BALI adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.

Bali telah dikenal di seantero dunia karena berbagai aktivitas seni dan budayanya yang adi luhung. Hampir seluruh aspek budaya masyarakat Bali penuh dengan simbol–simbol sosial religius. Salah satu aktivitas tradisi agama/budaya masyarakat yang unik dan menarik bernapaskan ”perang” di ujung timur pulau Bali yaitu di Kabupaten Karangasem, salah satu dari sembilan kabupaten/kota di Propvinsi Bali. Tradisi ini bernama Ter-Teran. Tradisi ini masih sangat kental dengan budaya kuno atau masih belum tergerus budaya luar. Inilah yang menyebabkan Karangasem sebagai identitas Bali yang belum berubah tergerus jaman.

Perang Api atau Aci Muu-Muu yang oleh masyarakat Desa Jasri, Krangasem disebut dengan Terteran. Terteran artinya lempar-lemparan. Perang api ini dilakukan setiap dua tahun sekali yang perhitungan dimulai pada tahun genap, sehingga setiap tahun ganjil Perang Api dilaksanakan tepatnya pada Tilem Kesanga hari Pangerupukan atau sehari sebelum Nyepi. Terteran dapat saksikan di Desa Jasri lokasinya menuju arah barat masih dalam satu kecamatan Karangasem, tidak jauh sekitar 10 km dari Desa Seraya tempat digelarnya tradisi Gebug.
Terteran digelar saat sore menjelang petang hari di medan sepanjang jalan raya umum di muka Balai Masyarakat Jasri. Akibatnya jalan raya yang menghubungkan Kota Amlapura-Denpasar sementara ditutup selama hampir 3 jam. ”Medan perang” yang boleh dijelajahi kedua kelompok itu terpisah oleh batas wilayah kelompok, berupa bentangan daun enau yang diikatkan di dua buah penjor yang dipancangkan di sebelah barat dan timur jalan raya. Bobok (obor) yang dipakai ngeter (melempar) itu, terbuat dari seikat danyuh (daun kelapa kering) yang berukuran 80 cm. Di tengah cekalan daun kelapa itu, terdapat sebatang kayu kecil berukuran seperempat dari panjangnya obor. Hal itu dimaksudkan agar lemparan obornya lebih jauh, cepat dan keras. Para pemainnya, yaitu orang laki-laki tua maupun muda, mengenakan baju biasa tanpa menggunakan pelindung badan dan kelapa saat melakukan atraksi tersebut.
Upacara ini telah dilaksanakan turun-temurun selama ratusan tahun dan tidak pernah tidak dilaksanakan. Konon, sebelum Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) menetapkan Hari Raya Nyepi, Nyepi sudah dilaksanakan oleh masyara kat Desa Jasri, Karangasem.
Upacara Perang Api atau Aci Muu-Muu bermakna sebagai simbol mengusir roh jahat atau bhuta kala. Api bermakna simbol keberanian dan dengan keberanian kita bisa mengusir roh jahat yang ada atau membakar buana agung dan buana alit dari keangkaramurkaan dan menghidupkan kembali Dharma. Sarana yang digunakan dalam perang api berupa danyuh (daun kelapa kering). Menurut filsafat, danyuh digunakan dalam perang api karena api dalam danyuh matinya pelan. Ini artinya, Dharma hidupnya lama. Menurut cerita selain untuk mengusir roh jahat atau bhuta kala, pada zaman dahulu terjadi wabah yang mengakibatkan banyak warga yang meninggal, untuk menghilangkan wabah tersebut diadakan upacara tolak bala dengan menggunakan obor yang menyala dan diacung-acungkan ke segala penjuru lingkungan disertai sorak-sorai meneriakkan bakar.
Selesai melaksanakan Perang Api, mukjizat pun terjadi. Wabah yang menyerang warga menjadi sirna dan dapat teratasi. Sejak kejadian itu upacara Perang Api ini terus dilaksanakan secara turun-temurun dan merupakan tradisi adat budaya yang harus di jaga dan dilestarikan keberadaannya.