Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

n4z1Avatar border
TS
n4z1
Pro Kontra Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Suharto
Pro Kontra Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Suharto

Pro Kontra Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Suharto

Liputan6.com, Jakarta - Muncul wacana pemberian gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 RI Soeharto. Namun, wacana tersebut masih menuai pro-kontra Legislator yang duduk di Parlemen Senayan.

Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menilai, saat ini masih terdapat TAP MPR Nomor 11 tahun 1998. Merujuk pada pasal 47, disebutkan adanya ketentuan pengadilan terhadap sosok orde baru tersebut.

"Masih adanya TAP MPR‎ nomor 11 tahun 98, yang disitu secara jelas dan tegas disebutkan dalam Pasal 47 pengadilan terhadap mantan Presiden Soeharto," kata Masinton Pasaribu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/5/2016).

Anggota Komisi III DPR ini menambahkan, TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 tersebut lahir dri suasana kebatinan untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), yang selama lebih dari 30 tahun dipraktekkan oleh rezim Orde Baru.

"Nah masa orang bermasalah diberikan gelar pahlawan. Kemudian dalam UU Nomor 20 tahun 2009 juga diatur azas-azas itu,"ujar dia.

Oleh karena itu, mantan aktivis 98 tersebut menilai dari aspek TAP MPR Nomor 11 dan UU Nomor 20 Tahun 2009, Soeharto dianggap tidak memenuhi syarat pemberian gelar pahlawan nasional.

"Tidak memenuhi syarat itu pemberian gelar terhadap Soeharto," ucap Masinton.

‎Sementara, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR Yandri Susanto mengatakan pihaknya belum bisa memutuskan untuk mendukung atau tidak usulan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua Soeharto. Partainya saat ini masih akan menunggu masukan dari masyarakat agar tidak terjadi pro dan kontra terkait keputusan tersebut.

"Fraksi PAN akan menampung masukan-masukan dari masyarakat apakah Pak Harto layak atau tidak layak menjadi pahlawan nasional,"ujar Yandri.

Adapun sikap Fraksi PAN, kata Yandri, tidak keberatan terkait usulan Presiden Soeharto menjadi Pahlawan Nasional. Namun pihaknya juga tidak ingin terburu-buru memutuskan hal tersebut.

"PAN pada dasarnya tidak keberatan. Tapi nanti tidak sehat jika dipaksakan (usulan Gelar Pahlawan), karena masih ada pro kontra. Bagaimanapun kalau diterima, itu ada konsekuensinya. Kalau ditolak pun ada konsekuensinya. PAN tidak ingin terburu-buru," kata Yandri.

Anggota Komisi II DPR ini menambahkan, pihaknya tidak ingin terjadi kegaduhan dengan wacana diberikan gelar pahlawan kepada Soeharto.‎ Untuk itu, ia berharap pemerintah bisa mengkaji lebih dalam wacana tersebut.

"Kita tidak mau semua yang ada di republik ini menyangkut perhatian rakyat banyak diputuskan secara tergesa-gesa. Kita akan cermati, terima masukan, kita kaji dan kita lihat positif negatifnya," jelas Yandri.

Sudah Gugur

Berbeda, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai TAP MPR nomor 11 tahun 1998 dianggap bisa mengganjal Presiden Soharto untuk diangkat sebagai pahlawan nasional sudah gugur karena sakit. Meskipun di pasal 4 peraturan tersebut mengamanatkan adanya peradilan terhadap pimpinan orde baru itu.

"Kalau pasal itu saya kira dengan sendirinya gugur. Karena dalam satu proses dimintai keterangan, Pak Harto sudah tidak sehat lagi. Dan beliau juga sudah tidak ada," kata Fadli Zon.

Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, saat dibawa ke ranah hukum, Soeharto dianggap tidak terbukti melakukan kejahatan yang dituduhkan. "Tidak terbukti juga, persoalan hukum tidak terbukti," ujar dia.

Sebab itu, Fadli mengimbau bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Adapun gelar pahlawan, diberikan lantaran seseorang dilihat dari jasa-jasanya. "Tidak ada manusia sempurna. Termasuk pahlawan yang tiap tahun diberikan gelar. Pemberian (gelar) pahlawan terhadap jasa-jasanya," ucap Fadli.

Selain itu, Fadli juga menolak membandingkan pengangkatan gelar Soeharto dengan Presiden pertama RI Sukarno. Meski sang proklamator kala itu juga sempat terkendala adanya TAP MPR sebelum akhirnya dicabut oleh parlemen.

"TAP ada yang jangka panjang dan temporer. (Soeharto) kan sudah tidak ada apanya yang dilaksanakan TAP itu," Fadli Zon menandaskan.

Saat Munaslub Golkar, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie atau Ical mengatakan Soeharto layak mendapatkan gelar itu. DPP Golkar sudah pernah memberikan penghargaan Abdi Luhur kepada Soeharto.

By Taufiqurrohman
on 21 Mei 2016 at 06:54 WIB

http://news.liputan6.com/read/251232...n-soeharto?p=1
----------------------------------------------------------------------

Dahulu................


Gelar Pahlawan Dahulu Cuma Berdasar SK Presiden


JAKARTA - Penyematan gelar pahlawan nasional kepada seseorang yang dianggap berjasa sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno (1959). Hal itu dilakukan agar generasi-genarasi muda penerus bangsa nantinya dapat mengenang dan mentauladani apa yang pernah dilakukan oleh seorang pahlawan nasional.

Awalnya, pada masa pemerintahan Presiden Soekarno penyematan gelar pahlawan nasional tidak melalui proses penjaringan yang sulit dan panjang seperti sekarang ini. Mungkin karena banyak orang yang berjasa atau turut serta dalam perjuangan kemerdekaan, sehingga penyematan gelar pahlawan cukup didasari Surat Keputusan (SK) Presiden tentang penetapan orang menjadi pahlawan nasional.

“Waktu zaman Presiden Soekarno pemberian gelar pahlawan tidak seperti ini, dulu itu presiden hanya mengeluarkan Surat Keputusan bahwa seseorang tersebut diberi gelar pahlawan,” ungkap sejarawan asal Universitas Indonesia Magdalia Alfian kepada okezone, belum lama ini.

Seiring dengan perjalanannya dan pergantian kekuasaan, proses tersebut lama-lama berubah dan mulai memiliki aturan baku yang dituangkan sebagaimana dalam peraturan undang-undang yaitu Undang-undang No 5 Prps Tahun 1964, tentang Pemberian, Penghargaan/Tunjangan kepada perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan.

Selain itu, menurut wanita yang merupakan anggota tim 13 atau Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) ini, penyematan gelar pahlawan dilakukan setelah generasi tokoh yang bersangkutan sudah tidak ada. Sehingga pada saat seseorang diberikan gelar pahlawan nasional oleh pemerintah, masyarakat yang ada merupakan generasi yang baru dan rata-rata mereka tidak hidup di masa tokoh tersebut hidup.

“Jadi kalau dia jadi pahlawan nasional, masyarakat kan tahunya peninggalan-peninggalan yang bagus-bagus saja, sedangkan yang buruk-buruknya tidak ada yang tahu karena masyarakat yang ada tidak hidup di zaman itu,” paparnya.

Begitu juga contoh yang terjadi belum lama ini seperti kontroversi pengajuan nama mantan Presiden Sooehato dan Gus Dur sebagai penerima gelar pahlawan nasional. Banyak kalangan atau sebagian masyarakat yang menentang pencalonan Soeharto sebagai penerima gelar pahlawan nasional.

Pasalnya, sebagian masyarakat menilai bahwa Soehato banyak memiliki kesalahan pada masa kepemimpinannya di orde baru.

Soeharto dianggap orang yang paling bertanggung jawab dalam banyak kasus HAM yang terjadi selama dia berkuasa. Namun sebagian masyarakat lainnya menilai bahwa Soeharto pantas dan berhak menerima gelar pahlawan atas jasa-jasanya selama ini.

“Soeharto, dia memerintah itu kan selama 32 tahun. Awalnya dia baik dengan program-program yang dilakukan, baik dalam hal Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN), swasembada pangan, dan lebih fokus sekuriti. Tapi pada akhir-akhir, banyak yang menyimpang dari pemerintahannya dan nggak sesuai dengan masyarakat yaitu setelah tahun 1980. Ya mungkin dia ada yang mempengaruhi pihak-pihak yang punya kepentingan,” ungkap Alfian.

Akan tetapi perdebatan tentang masalah tersebut memang pasti dialami oleh semua calon ataupun tokoh yang sudah mendapat gelar pahlawan nasional.

Namun seyogyanya masyarakat jangan hanya melihat seseorang dari satu sudut pandang saja, tapi dari berbagai sudut pandang sehingga bisa dilihat dengan objektif.

“Kalau kita tanya kepada rakyat kecil atau bawah lebih enak mana, zaman dulu apa zaman sekarang? Ya pasti dia jawab lebih enak dulu, karena harga-harga murah, sembako murah. Jadi kita enggak bisa melihat orang secara perspektif saja tapi secara keseluruhan,” Magdalia menambahkan.

Namun apakah perdebatan Soeharto tersebut karena memang masalah pencalonannya tidak terlalu lama?

Menurut pakar sejarah Universitas Indonesia ini, memang permasalahan waktu pencalonan seseorang setelah meninggal dunia juga memang menjadi faktor pendukung terjadinya kontroversi. Hal ini dikarenakan peninggalan-peninggalan buruk Soeharto masih terekam di masyarakat yang menentangnya.

“Kalau Soeharto dan Gus Dur itukan karena era-eranya tokoh itu masih ada jadi masih hangat ingatannya. Tapi kalau seperti pencalonan Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi pahlawan nasional itu kan kita nggak tahu zaman dulunya bagaimana, kehidupannya bagaimana, yang kita tahu yang bagus-bagusnya saja kan,” kupasnya.

Untuk itu, memang sekiranya harus ada aturan baku yang menjelaskan dalam jangka waktu berapa tahun seseorang bisa dicalonkan sebagai penerima gelar pahlawan nasional. Karena aturan yang ada memang tidak dicantumkan berapa lama seseorang baru bisa diajukan sebagai calon pahlawan nasional. Asalkan tokoh itu sudah meninggal dunia atau wafat, maka otomatis tokoh itu bisa diajukan sebagai pahlawan nasional, jika dianggap memiliki jasa-jasa besar dan memiliki kemampuan luar biasa terhadap pembangunan bangsa Indonesia.

“Bisa saja kriteria itu ditinjau ulang, seperti waktu meninggalnya tokoh berapa lama, misalnya harus 10 tahun. Tapi itu nantinya juga akan menjadi perdebatan, nanti ada yang menganggap yang penting tokoh itu kan sudah meninggal, karena memang pahlawan nasional itu ya dia harus meninggal dahulu,” tutupnya.
(lsi)
Ajat M Fajar
Jurnalis

http://news.okezone.com/read/2010/11...ar-sk-presiden
------------------------------------------------------------------------

Sementara itu, yang terjadi pada Sukarno-Hatta.......

Pro Kontra Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Suharto

Allah, kalimat terakhir Sukarno sebelum meninggal........

“…NRMnews – JAKARTA, Tokoh Proklamator sekaligus Presiden dan Wakil Presiden RI pertama yakni Ir. Soekarno dan Muhamad Hatta, akhirnya secara resmi kini telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Acara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi kedua tokoh bersejarah tersebut, berlangsung khidmat di Istana Negara, pada tanggal 7 November 2012 lalu , atas jasa-jasa luar biasa yang telah diberikannya kepada negara.

Dalam sambutannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pandangan yang melatarbelakangi pemberian gelar pahlawan nasional ini. Keduanya merupakan putra-putra terbaik, yang pernah dimiliki bangsa ini.

Sejarah juga mencatat bahwa Bung Karno dan Bung Hatta telah mendarmabhaktikan hidupnya dalam perjuangan mewujudkan Indonesia Merdeka.”…Menjelang peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada putra-putra terbaik bangsa yang telah berjuang baik pada masa pergerakan nasional, era revolusi fisik, bahkan hingga pasca kemerdekaan.”

“…Pada hari ini selaku Presiden RI dan atas nama negara dan pemerintah, dengan rasa syukur dan penuh hormat menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Bapak Ir. Soekarno dan Bapak Drs. Moh. Hatta yang selama ini lebih lekat di hati kita dengan panggilan Bung Karno dan Bung Hatta.” Demikian ujar Presiden dalam sambutannya.

Presiden menilai sosok Bung Karno sebagai politisi dan pejuang ulung. Bung Karno mampu menggelorakan semangat bangsa dan menumbuhkan solidaritas bangsa, untuk menjadi negara merdeka dan berdaulat. Bung Karno juga menjaga di depan untuk kemerdekaan bangsa yang tidak putus dari rongrongan luar dan dalam.

Di sisi lain, Bung Hatta adalah sosok administrator ulung, ahli ekonomi dan diplomat handal, yang kemampuannya tidak diragukan lagi di dunia internasional.“…Jasa Bung Karno dan Bung Hatta, sudah melampau imaji kita. Dengan sosok dan karakter Bung Karno-Bung Hatta, tumbulah ide tentang Indonesia yang besar, bersatu dan makmur,” tutur Presiden.

Gelar pahlawan tersebut diterima pihak keluarga Soekarno yang diwakili Guntur Soekarnoputra, sementara pihak keluarga Muhammad Hatta diwakili oleh Meuthia Hatta. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai, kebesaran dan peran Soekarno dan Mohammad Hatta, lebih dari sekedar tokoh proklamator yang aktif merumuskan, menyusun, dan mendeklarasikan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Acara pemberian gelar dihadiri pimpinan lembaga tinggi negara, para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, serta keluarga besar Bung Karno dan Bung Hatta.

“…Mereka sumber atas keagungan cita-cita bangsa, yang secara bersama mereka menjadi sumber abadi yang memelihara ingaran kolektif kita sebagai bangsa walaupun berbeda tapi sudah bertekad untuk bersatu dalam sangsaka Merah Putih,” ujar Presiden.

Meutia Hatta mewakili keluarga Bung Hatta mengapresiasi penganugerahan gelar Pahlawan Nasional ini oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Sementara itu mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri yang turut hadir juga turut menyatakan, bahwa gelar pahlawan nasional ini adalah gelar yang paling tinggi diantara gelar dan tanda kehormatan di suatu negara.” Untuk itu saya mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk turut mengembangkan ajaran dan pemikiran-pemikiran bung Karno di masa-masa mendatang.
( Oleh : Red NRMnews / A.Dody.R )

https://nrmnews.com/2012/11/10/prokl...awan-nasional/
---------------------------------------------------------

Pro Kontra Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Suharto


"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.....,", petikan pidato Bung Karno pada tanggal 10 Nopember 1961 saat memperingati Hari Pahlawan.

Pahlawan, kata yang mengandung arti sangat mulia. Sebutan pahlawan pantas diberikan kepada seseorang yang memberikan sumbangsihnya bagi negara, memberi kemaslahatan kepada rakyat atau sebagian besar rakyat, dan kisah kehidupannya dapat dijadikan panutan bagi generasi setelahnya.
Pahlawan, gelar yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada seseorang, tidak serta merta disematkan kepada mereka-mereka yang terbaring di Taman-taman Makam Pahlawan. Dan para pahlawan, tidak harus selalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

32tahun Suharto berkuasa. Saat Sukarno wafat tahun 1970, maka ada waktu selama 28 tahun di era kekuasaan Suharto untuk ikhlas memberikan gelar kepada Sukarno, Sang Proklamator. Dan ada waktu 18 tahun sejak Hatta wafat tahun 1980. Lalu, kenapa Suharto enggan memberikan gelar itu kepada Dwi Tunggal?

Kini, tahun 2016, 8 tahun berlalu semenjak wafatnya Suharto tahun 2008, desakan sebagian pihak yang meminta agar Suharto diberikan gelar Pahlawan, berbanding luruskah dengan perbuatannya yang menelantarkan gelar Dwi Tunggal sebagai pahlawan-pahlawan bangsa?
Disini, kita bukan digiring untuk menggugat desakan pemberian gelar pahlawan itu. Tapi disini kita diminta untuk sekedar merenung, dengan hati yang bersih, sekarangkah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk memberi gelar kepada Suharto?

42 tahun bagi Sukarno untuk mendapatkan gelar pahlawan, 32 tahun bagi Hatta untuk mendapatkan gelar pahlawan, dan 8 tahunkah bagi Suharto untuk mendapatkan gelar pahlawan?

Layak atau tidak layak Suharto mendapatkan gelar tersebut, pastinya menjadi perdebatan yang sangat panjang.
Tiap manusia punya dosa, punya kesalahan.
Dan kesalahan terbesar adalah jika seseorang merugikan kepentingan banyak orang, mengkhianati kepercayaan banyak orang.
Sukarno merugikan banyak orangkah sehingga dengan dosanya dia harus dihukum selama 42 tahun untuk mendpatkan gelar pahlawan?
Apakah Suharto sedikit merugikan orang banyak sehingga hukuman moralnya hanya selama 8 tahun untuk mendapatkan gelar pahlawan?
Lalu, bagaimana dengan Hatta? Apakah beliau juga banyak merugikan orang sehingga gelar pahlawan baginya harus digantung selama 32 tahun?
Adilkah????

Yang membenci PDIP, pasti akan melepeh ucapan seorang Masinton Pasaribu.
Yang membenci Gerindra, pasti akan meludah saat Fadli Zon berkomentar.
Lihat saja apa yang diucapkan mereka, jangan dulu melihat siapa yang berkata.
Kalau Fadli Zon bilang TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 terutama pasal 47 tidak berlaku lagi setelah Suharto wafat, kenapa Tap MPRS 33 tahun 1967 yang mendiskreditkan Sukarno seolah menjadi ganjalan Sukarno untuk mendapatkan haknya? Lalu, apa yang ada dibenak seorang Fadli Zon saat ditanya soal penantian Hatta selama 32 tahun mendapatkan haknya?

Apakah Suharto layak mendapatkan gelar pahlawan?
Setelah 8 tahun ketiadaannya di dunia ini?
Mari kita diskusi dengan bijaksanana.

Diubah oleh n4z1 23-05-2016 10:57
viniestAvatar border
viniest memberi reputasi
1
4.4K
49
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan