- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Fakta Konyol Pilkada Jakarta


TS
Entrepreneure
Fakta Konyol Pilkada Jakarta

Halo agan sis semua, semoga sehat wal afiat. Kembali bertemu dengan thread ane. Ngomong-ngomong soal politik (ngompol), pasti kesannya tema berat. Nah, agar lebih ringan, ane mau ngajak agan dan sis semua ngompol soal yang konyol-konyol aja.

Quote:
Tak bisa disangkal lagi, topik politik yang paling banyak dibicarakan saat ini adalah soal Pilkada DKI Jakarta. Mulai dari obrolan politik warung kopi, hingga silat lidah di lini masa sosial media, semua menyorot ke Ibu Kota. Bahkan ada yang saling serang dan caci maki, demi membela bakal calon pemimpin Jakarta yang ia puja.
Konyolnya, tak semua orang yang tampak sangat militan dalam berdebat soal pilkada DKI ini, ber-KTP Jakarta. Banyak yang justru warga di luar DKI. Entah karena dorongan dan alasan apa sehingga mereka mau menghabiskan waktu, energi dan pikiran untuk membahas suksesi pemimpin Ibu Kota.
Konyolnya, tak semua orang yang tampak sangat militan dalam berdebat soal pilkada DKI ini, ber-KTP Jakarta. Banyak yang justru warga di luar DKI. Entah karena dorongan dan alasan apa sehingga mereka mau menghabiskan waktu, energi dan pikiran untuk membahas suksesi pemimpin Ibu Kota.

Paling tidak, ada empat hal konyol seputar pilkada DKI.
Quote:
Pertama, soal hak pilih . Rupanya, banyak yang ikut nimbrung dalam perdebatan Pilkada Jakarta namun mereka tak punya hak pilih di DKI. Saking kontrolnya, bahkan mereka ini sampai saling hujat dan mencaci di media sosial. Di Twitter misalnya, dalam sebulan, percakapan dengan keyword Ahok, Ahmad Dhani, Yusril, dan Sandiaga Uno mencapai 1.150.022 kali.

Geolocation menunjukkan bahwa sebagian besar mereka yang berkicau dengan keyword Ahok, Ahmad Dhani, Yusril, dan Sandiaga Uno rupanya berada di luar DKI Jakarta. Ini artinya, pilkada DKI menyedot perhatian pihak luar. Ngapain sih capek-capek ngurusin daerah orang, sementara daerah kita luput dari perhatian?
Quote:
Kedua, menciptakan bias. Pilkada yang mestinya dilihat murni dari kacamata politik malah melebar diseret ke ranah hukum. Superioritas politik nampak kita saksikan dengan telanjang mata. Berbagai isu pembangunan dan hukum yang menyangkut calon kontestan pilkada DKI, disilang-sengkarutkan dengan politik.
Quote:
Spoiler for Bias Hukum :
Misalnya, nama Sandiaga Uno yang mencuat di Panama Papers yang mestinya ini adalah domain hukum, juga dipolitisasi luar biasa oleh para pendukung Ahok. Nama Sandiaga Uno digoreng sedemikian rupa sehingga citranya terdegradasi oleh kasus Panama Papers.
Lain lagi dengan Sang Ketua BPK, Harry Azhar Azis. Ia tak luput dari serangan karena lembaga yang dipimpinnya mengeluarkan simpulan bahwa menurut audit BPK, kasus Sumber Waras merugikan Keuangan negara. Sontak, Harry Azhar Azis pun diserang habis-habisan karena namanya juga ada di Panama Papers.
Lain lagi dengan Sang Ketua BPK, Harry Azhar Azis. Ia tak luput dari serangan karena lembaga yang dipimpinnya mengeluarkan simpulan bahwa menurut audit BPK, kasus Sumber Waras merugikan Keuangan negara. Sontak, Harry Azhar Azis pun diserang habis-habisan karena namanya juga ada di Panama Papers.
Spoiler for Bias Ekonomi dan Pembangunan:
Quote:
Reklamasi Coastarina Milik CT Corp di Batam

Bias lain yang terjadi karena pilkada DKI adalah menyeret isu pembangunan Jakarta ke ranah politik. Ini tampak dalam hal proyek reklamasi. Tepatnya, integrasi reklamasi Proyek Garuda dan reklamasi 17 pulau sebagaimana intruksi Presiden Jokowi.
Padahal, reklamasi proyek center Point of Indonesia di Makassar, dan reklamasi Coastarina di Batam yang mendunia, tetap berjalan mulus tanpa keributan sama sekali. Mungkin karena di Makassar dan Batam bukan musim politik, jadi para provokator tidak menjadikannya sebagai bahan untuk menyulut keributan.
Mestinya, pembangunan dan upaya melindungi DKI Jakarta dari ancaman tenggelam, juga berjalan mulus.
Tensi politik yang mendidih, membuat pembangunan Proyek Garuda dan 17 Pulau yang didorong oleh Presiden Jokowi tersendat karena berbagai dalih yang sarat aroma politik.
Kelambanan reklamasi, pun membuat para developer merugi. Dana yang mereka investasikan mestinya bergerak produktif, malah mengendap dan bahkan terbebani biaya operasional.
Agenda pembangunan dan perbaikan ekonomi dipolitisasi. Implikasinya, kerugian pun dituai. Bukan hanya developer, tapi kita sebagai bangsa juga dirugikan.
Kelambanan reklamasi, pun membuat para developer merugi. Dana yang mereka investasikan mestinya bergerak produktif, malah mengendap dan bahkan terbebani biaya operasional.
Agenda pembangunan dan perbaikan ekonomi dipolitisasi. Implikasinya, kerugian pun dituai. Bukan hanya developer, tapi kita sebagai bangsa juga dirugikan.
Quote:
Ketiga, pilkada Jakarta terlalu mendominasi pemberitaan. Bagi masyarakat yang merasa tak berkepentingan, pemberitaan intensif pilkada Jakarta dianggap terlalu berlebihan. Bagaimana tidak, berbagai isu publik di penjuru Indonesia yang mestinya disorot oleh media, malah tereliminasi karena berita Pilkada Jakarta.
Media yang memegang teguh prinsip kejar rating, tak mau melewatkan perhatian publik terhadap pilkada DKI untuk dikapitalisasi. Kita pun dibuat bosan dengan porsi pemberitaan yang jumbo tersebut. Terlebih ketika satu jenis konten yang sama persis, bahkan diputar berulang-ulang di berbagai segmen berita. Lama-lama, jadi eneg juga.
Media yang memegang teguh prinsip kejar rating, tak mau melewatkan perhatian publik terhadap pilkada DKI untuk dikapitalisasi. Kita pun dibuat bosan dengan porsi pemberitaan yang jumbo tersebut. Terlebih ketika satu jenis konten yang sama persis, bahkan diputar berulang-ulang di berbagai segmen berita. Lama-lama, jadi eneg juga.
Quote:
Keempat, mendorong polisi kutu loncat.Padahal mahluk satu ini paling berbahaya dalam demokrasi, karena syahwat kekuasaannya selalu mendidih.
Ya, wacana kutu loncat sempat mengemuka jelang pilkada DKI. Beberapa pemimpin daerah yang dianggap berhasil, dikomporin agar mereka maju dalam pilkada DKI. Sebutlah misalnya Kang Emil (Walikota Bandung) dan Ibu Risma (Walikota Surabaya). Padahal, masa bakti mereka di daerah masing dengan segala pencapaiannya yang membanggakan belumlah tuntas. Konyol gak tuh?
Spoiler for Seperti wajah ini kutu loncat:

Sekian dulu thread dari ane, semoga pilkada Jakarta tidak membuat kita hilang akal dan ikut-ikutan konyol.
Diubah oleh Entrepreneure 26-05-2016 15:14
0
10.1K
Kutip
132
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan