- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ajukan Judicial Review, Semakin Jelas Ahok Tak Konsisten Dan Pembohong
TS
bobbin
Ajukan Judicial Review, Semakin Jelas Ahok Tak Konsisten Dan Pembohong
Quote:
PENDAFTARAN calon gubernur/wakil gubernur DKI Jakarta dari jalur perorangan untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 ditutup pada Minggu (7/8) tanpa kehadiran gubernur incumbent Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di kantor KPU DKI Jakarta. Ketidakhadiran Ahok itu semakin menunjukkan bahwa mantan bupati Belitung Timur ini adalah seorang yang tidak konsisten dan pembohong.
Seperti diketahui, dari jalur perseorangan hanya ada pasangan Ichsanuddin Noorsy-Ahmad Daryoko yang mendaftarkan diri, dan dinyatakan memenuhi persyaratan dengan membawa 9 dus berisi 600 ribu lebih fotocopy KTP dukungan. KTP-KTP itu selanjutnya akan diklarifikasi keabsahannya oleh KPUD Jakarta.
Ahok memang sudah menyatakan akan maju dari jalur Partai Politik. Tapi ingat, sebelum itu dia sudah berkoar-koar untuk maju dari jalur perseorangan melalui pengumpulan 1 juta KTP yang katanya sudah berhasil dikumpulkannya melalui teman Ahok. Tapi faktanya, dia tidak mendaftar dari jalur perseorangan. Ini mengindikasikan, selain Ahok tidak konsisten dan pembohong, ada dugaan KTP yang dikumpulkan teman Ahok itu sebenarnya KTP bodong.
Kini, kita tinggal menunggu apakah Ahok akan mendaftar sebagai calon gubernur bersama wakilnya melalui jalur partai politik pada pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur DKI yang akan dilaksanakan pada 21-23 September 2016 mendatang.
Saya khawatir, jangan-jangan Ahok pun tidak jadi maju dari jalur parpol dengan alasan yang dicari-cari. Sebab, setelah pintu dari jalur perseorangan ditutup, kini dukungan melalui jalur parpol pun mulai meragukan. Pasalnya Ahok sudah tak punya lagi bargaining position. Dia tak punya lagi daya tawar yang kuat untuk menolak atau menerima calon wakil yang disodorkan parpol pendukung. Padahal dia kan sudah punya calon wakil sendiri.
Tanpa bargaining position yang kuat, apakah Ahok bisa menolak cagub dari partai politik pengusung? Dan kalau dia menolak, siapa bisa menjamin parpol pengusung itu tidak akan menarik dukungannya?
Gelagat ke arah sana sudah mulai terlihat. Misalnya dengan "ngototnya" Ahok melalui para pendukungnya mendesak Ibu Megawati untuk menerimanya sebagai Cagub DKI dari PDI Perjuangan. "Untuk maksud itu, Ahok bahkan sampai membual kemana-mana kalau ia sudah duduk satu mobil dengan ibu Mega.
Kini, posisi Ahok justru di ujung tanduk. Dan Ahok, tambah Lieus lagi, rupanya membaca situasi itu. Itulah kondisi yang mendasari mengapa ia mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait cuti kampanye untuk incumbent.
Pengajuan judicial review itu sebenarnya hanya alasan saja. Ahok takut kalah pada Pilkada nanti. Maka dia ajukan judicial review yang dia tau pasti akan ditolak oleh MK. Dengan demikian dia punya alasan untuk menyatakan bahwa dia akhirnya memilih untuk tidak maju dalam Pilkada DKI sebab dia lebih mengutamakan mengurusi warga Jakarta. Dengan begitu, dia berharap warga Jakarta akan memaafkan semua kebohongan dan ketidakonsistenannya.
Padahal, pada Pilkada DKI 2012 lalu, Ahok justru sangat ngotot agar incumbent harus cuti. Kenapa sekarang dia malah menolak? Lagi pula, dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada sudah sangat jelas memerintahkan calon incumbent untuk cuti selama masa kampanye.
Sudahlah, Ahok jangan terus membohongi warga Jakarta. Apa dia kira warga Jakarta ini bodoh semua? Pengajuan judicial review itu semakin menambah bukti bahwa selain pembohong dan tidak konsisten, Ahok juga ingin memposisikan seolah-olah dirinya adalah orang yang dizholimi. (***)
Lieus Sungkharisma
(Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi/KomTak)
Seperti diketahui, dari jalur perseorangan hanya ada pasangan Ichsanuddin Noorsy-Ahmad Daryoko yang mendaftarkan diri, dan dinyatakan memenuhi persyaratan dengan membawa 9 dus berisi 600 ribu lebih fotocopy KTP dukungan. KTP-KTP itu selanjutnya akan diklarifikasi keabsahannya oleh KPUD Jakarta.
Ahok memang sudah menyatakan akan maju dari jalur Partai Politik. Tapi ingat, sebelum itu dia sudah berkoar-koar untuk maju dari jalur perseorangan melalui pengumpulan 1 juta KTP yang katanya sudah berhasil dikumpulkannya melalui teman Ahok. Tapi faktanya, dia tidak mendaftar dari jalur perseorangan. Ini mengindikasikan, selain Ahok tidak konsisten dan pembohong, ada dugaan KTP yang dikumpulkan teman Ahok itu sebenarnya KTP bodong.
Kini, kita tinggal menunggu apakah Ahok akan mendaftar sebagai calon gubernur bersama wakilnya melalui jalur partai politik pada pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur DKI yang akan dilaksanakan pada 21-23 September 2016 mendatang.
Saya khawatir, jangan-jangan Ahok pun tidak jadi maju dari jalur parpol dengan alasan yang dicari-cari. Sebab, setelah pintu dari jalur perseorangan ditutup, kini dukungan melalui jalur parpol pun mulai meragukan. Pasalnya Ahok sudah tak punya lagi bargaining position. Dia tak punya lagi daya tawar yang kuat untuk menolak atau menerima calon wakil yang disodorkan parpol pendukung. Padahal dia kan sudah punya calon wakil sendiri.
Tanpa bargaining position yang kuat, apakah Ahok bisa menolak cagub dari partai politik pengusung? Dan kalau dia menolak, siapa bisa menjamin parpol pengusung itu tidak akan menarik dukungannya?
Gelagat ke arah sana sudah mulai terlihat. Misalnya dengan "ngototnya" Ahok melalui para pendukungnya mendesak Ibu Megawati untuk menerimanya sebagai Cagub DKI dari PDI Perjuangan. "Untuk maksud itu, Ahok bahkan sampai membual kemana-mana kalau ia sudah duduk satu mobil dengan ibu Mega.
Kini, posisi Ahok justru di ujung tanduk. Dan Ahok, tambah Lieus lagi, rupanya membaca situasi itu. Itulah kondisi yang mendasari mengapa ia mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait cuti kampanye untuk incumbent.
Pengajuan judicial review itu sebenarnya hanya alasan saja. Ahok takut kalah pada Pilkada nanti. Maka dia ajukan judicial review yang dia tau pasti akan ditolak oleh MK. Dengan demikian dia punya alasan untuk menyatakan bahwa dia akhirnya memilih untuk tidak maju dalam Pilkada DKI sebab dia lebih mengutamakan mengurusi warga Jakarta. Dengan begitu, dia berharap warga Jakarta akan memaafkan semua kebohongan dan ketidakonsistenannya.
Padahal, pada Pilkada DKI 2012 lalu, Ahok justru sangat ngotot agar incumbent harus cuti. Kenapa sekarang dia malah menolak? Lagi pula, dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada sudah sangat jelas memerintahkan calon incumbent untuk cuti selama masa kampanye.
Sudahlah, Ahok jangan terus membohongi warga Jakarta. Apa dia kira warga Jakarta ini bodoh semua? Pengajuan judicial review itu semakin menambah bukti bahwa selain pembohong dan tidak konsisten, Ahok juga ingin memposisikan seolah-olah dirinya adalah orang yang dizholimi. (***)
Lieus Sungkharisma
(Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi/KomTak)
Sumberh
Ini berita sepertinya menurut ane berbau Yang tidak benar,tapi tidak apa-apa,yang penting objektifnya diharamkan oleh pendukung koalisi kekeluargaan
Diubah oleh bobbin 09-08-2016 11:47
0
1.6K
Kutip
14
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan