Halo gan ini cerita lanjutan dari Thread ane sebelumnya :Vita est Militia (Kisah Si Belalang Tempur), kenapa thread baru karena judulnya ganti gan, semoga cerita ini berkenan dan akan ane update terus sebisanya ya, maklum gan ada kesibukkan lainnya yang harus ane kerjakan.Ini cerita tentang kehidupan ane merantau ke Bangkok gan, cerita gimana ane bertahan hidup sampai menemukan pasangan di sana. Jangan lupa di Rate kalau agan2 sekalian suka cerita ini ya. Thanks
Quote:
[img][/img]
Quote:
Apakah ini kisah nyata? Real Story dengan beberapa nama yang ane samarkan ya gan.
Mampir-mampir juga ke Channel YouTube ane ya gan:TheGunz Channel
Spoiler for Covernya gan:
[img][/img]
Quote:
Prolog
Jatuh cinta bukan hanya soal kesenangan semata, tapi berbicara mengenai rasa...
Waktu itu senja telah tiba, aku duduk di tepian Sungai Chaopraya. Melihat matahari yang perlahan tenggelam meninggalkanku. Tapi seorang gadis masih saja setia bersamaku. Namanya Veerapatra Limani, ia datang dari Thailand bagian selatan untuk mengabdi menjadi guru di ibukota. Senyuman manis yang kadang penuh tanya membuat rasa penasaranku semakin besar. Aku ingin mengenalnya lebih dalam. Untaian kata-kata dalam bahasa Inggris yang dipadu dengan bahasa Thailand keluar dari mulutnya, ia bercerita tentang rasa kesepiannya jauh dari keluarga. Aku hanya tersenyum menanggapinya, senyuman yang mengisyaratkan kamu akan baik-baik saja. Aku lebih jauh dari keluarga dan sahabat-sahabatku, seorang diri merantau ke negeri ini. Rasa kesepian terkadang membunuhku dalam kesendirian. Ada rasa kesamaan yang menyatukan aku dan dia, dan membuat kami larut bersama dalam obrolan di sore itu.
Hari ini tepat setahun lebih aku mengenalnya. Dia masih sama, sosok wanita yang kuat dan tangguh. Tapi tetap saja tak mudah untuk memahaminya. Tapi hal itu yang membuatku tertarik pada Beena (nama panggilan untuknya). Kami menumbuhkan rasa secara bersama, menyirami dengan perhatian, dan memupuki dengan kasih sayang. Rasa yang terus kami jaga. Kami berbeda secara iman, Beena seorang pemeluk agama Islam, dan aku sendiri seorang Khatolik. Perbedaan tidak membuat kami berjarak, aku tak pernah memintanya untuk menjadi nasrani, dan ia pun bersikap sama tak pernah menyuruhku untuk mengucapkan kalimat syahadat. Tapi aku tak mau memusingkan persoalan ini, aku bukan seorang ahli hukum agama, hanya manusia biasa yang percaya bahwa rasa ini adalah anugerah dari Sang Pencipta.
Waktu terus berjalan dan tak akan pernah bisa aku hentikan. Hari ini aku merasa baik-baik saja, tapi entah apa yang akan terjadi esok. Aku cuma manusia biasa yang juga memiliki rasa takut, mungkin rasa ini bisa saja mati, entah karena tak disirami atau dipupuki atau sengaja ada yang ingin membunuhnya. Aku ingin terus berlari bersamanya, menari dalam kebahagiaan, dan bermimpi sampai pada suatu titik yang akan membuat aku, dia atau kami, tak lagi ada.