (sepakat siap dipecat), tetapi kan
sekarang berhasil," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Suprasetyo sembari tertawa kepada Kompas.com, Jakarta, Rabu (10/8/2016).
Ia menceritakan, kontrak kerja siap
dipecat itu dibuat saat ia akan diangkat
Jonan sebagai Dirjen Perhubungan Udara pada Januari 2015. Meski begitu, kontrak kerja itu tidak tersurat di dalam selembar kertas atau dokumen.
Jonan dan Suprasetyo hanya
mengandalkan rasa saling percaya. "Dulu kontrak waktu saya akan diangkat, enggak tertulis, tetapi kontrak lisan dengan Pak Jonan," kata pria 58 tahun kelahiran Magelang itu.
Selama ini, standar FAA kerap dianggap
sebagai standar tertinggi sektor
penerbangan dunia. Pemerintah juga
mengakui hal tersebut.
Pada Juni 2016 lalu, Uni Eropa sudah
terlebih dahulu mencabut larangan
terbang tiga maskapai asal Indonesia,
yakni Citilink, Lion Air, dan Batik Air.
Pernyataan Suprasetyo dibenarkan oleh mantan Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi M Djuraid. Menurut ia, kontrak kerja siap dipecat itu merupakan target yang diberikan Jonan kepada jajaran pejabat di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
"Kontrak istilah saja. Tidak hanya
disampaikan ke Pak Suprasetyo, tetapi
juga kepada para direktur. Pak Jonan
memosisikan ini sebagai hal yang sangat penting dan jadi prioritas," ucap Hadi.
Bahkan, kata dia, Jonan memantau
langsung realisasi kontrak kerja itu secara konsisten. Beberapa kali diagendakan pembahasan khusus mengenai persoalan FAA dalam rapat pimpinan yang rutin digelar setiap Selasa.
Direktur Kelaikudaraan dan
Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen
Perhubungan Udara, Mohammad Alwi,
juga mengungkapkan adanya kontrak
kerja khusus dengan Jonan. Setelah
Indonesia menembus katagori 1 FAA, ia
langsung menghubungi mantan bosnya
yang sudah tidak lagi menjabat sebagai
menteri.
"Setelah ganti empat menteri dan empat dirjen, akhirnya usaha ini berhasil. Saya sudah bilang ke Pak Jonan bahwa tugas saya untuk FAA ini sudah selesai," tutur Alwi seperti dikutip dari Antara.
Prestasi itu sekaligus mengakhiri
penantian panjang Indonesia yang
hampir 10 tahun hanya duduk dikategori 2 FAA. Artinya, standar penerbangan Indonesia tidak memenuhi standar Amerika Serikat.
Berkat keberhasilan Indonesia
menembus kategori 1 FAA, maskapai
nasional diperbolehkan mengudara lagi di langit Negeri Paman Sam.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...penerbangan.as
di balik keberhasilan Indonesia
menembus standar otoritas penerbangan sipil di Amerika Serikat atau Federal Aviation Administration (FAA).
Teranyar, terungkap adanya "kontrak
kerja" siap dipecat yang dibuat jajaran
pejabat eselon I dan II Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara bila gagal
meloloskan Indonesia masuk kategori 1
FAA.
Saat itu, Menteri Perhubungan masih
dijabat oleh Ignasius Jonan. "Waktu itu
begitu (sepakat siap dipecat), tetapi kan
sekarang berhasil," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Suprasetyo sembari tertawa kepada Kompas.com, Jakarta, Rabu (10/8/2016).
Ia menceritakan, kontrak kerja siap
dipecat itu dibuat saat ia akan diangkat
Jonan sebagai Dirjen Perhubungan Udara pada Januari 2015. Meski begitu, kontrak kerja itu tidak tersurat di dalam selembar kertas atau dokumen.
Jonan dan Suprasetyo hanya
mengandalkan rasa saling percaya. "Dulu kontrak waktu saya akan diangkat, enggak tertulis, tetapi kontrak lisan dengan Pak Jonan," kata pria 58 tahun kelahiran Magelang itu.
Selama ini, standar FAA kerap dianggap
sebagai standar tertinggi sektor
penerbangan dunia. Pemerintah juga
mengakui hal tersebut.
Pada Juni 2016 lalu, Uni Eropa sudah
terlebih dahulu mencabut larangan
terbang tiga maskapai asal Indonesia,
yakni Citilink, Lion Air, dan Batik Air.
Pernyataan Suprasetyo dibenarkan oleh mantan Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi M Djuraid. Menurut ia, kontrak kerja siap dipecat itu merupakan target yang diberikan Jonan kepada jajaran pejabat di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
"Kontrak istilah saja. Tidak hanya
disampaikan ke Pak Suprasetyo, tetapi
juga kepada para direktur. Pak Jonan
memosisikan ini sebagai hal yang sangat penting dan jadi prioritas," ucap Hadi.
Bahkan, kata dia, Jonan memantau
langsung realisasi kontrak kerja itu secara konsisten. Beberapa kali diagendakan pembahasan khusus mengenai persoalan FAA dalam rapat pimpinan yang rutin digelar setiap Selasa.
Direktur Kelaikudaraan dan
Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen
Perhubungan Udara, Mohammad Alwi,
juga mengungkapkan adanya kontrak
kerja khusus dengan Jonan. Setelah
Indonesia menembus katagori 1 FAA, ia
langsung menghubungi mantan bosnya
yang sudah tidak lagi menjabat sebagai
menteri.
"Setelah ganti empat menteri dan empat dirjen, akhirnya usaha ini berhasil. Saya sudah bilang ke Pak Jonan bahwa tugas saya untuk FAA ini sudah selesai," tutur Alwi seperti dikutip dari Antara.
Prestasi itu sekaligus mengakhiri
penantian panjang Indonesia yang
hampir 10 tahun hanya duduk dikategori 2 FAA. Artinya, standar penerbangan Indonesia tidak memenuhi standar Amerika Serikat.
Berkat keberhasilan Indonesia
menembus kategori 1 FAA, maskapai
nasional diperbolehkan mengudara lagi di langit Negeri Paman Sam.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...penerbangan.as
Terimakasih ya Pak Ignasius Jonan
0
832
Kutip
2
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan