kurniadihusengoAvatar border
TS
kurniadihusengo
MASIHKAH INISIASI MENYUSUI DINI DIPATUHI?
Maaf sebelumnya jika tulisan berantakan karena dibuat di handphone

Sebuah penelitian menunjukkan, Inisiasi Menyusui Dini (IMD) terbukti menurunkan angka kematian sekitar 22% pada bayi baru lahir. Itulah sebabnya IMD sangat dianjurkan. Apa saja manfaatnya bagi ibu dan si bayi? Simak penjelasannya berikut ini.

Bayi mungil yang masih merah bergerak perlahan di atas dada sang ibu, tak lama setelah tangisnya pecah di ruang bersalin. Kepala dan mulutnya bergerak mencari sesuatu, sementara matanya masih terpejam. Rasa haru, lega, dan bahagia terpancar dari sang ibu. Hilang sudah ketegangan dan rasa lelah setelah berjuang dalam proses persalinan ini. Di sampingnya sang suami yang tak kalah bahagianya juga dua orang suster yang sigap membantu proses IMD.

Inisiasi Menyusui Dini adalah tindakan yang dilakukan pasca kelahiran dengan meletakkan bayi di dada ibu, apabila kondisi ibu dan bayi baik. Atau proses memberikan kesempatan kepada bayi untuk mencari sendiri - tidak dipaksa atau disodorkan - sumber makanannya dan menyusu pada ibunya segera setelah dilahirkan selama minimal satu jam. Memang ada beberapa kasus dimana bayi membutuhkan waktu lebih lama, biasanya hingga 2 jam. Bila keadaan ibu, bayi, dan fasilitas mendukung, IMD dapat dilakukan selama mungkin.

Dr. Jeanne-Roos Tikoalu, SpA, IBCLC, dari RS Pondok Indah Puri Indah menjelaskan, tujuan IMD untuk kontak kulit ibu dengan bayi. Menurutnya, secara alamiah seorang ibu pasca persalinan pada hari ke-3, hormon yang mengatur pengeluaran ASI akan bekerja secara optimal. Tindakan IMD membuat ibu merasa nyaman dan bahagia, sehingga tekanan darahnya stabil, maka hormon yang berperan pada proses pembentukan dan pengeluaran ASI akan lebih cepat bekerja secara optimal.

Karena bayi baru lahir rentan mengalami kedinginan, dengan IMD membuat bayi hangat dan nyaman, serta memudahkan bayi berkesempatan sedini mungkin menyusu pada ibunya, ujar dr. Jeanne.

Pendapat yang sama diungkapkan oleh Dr. Yenny Tirtaningrum dan Dr. Reni Wigati, SpA, keduanya konselor laktasi dari RS Evasari, manfaat utama IMD menstimulasi produk ASI juga kontak kulit antara ibu dan bayi, menstabilkan suhu tubuh bayi sehingga tetap hangat dan meningkatkan kemampuan bayi untuk bertahan hidup dan mencegah hipotermia.

Kontak kulit memiliki efek psikologis, ibu merasa lebih nyaman dan tenang sehingga pernapasan dan denyut jantung lebih stabil, kata dr. Yenny.

Saat IMD bayi berusaha merangkak dan menjilat kulit ibu dan menelan bakteri baik dari kulit tersebut. Bakteri baik ini akan berkembang di kulit dan usus bayi sebagai perlindungan terhadap infeksi dan mengaktifkan sistem ketahanan tubuh bayi, dr Reni menimpali.

Bagi ibu, isapan bayi saat IMD akan merangsang dikeluarkannya hormon oksitosin alami yang bermanfaat membantu mengurangi pendarahan dan mempercepat pengecilan pemulihan rahim pasca persalinan.

Para pakar ini menitikberatkan, tindakan IMD harus didukung oleh kondisi ibu dan bayi dalam keadaan baik tanpa gangguan medis, juga kondisi dan fasilitas ruangan serta tenaga medis pendamping.

IMD harus dalam pengawasan. Tenaga medis atau keluarga terdekat yang mendampingi saat persalinan, terutama ayah bayi ikut mendampingi ibu dan membantu melihat bagaimana kondisi ibu dan bayi. Bila bayi tampak biru pada sekeliling mulutnya ataupun napas menjadi tidak nyaman dan tidak teratur, demikian pula bila ibu merasa pusing, mual atau terjadi perdarahan, tindakan IMD harus dihentikan, tutur dr. Jeanne.

Syarat untuk dapat dilakukan IMD adalah kondisi ibu maupun bayi sehat, tidak ada kegawatan secara medis. Jenis persalinan tidak mempengaruhi apakah dapat atau tidak dilakukan IMD. Pada bayi dilakukan penilaian apakah bayi bugar, usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Bagi bayi prematur, pelaksanaan IMD benar-benar harus mempertimbangkan kesiapan kondisi bayi juga kondisi ibu pasca persalinan, dr. Yenny menambahkan.

Terkait dengan proses persalinan normal dan operasi cesar, dr. Reni mengingatkan, secara umum tidak ada perbedaan bermakna antara kelahiran normal dan seksio.

Yang harus diperhatikan sekali lagi adalah kondisi ibu maupun bayi apakah siap menjalani IMD. Pada seksio, jenis bius yang diterima oleh ibu mempengaruhi apakah IMD dapat dilakukan segera atau menunggu hingga ibu sadar penuh. Suhu lingkungan juga menjadi perhatian khusus, karena suhu di kamar operasi umumnya kurang ideal untuk bayi.

Tenaga medis harus melakukan pemantauan ekstra untuk IMD saat persalinan seksio, baik menilai kondisi ibu maupun bayi. Apabila karena kondisi medis, ibu tidak dapat melakukan IMD dan bayi dalam keadaan bugar, ayah dapat menggantikan peran ibu untuk melakukan kontal kulit dengan ibu.

Menurutnya, tenaga kesehatan yang membantu persalinan berperan menilai secara cepat dan teliti apakah kondisi ibi dan bayi sehat dan bugar untuk menjalankan IMD. Selama prosesnya mesti dipantau, memberi dukungan agar ibu percaya diri dalam menjalankan IMD. Begitu pula dengan keluarga atau suami mendukung dan memberi ketenangan untuk ibu sehingga proses IMD berjalan maksimal.

Namun untuk persalinan caesar, kata dr. Reni, kebijakan setiap RS berbeda satu sama lain. Tidak semua RS memperbolehkan keluarga atau suami ikut serta di dalam ruang operasi karena kepentingan medis. Kendati demikian, keluarga tidak perlu khawatir karena dukungan emosional sebelum persalinan juga turut membantu pelaksanaan IMD. Bila bayi lahir di RS yang membolehkan ayah mendampingi proses seksio, ayah dapat mendampingi penuh proses IMD dan dapat membantu proses kontak kulit ke kulit bila ibu berhalangan secara medis.

Dengan mengetahui manfaat IMD, dr. Jeanne yakin, banyak ibu mau melakukan IMD. Sebaliknya, tidak sedikit yang menolak IMD karena berbagai alasan, seperti ibu merasa tidak kuat dengan beban berat bayi di dadanya dan merasa jijik dengan darah maupun lemak di badan bayi.

IMD masih dipatuhi oleh sebagian besar ibu-ibu muda masa kini walaupun masih dijumpai beberapa kasus ibu menolak IMD. Hal ini juga semakin diperkuat dengan pemberian edukasi tentang pentingnya IMD dan menyusui eksklusif. Selain itu, dukungan keluarga dan suami juga sangat berpengaruh, kata dr. Yenny.

Ibu yang menolak IMD umumnya belum memahami pentingnya IMD, juga minimnya dukungan keluarga, mitos yang berkembang, budaya, agama atau kepercayaan, pengaruh hormonal pasca persalinan juga terlibat dalam keberhasilan IMD. Sering kali ibu menolak IMD dengan alasan kelelahan pasca persalinan atau nyeri pasca persalinan karena ibu kurang mengerti manfaat serta tujuan dilakukannya IMD, dr. Reni menambahkan.

Ketiga pakar ini sepakat bahwa untuk kelahiran anak kedua dan seterusnya, IMD harus tetap dilakukan karena setiap kelahiran adalah proses yang unik dan spesial.

Dr. Reni menyebutkan ada sejumlah indikator IMD telah dilakukan dengan baik, yaitu: berlangsung minimal 1 jam pertama setelah kelahiran, bayi yang mendapatkan IMD dengan baik pada masa awal kehidupan akan tampak lebih tenang dan stabil serta lebih aktif dalam proses menyusu selanjutnya, bayi yang baru lahir tidak selalu langsung menunjukkan tanda siap menyusui sehingga dibutuhkan kesabaran dan mengenali perilaku bayi siap menyusu agar ibu dan tenaga kesehatan tidak mudah menyerah dalam menjalankan proses IMD.

Kampanye IMD terus dilakukan, namun menurut dr. Yenny, di beberapa daerah belum optimal karena kurangnya tenaga kesehatan serta budaya, agama, kepercayaan yang berkembang di daerah tersebut sering kali membatasi pelaksanaan IMD. Kendalanya selain tenaga kesehatan yang belum sepenuhnya mengerti konsep IMD sehingga penjelasan yang diberikan ke masyarakat sering kali hanya setengah-setengah. Juga terkait kondisi sosio-kultural yang kurang mendukung sosialisasi IMD.

Sumber :
- Dr. Jeanne Roos Tikoalu, SpA, IBCLC -
- Dr. Yenny Tirtaningrum -
- Dr. Reni Wigati, SpA -
0
2.6K
26
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan