andry..
TS
andry..
KALAH diPilkada Riau, Golkar dan PDIP Mewek Salahkan TNI... !!

TEMPO.CO, Jakarta - Kemenangan Muhammad Sani dan Nurdin Wasirun sebagai calon Gubernur Kepulauan Riau tak berjalan mulus.
Gugatan perselisihan hasil penghitungan suara yang didaftarkan pesaing mereka, Soeryo Respatiyono dan Ansar Ahmad, berpotensi menganulir putusan pleno hasil penghitungan suara tingkat provinsi. Dalih yang mereka gunakan adalah sikap partisan Tentara Nasional Indonesia.

"TNI terlibat secara masif, terstruktur, dan sistematis," ujar Sirra Prayuna, pengacara pasangan Soeryo Respatiyono dan Ansar Ahmad, Selasa, 22 Desember 2015.

Pasangan Soeryo dan Ansar hanya mampu meraup 305 ribu suara dalam pemilihan Gubernur Kepulauan Riau. Pasangan yang didukung Golkar dan PDIP itu terpaut 6,4 persen dari pasangan Muhammad Sani dan Nurdin yang berhasil meraih 347 ribu suara.

Muhammad Sani adalah petahana yang didukung Partai Demokrat dan Gerakan Indonesia Raya.

Menurut Sirra, dugaan keterlibatan TNI terlihat dari pengerahan kekuatan TNI di basis suara Golkar serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Prajurit TNI yang bertugas melapis tugas kepolisian nyatanya berperan seperti penyelenggara pemilu.

"Mereka membagikan Form C6, surat undangan bagi pemilih di basis suara Golkar dan PDIP," katanya.

Selain itu, kata Sirra, surat undangan yang disebar lewat personel TNI itu hanya dibagikan kepada warga yang bersedia memilih pasangan Sani dan Nurdin. Sementara itu, surat undangan bagi warga pendukung pasangan Soeryo-Anshar ditahan.

"Akibatnya, tingkat partisipasi masyarakat di wilayah itu sangat rendah, di bawah 50 persen," katanya.

Sirra mengatakan dugaan pelanggaran itu telah dilaporkan kepada Danpuspom TNI dan Badan Pengawas Pemilu. Temuan itu juga mereka jadikan alat bukti yang menunjang penyelesaian perkara di Mahkamah Konstitusi.

"Kami berharap, MK bisa menjatuhkan putusan untuk melakukan penghitungan suara ulang di basis suara Golkar dan PDIP," katanya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, mengatakan prajurit TNI juga terindikasi melanggar prosedur penanganan perkara.

Itu terlihat saat enam personel TNI menggeruduk rumah Alex, bendahara pasangan Soeryo-Anshar dengan alasan terlibat praktek politik uang.

"Padahal, saat itu, Alex sedang membagikan uang untuk para saksi. Pembagian uang itu sah menurut aturan," ujarnya.

Menurut Hasanuddin, TNI tak memiliki kewenangan menindak dugaan pelanggaran pilkada. Kalau pun harus terlibat, kehadiran mereka harus perintah polisi didampingi petugas pengawas.

"TNI hanya melapis tugas pengamanan polisi. Jadi mereka tak bisa serta-merta mengambil inisiatif. Tindakan apa pun yang mereka ambil harus didasari perintah polisi atau panwas," katanya.
http://pilkada.tempo.co/read/news/20...p-salahkan-tni
0
886
0
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan