solit4ireAvatar border
TS
solit4ire
Ketika AHOK Berani 'Merebut' Hak Pusat dalam Perizinan Reklamasi Pantura, Kok Bisa?
Istana: Pemberian Izin Reklamasi Kewenangan Pemerintah Pusat
Senin, 04/04/2016 13:51 WIB


source pic: http://megapolitan.kompas.com/read/2...antai.Jakarta.

Jakarta, CNN Indonesia -- Pihak Istana mengatakan pemberian izin Reklamasi Pantai Utara Jakarta merupakan kewenangan pemerintah pusat. Namun demikian, kewenangan tersebut bisa dilimpahkan kepada pemerintah daerah.

"Kalau hal yang berkaitan dengan reklamasi itu kewenangan pusat," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (4/4).

Pram mengatakan kewenangan tersebut sesuai dengan antara lain Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta; Perpres Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur serta Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pram mengatakan dalam pro-kontra Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang semestinya dilihat adalah persoalan kewenangannya. Dia menyampaikan meski kewenangan ada di pemerintah pusat, namun mesti ditelaah kembali apakah sudah ada pendelegasian kepada pemerintah daerah terkait reklamasi tersebut.

"Nah, itu yang harus dilihat pendelegasian itu ada atau tidak," kata Pramono.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 soal Reklamasi Pantai Utara Jakarta merupakan turunan dari Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995.

Namun, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengatakan Raperda mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dinilai menyalahi hukum. Sebabnya, RZWP3K muncul setelah Pemprov DKI mengeluarkan izin reklamasi untuk perusahaan.

Koalisi ini menduga raperda tersebut bertujuan untuk melegitimasi praktik reklamasi di pantai utara Jakarta.

Sementara itu, anggota Badan Legislatif Daerah (Balegda) Gembong Warsono mengatakan ada dua pasal krusial yang membuat pembahasan raperda reklamasi memanas antara DPRD dan Pemprov DKI.

Gembong menjelaskan kedua pasal tersebut adalah terkait isu perizinan dan kontribusi tambahan. "Jadi, dua pasal ini yang akhirnya membuat belum ada kesepakatan di antara eksekutif dan legislatif," kata Gembong.

Polemik mengenai pengesahan rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi dan Reklamasi di Pantai Utara DKI Jakarta disebut berawal dari permintaan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok agar kontribusi dari para pengembang reklamasi dinaikkan.

Ahok lantas mengemukakan alasan kenapa dia ingin kontribusi bagi para pengembang dinaikkan. "Saya mau membatalkan reklamasi tak bisa, mau ambil alih tak bisa, jadi saya mintai uang saja," kata dia di kawasan Cempaka Putih, Jakarta.

Uang yang diminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari para pengembang, ujar Ahok, bukanlah uang pribadi yang akan masuk ke kantong pribadi. Menurut dia, uang itu adalah uang resmi yang akan masuk ke kas daerah.

Dengan alasan uang resmi itulah, Ahok mengusulkan kenaikan kontribusi dari yang sebelumnya hanya lima persen menjadi 15 persen.
http://www.cnnindonesia.com/nasional...erintah-pusat/


Reklamasi Jakarta Preseden Buruk
26 JANUARY 2016



Pembangunan pulau-pulau baru hasil reklamasi di Teluk Jakarta bisa menjadi preseden buruk pembangunan kawasan pesisir di Indonesia. Tidak hanya merusak lingkungan, reklamasi itu juga bisa menambah kerentanan masyarakat nelayan atas dampak perubahan iklim.

“Reklamasi di Teluk Jakarta hanya akan menjadi masalah baru. Untuk mengatasi masalah di Teluk Jakarta seharusnya restorasi ekologi, bukan reklamasi,” kata Alan Koropitan, ahli kelautan yang juga Lektor Kepala Bidang Oseanografi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), di Jakarta, Senin (25/1).

Restorasi Teluk Jakarta bisa mencontoh Teluk Chesapeake di Maryland, Amerika Serikat. Di sekitar teluk itu juga ada pelabuhan sibuk dan banyak sungai, seperti Teluk Jakarta. Namun, restorasi sejak tahun 1980-anmengembalikan daya dukung ekologi sehingga menopang para nelayan. “Selama ini, contoh yang menjadi acuan pembangunannya keliru. Seolah-olah reklamasi identik kemajuan,” katanya.

Menurut Alan, secara alami teluk memiliki mekanisme membersihkan limbah perairan. Dengan membangun pulau-pulau baru di Teluk Jakarta, pola arus laut akan berubah. Sirkulasi arus di tengah teluk dipastikan melemah sehingga memperpanjang waktu untuk pembersihannya.

Perubahan arus laut juga dikhawatirkan ahli kelautan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko. “Reklamasi ini karena dilakukan saat masih ada pembahasan apakah fase B dan C untuk National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) akan dilanjutkan atau tidak,” kata Widjo yang beberapa kali diundang mengikuti pembahasan NCICD.

Proyek NCICD merupakan proyek raksasa yang lama digagas untuk membangun kawasan pantai utara Jakarta. Fase pertama proyek berupa pembangunan tanggul pesisir sudah dilakukan. Fase berikutnya, meliputi reklamasi 17 pulau dan tanggul laut raksasa masih terus dikaji, menyusul banyaknya kritik.

Namun, saat ini Pemprov DKI Jakarta terus membuat pulau di Teluk Jakarta. Widjo sebelumnya memodelkan rencana pembangunan tanggul laut dan reklamasi pulau-pulau di Teluk Jakarta. Hasilnya, akan terjadi perubahan signifikan terhadap pola hidrodinamika, transpor sedimen, dan penurunan mutu air.

Langkah adaptasi

Alan mengatakan, pembuatan pulau-pulau baru juga dipastikan akan menurunkan keanekaragaman hayati laut dan pesisir. Berikutnya, berdampak pada penurunan kapasitas adaptasi masyarakat nelayan terhadap iklim.

Terkait perubahan iklim, masyarakat miskin, khususnya kalangan nelayan, merupakan kelompok terentan. “Seharusnya diperkuat kapasitas adaptasinya, bukan malah dihabisi. Penguatan ini salah satunya bisa memulihkan ekologi,” kata Alan.

Ia khawatir, reklamasi itu jadi preseden buruk bagi daerah lain. “Kalau Jakarta sukses membangun 17 pulau buatan, akan diikuti banyak daerah,” katanya.

Gugatan atas pembangunan pulau-pulau buatan itu juga disampaikan Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Menurut Ketua KNTI Jakarta M Taher, belum selesai sengketa izin reklamasi Pulau G, Gubernur menerbitkan izin reklamasi tiga pulau lain: Pulau F, Pulau I, dan Pulau K pada akhir 2015.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, reklamasi akan tetap jalan. Bahkan, 17 pulau akan dilepaskan DKI Jakarta. “Enggak ada urusan dengan kita. Yang penting sertifikatnya punya DKI,” katanya. Rencana pembangunan itu, kata Basuki, ada sejak era Orde Baru.

fk5WTFpp6YSoal tanah uruk yang diambil dari Tangerang dan pengaruhnya, Basuki mengatakan bahwa itu bisa penuh perdebatan. “Bagi saya, kapal keruk itu tidak berbahaya selama jalurnya tidak ngacak,” katanya.

Basuki menambahkan, “Kalau kalian (masyarakat) bisa gugat, saya lebih suka daripada saya membatalkan, saya yang akan digugat karena bukan saya yang kasih izin. Saya tidak bisa stop, tetapi saya bisa perbaiki izin dan bahwa Anda harus kasih saya jatah dari penjualan tanah. Tanah itu milik DKI, hanya 5 persen yang bisa dijual.”

Kalau reklamasi itu terus berjalan, menurut rencana, Pemprov DKI Jakarta akan mendirikan apartemen-apartemen untuk para pegawai.
http://rumahpengetahuan.web.id/wp-co...fk5WTFpp6Y.jpg


LBH: Izin Reklamasi Bukan Wewenang Gubernur
08 APR 2016 05:46

[img]http://cdn.rimanews.com/bank/antarafoto-reklamasi-teluk-jakarta-050416-wpa-2.jpg[/.img]

Rimanews - Lembaga Bantuan Hukum selaku kuasa hukum penggugat kasus izin reklamasi pulau G yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta dengan Nomor 2238/2014 menyatakan regulasi semacam itu bukanlah wewenang gubernur.

Kepala divisi penanganan kasus LBH Jakarta Muhamad Isnur menilai, sejak terbitnya PP 26 tahun 2008 maka wewenang gubernur telah beralih ke Kementerian Kalautan dan Perikanan (KKP).

"Izin lokasi siapa yang menerbitkan karena dia kawasan strategi Nasional PP 26 tahun 2008 yang berhak mengizinkan adalah menteri kelautan Ibu Susi ini sesuai klaim Ibu Susi dan didukung keterangan ahli siang ini juga sebetulnya," ujar Isnur di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Kamis (07/04/2016).

Selain masalah perizinan, kata Isnur, juga terkait dengan penerbitan AMDAL yang sebenarnya bukanlah wewenang pada pemerintahan tingkat Provinsi namun di level kementerian.

"Sesuai dengan Perpres 122 tahun 2012, yang berhak mengeluarkan AMDAL adalah menteri lingkungan hidup bukan BPLHD DKI Jakarta," ujarnya.

Isnur melihat ada ketidakpatuhan Pemprov DKI Jakarta dalam menerbitkan izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudera. Menurut Isnur, izin prinsip PT Muara Wisesa Samudera dikeluarkan pada masa Fauzi Bowo yang berakhir pada 2013.

"Sedangkan pada tahun 2012 lahir Perpres Nomor 122 tahun 2012 sebagai turunan dari UU 27 tahun 2007 tentang pulau pesisir dan pulau-pulau kecil, di mana Kawasan Strategis Nasional izinnya ada pada tingkat kementerian," kata Isnur menegaskan.

Untuk agenda sidang Pulau G kali ini, diagendakan untuk mendengarkan saksi ahli dari Tergugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu ahli Hukum Tata Negara dan Perundang-Undangan dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ibnu Sina.

Sedangkan untuk sidang tiga pulau lainnya yaitu Proyek Reklamasi Pulau F, I dan K yang diagendakan mendengarkan eksepsi atau jawaban dari para tergugat II intervensi untuk masing-masing pengembang pulau yaitu PT. Jakarta Propertindo, PT. Jaladri Kartika Pakci dan PT. Pembangunan Jaya Ancol.

Keempat sidang tersebut akan ditunda selama dua minggu dan akan dimulai lagi persidangan pada tanggal 21 April 2016 mendatang di Gedung PTUN Jakarta.
http://nasional.rimanews.com/hukum/r...enang-Gubernur


Kuasa Hukum Tergugat: Ahok Punya Wewenang Keluarkan Izin Reklamasi
08 APR 2016 02:56


Dok: Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Foto: Oki Editor

Rimanews - Kuasa hukum tergugat dalam kasus izin reklamasi pulau G, Haratua Purba mengklaim Gubernur DKI Jakarta Basuk Tjahaja Purnama memiliki wewenang selain Menteri KKP dalam mengeluarkan izin reklamasi teluk Jakarta.

"Tidak ada pelanggaran hukum di dalamnya, Gubernur DKI dan Menteri KKP punya wewenang dalam menerbitkan izin reklamasi," kata Haratua di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (07/04/2016).

Haratua beralasan wewenang yang juga dimiliki oleh gubernur itu dikarenakan dalam Perpres nomor 122 tahun 2012 tidak mengatur izin reklamasi dan tidak mengatur tentang Kawasan Strategis Nasional (KSN).

"Dalam Kepres Jabodetabekpunjur, itu kawasan STN, lalu baca tentang Perpres Reklamsi itu kawasan strategis nasional tertentu da disebutkan ada yang juga kewenangan gubernur di dalamnya. Jika ada Perpres yang berlawanan apakah gubernur yang salah," ujar Haratua.

Haratua berdalih karena dalam Perpres 122 tahun 2012 yang mengatur reklamasi, tidak mengatur adanya KSN di dalamnya, karenanya izin reklamasi harus berdasarkan regulasi yang spesifik.

Regulasi lebih spesifik yang dimaksudkan oleh Haratua ada pada Perpres nomor 52 tahun 2008 yang memberikan kewenangan pada gubernur dalam menerbitkan izin reklamasi.

"Perpres 122 tidak ada KSN disitu. Makanya kemarin Seskab bikin rilis gubernur tetap berwenang memberikan izin. Izin itu mengacu pada izin reklamasi lex specialis yang secara spesifik mengatur itu," tuturnya.

PTUN menggelar empat sidang terhadap empat pulau yang menjad bagian reklamasi teluk Jakarta pad hari ini. Untuk agenda sidang Pulau G kali ini, adalah mendengarkan saksi ahli dari Tergugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu ahli Hukum Tata Negara dan Perundang-Undangan dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ibnu Sina.

Sedangkan untuk sidang tiga pulau lainnya yaitu Proyek Reklamasi Pulau F, I dan K yang diagendakan mendengarkan eksepsi atau jawaban dari para tergugat II intervensi untuk masing-masing pengembang pulau yaitu PT. Jakarta Propertindo, PT. Jaladri Kartika Pakci dan PT. Pembangunan Jaya Ancol.

Keempat sidang tersebut akan ditunda selama dua minggu dan akan dimulai lagi persidangan pada tanggal 21 April 2016 mendatang di Gedung PTUN Jakarta.
http://nasional.rimanews.com/hukum/r...Izin-Reklamasi


Membedah Dokumen Reklamasi
Siapa yang Berhak Beri Izin Reklamasi Pantura, Gubernur DKI atau Menteri?
Kamis 07 Apr 2016, 17:10 WIB

Jakarta - Dugaan suap yang menyeret anggota DPRD DKI M Sanusi diduga kuat terkait raperda yang berhubungan dengan reklamasi pantai Jakarta Utara. Kasus ini juga melebar hingga polemik proses pemberian izin reklamasi. Ada perdebatan soal siapa yang berhak memberi izin, gubernur DKI Jakarta atau menteri?

Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 tahun 1995 Tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta tertuang soal kewenangan pemberian izin. Aturan yang diteken pada 13 Juli 1995 oleh Presiden Soeharto ini menyebut, kewenangan ada di gubernur DKI Jakarta.

Pasal 4 keppres tersebut berbunyi: "Wewenang dan tanggung jawab reklamasi Pantura berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta."


Keppres 52 tahun 1995

Selain itu, dibentuk juga sebuah Badan Pengendali dengan ketua gubernur DKI, wakilnya wakil gubernur DKI, sekretaris ketua Bappeda dan sejumlah anggota. Tugas Badan Pengendali adalah mengendalikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan reklamasi Pantura, mengendalikan penataan kawasan Pantura dan dalam melaksanakan tugasnya Badan Pengendali bertanggung jawab pada presiden.

Aturan ini yang dijadikan dasar oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama untuk menerbitkan sejumlah izin pelaksanaan bagi pengembang untuk membentuk pulau reklamasi. Ahok juga menggunakan kewenangan dari Keppres itu untuk mengatur soal tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual. Belakangan, soal aturan kontribusi ini diperdebatkan oleh DPRD hingga berujung dugaan suap yang dikuak KPK.

Namun, kewenangan Ahok menerbitkan izin dipersoalkan sejumlah pihak. Dasarnya, ada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam pasal 72 disebutkan aturan di Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tidak berlaku. Namun yang perlu dicatat, itu hanya yang berhubungan dengan persoalan tata ruang saja (lihat ayat c). Berikut isi pasal lengkapnya:

Pasal 71
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:
a. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur;
b. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri;
c. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang; dan
d. Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga Tangerang, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang, dinyatakan tidak berlaku.



Empat tahun kemudian, Perpres di atas diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dalam pasal 16 disebutkan, untuk memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota. Namun di sini peran menteri diperkuat, dengan ayat-ayat berikut:

Menteri bisa memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu, kegiatan reklamasi lintas provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah. Pemberian izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu dan kegiatan reklamasi lintas provinsi diberikan setelah mendapat pertimbangan dari bupati/ walikota dan gubernur. Gubernur dan bupati/walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai dengan kewenangannya dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah daerah.

Nah, aturan kewenangan menteri ini kemudian diperkuat oleh peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang perizinan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Di pasal 5 disebutkan, kewenangan menteri ada di kawasan strategis nasional tertentu, perairan pesisir di dalam Kawasan Strategis Nasional, kegiatan reklamasi lintas provinsi, kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Kementerian;
dan kegiatan reklamasi untuk Obyek Vital Nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sementara gubernur hanya berwenang menerbitkan Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi pada perairan laut di luar kewenangan kebupaten/kota sampai dengan paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan; dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah provinsi.

Dalam konteks ini, baik Menteri KKP Susi Pudjiastuti dan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama sama-sama memiliki argumen untuk menerbitkan izin. Namun dalam urusan reklamasi pantai Jakarta Utara, siapa yang lebih berwenang?

Terkait ini, Ahok yang lebih berwenang. Dia berpegang pada Keppres era Soeharto yakni Nomor 52 Tahun 1995. Perpres yang dibuat pada tahun 2008 tak menghapuskan serta merta Keppres tersebut karena hanya tertulis untuk 'urusan tata ruang' saja. Argumen lainnya seperti yang disampaikan oleh Sekda DKI Saefullah, kawasan reklamasi Jakarta Utara tak masuk dalam Kawasan Strategis Nasional Tertentu. Karena itu, pada saat Ahok jadi gubernur, dia menerbitkan izin bagi sejumlah pengembang untuk membangun reklamasi.

Seskab Pramono Anung menjelaskan, masalah reklamasi tersebut sudah diatur lewat Keppres Nomor 52 Tahun 1995. Di dalam aturan itu ditegaskan wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada di tangan Gubernur DKI Jakarta.

"Izin reklamasi pantura (pantai utara) Jakarta itu diberikan oleh Keppres No 52 Tahun 1995. Keppres itu dalam pasal 4 wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantura berada pada Gubernur DKI," kata Pramono Anung. Dua Perpres yang terbit setelah aturan itu tidak mengurangi kewenangan gubernur untuk menerbitkan izin.

Namun, sejumlah elemen masyarakat tidak puas dengan persoalan ini. Nelayan yang didampingi dua organisasi seperti Walhi dan Kiara menggugat kewenangan Ahok dan keputusannya yang memberi izin reklamasi ke PTUN. Apa hasilnya? Dalam waktu dekat akan diputuskan.
http://news.detik.com/berita/3182435...i-atau-menteri

--------------------------------------------------------------

Apa sih hebatnya seorang AHOK? Dia hanya seorang Gubernur! Kalau terbukti tindakannya melawan supremasi hukum di negara ini, kenapa semua pihak pura-pura bego dan seakan tak berdaya memprosesnya di ranah hukum?








0
2.8K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan