BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Berharap kado Kapolri baru

Kapolri untuk profesionalisme Polri dalam memperbaiki kualitas penegakan hukum.
Kepastian Komisaris Jenderal Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri, diungkapkan Ketua DPR Ade Komarudin, (15/6) Saat itu juga berakhirlah semua spekulasi bursa calon Kapolri .

Surat dari Presiden bernomor R-40/Pres/06/2016 itu secara ringkas, menjelaskan bahwa Kapolri Jenderal Badrodin Haiti akan pensiun pada 1 Agustus 2016, dan Komjen Tito Karnavian dipandang mampu memenuhi tugas sebagai Kepala Polri.

Di Istana Negara, Jakarta, Kamis (16/6) siang, Presiden Joko Widodo menjelaskan alasan penunjukkan tersebut. Presiden yakin, Tito mempunyai kemampuan, cerdas, dan mempunyai kompetensi yang baik, untuk memimpin Polri.

Ia berharap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini dapat meningkatkan profesionalisme Polri sebagai pengayom masyarakat, dan juga memperbaiki kualitas penegakan hukum, terutama terhadap kejahatan narkoba, terorisme, dan juga korupsi.

Jokowi juga meminta DPR segera melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon tunggal Kapolri tersebut. Bisa diduga proses uji kelayakan di DPR tidak akan mengalami kesulitan.

Sampai saat ini tak satu Fraksi pun yang berkeberatan dengan pilihan presiden. Para elite politik yakin DPR sudah menyelesaikan proses persetujuan Tito sebagai Kepala Polri sebelum 28 Juni 2016.

Penunjukan Tito ini, adalah keputusan cerdas Jokowi. Kali ini, ia menunjukkan pemilihan Kapolri, tak ada campur tangan politik dari pihak mana pun. Termasuk PDIP yang memberi sinyal dukungan kepada Wakapolri Komjen Budi Gunawan.

Begitu pun 'politisasi' internal Polri dalam pengajuan calon Kapolri melalui Kompolnas. Sebagaimana diketahui, sederet nama perwira tinggi berbintang tiga sebagai calon Kapolri yang diusulkan Kompolnas, tidak memasukkan Tito sebagai kandidat.

Artinya, politisasi pemilihan Kapolri yang terjadi selama ini pupus sudah. Jokowi memilih lepas dari tradisi pengaruh politik dan usulan Kompolnas. Dan secara umum baik akademisi, politisi maupun masyarakat, mengapresiasi pilihan Jokowi ini.

Dalam percakapan di media sosial dengan tagar #Titokarnavian, Tito dinilai banyak pihak sebagai figur polisi yang tepat untuk memimpin Polri.

Pemilihan Tito juga memiliki arti strategis. Usia Tito yang saat ini 51 tahun memberikan waktu yang panjang menuju usia pensiun (7 tahun lagi). Waktu tersebut memberikan keleluasaan bagi Tito membuat perencanaan yang berkelanjutan untuk memperbaiki Polri. Baik memperbaiki kekompakan di dalam maupun citra ke luar sebagai penegak hukum sekaligus penjaga ketertiban masyarakat.

Arti strategis juga bisa dilihat dari kacamata kepentingan politik Jokowi. Minimal sampai akhir periode kepemimpinan Jokowi, tidak perlu repot mengganti Kapolri, lantaran keburu memasuki pensiun. Hal itu, sekaligus juga memberi makna strategis pula, bila pada 2019 Jokowi berambisi untuk kembali maju sebagai calon presiden.

Sekarang tinggal menunggu kiprah Tito untuk menjawab harapan Jokowi. Bapak dua anak ini memang belum menjanjikan apapun, selain akan melaksanakan tugas dengan seoptimal mungkin untuk bangsa, negara, dan masyarakat.

Namun masyarakat sungguh sangat berharap Tito akan membawa banyak perubahan di tubuh Polri. Karena Tito memang memiliki modal yang cukup melaksanakan tugas sebagai Kapolri. Dia adalah polisi yang memiliki kemampuan yang lengkap baik di akademis maupun operasional.

Secara akademis, Tito selalu memiliki prestasi bagus. Ia penerima bintang Adhi Makayasa (lulusan Akpol terbaik tahun 1987) dan menerima Bintang Cendekiawan sebagai lulusan terbaik Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Jakarta tahun 1996. Ketika meraih Ph.D di Universitas Nanyang, Singapura pada 2013, pun ia lulus dengan predikat magna cum laude.

Ia juga termasuk polisi intelektual. Sebanyak 4 buku sudah ditulisnya. Masing-masing: Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso, Gramedia, Jakarta, 2008; Regional Fraternity: "Terrorism in South and Southeast Asia in the Coming Decade", ISEAS, Singapura, 2009; Bhayangkara di Bumi Cenderawasih, ISPI Strategic Series, Jakarta, 2013. Serta, Explaining Islamist Insurgencies, Imperial College, London, 2014.

Tulisan Tito menjadi rujukan dalam berbagai pembahasan terorisme di Asia.

Prestasi lapangan Tito juga cukup menyakinkan menjawab tantangan Jokowi, memperbaiki kualitas penegakan hukum, terhadap kejahatan narkoba, terorisme, serta korupsi. Banyak kasus menonjol yang ditangani dalam perjalanan karirnya, sehingga dia menjadi salah seorang polisi yang mendapatkan kenaikan pangkat istimewa sebanyak 3 kali.

Saat ini bisa dibilang sebagai salah satu perwira tinggi yang memiliki karir terpanjang di pemberantasan terorisme. Ia bergabung sejak awal terbentuknya Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror pada 2004, sebagai Komandan Densus 88 di Polda Metro Jaya.

Pada 2009 ia menjadi Dandensus 88 Polri. Puncak karir di antiteror diraih pada 16 Maret 2016, sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Namun bukan cuma antiteror kepiawaian Tito. Ia bersama timnya berhasil meringkus Hutomo Mandala Putra, terkait kasus tukar guling tanah Bulog ke PT Goro Batara Sakti pada tahun 2001. Tito juga pernah membongkar kasus korupsi besar di Bulog pada 1999.

Ada dua tantangan besar bagi Tito sebagai Kapolri. Pertama soal internal Polri. Bukan hal mudah menjadikan semua bayangkara menjadi profesional di tengah citra Polri, yang kurang positif.

Selain itu, soal senioritas. Dia akan memimpin para seniornya. Maklum Tito lulusan Akpol 1987 sementara masih banyak pejabat strategis di Polri lulusan Akpol tahun 1981 - 1986.

Soal senioritas ini diperkirakan sedikit banyak akan memunculkan gejolak, Namun Tito diyakini akan bisa mengatasinya, karena dia memiliki kemampuan komunikasi yang sangat baik. Bahkan harapan dengan munculnya Tito, akan bisa menyatukan 'faksi-faksi' angkatan di tubuh polri.

Tito diibaratkan seperti Josip Broz Tito (1892-1980) arsitek politik Yugoslavia. Tito menjadi simbol pemersatu negara-negara federal di bawah Yugoslavia. Kemampuan komunikasi menjadikan Yugoslavia disegani di luar negeri. Bahkan ia kemudian bersama Sukarno, Jawaharlal Nehru dan Gamal Abdel Nasser medirikan gerakan nonblok, yang mengejutkan kekuatan Timur dan Barat.

Dalam konteks Polri, Tito selain diharapkan bisa menjadi pemersatu di dalam, ke luar juga bisa menjalin relasi yang baik dengan penegak hukum yang lain: Kejaksaan dan KPK. Sinergi tiga lembaga penegak hukum ini diharapkan bisa membuat kejutan-kejutan dalam memerangi korupsi.

Tantangan lain yang tidak kalah besar adalah soal terorisme dan radikalisasi di Indonesia. Pengejaran terhadap teroris Jamaah Islamiah di Poso, belum membuahkan hasil yang diinginkan. Pimpinan teroris Santoso belum juga tertangkap oleh gabungan Polri dan TNI, meski pun operasi Tinombala sudah memasuki masa perpanjangan untuk 6 bulan ke depan.

Menyelesaikan terorisme di Poso, punya arti sangat strategis, dalam memerangi gerakan ekstrem kanan di Indonesia. Poso bisa jadi lebih serius dari Ambon, dalam soal intervensi jaringan teroris internasional. Kelompok Santoso adalah satu-satunya kelompok bersenjata di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS.

Poso juga sudah menjadi basis pelatihan bagi teroris. Tokoh teroris--yang sudah ditaklukan Tito-- seperti Dr. Azhari, dan Noordin M Top membuat pelatihan di sana. Teroris Poso juga memiliki komunikasi dengan jaringan terorisme global. Kedatangan warga suku Uigur dari Tiongkok, bergabung Santoso, adalah salah satu buktinya.

Tito sangat paham terorisme di Poso ini. Maka tidak berlebihan bila kita berharap Santoso bersama pengikutnya bisa ditangkap sebelum Tito Karnavian dilantik menjadi Kapolri.

Penangkapan Santoso dan kawan-kawan bisa menjadi penutup tugas Tito di BNPT, sekaligus kado untuk Kapolri Baru.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...o-kapolri-baru

---

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan