asiikmantapasoy
TS
asiikmantapasoy
Apakah Perpanjangan Kontrak Oleh PT Pelindo II Sesuai dengan Pasal 33 UUD 45?


PT Pelabuhan Indonesia II merenegoisasi kontrak konsesi dengan Hutchison Port Holding (HPH) pada pertengahan tahun 2015, salah satu poin renegoisasinya adalah perpanjangan kontrak. Sebelumnya kontrak pertama antara Pelindo II dan HPH pada tahun 1999 sampai 2019. Dengan adanya perpanjangan kontrak, maka kontrak dilanjutkan hingga tahun 2039.

Banyak pihak yang mempermasalahkan perpanjangan tersebut karena kontrak yang habis pada 2019 namun di perpanjang jauh-jauh hari yakni tahun 2015. Hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk Pansus Pelindo II untuk menyelami hal ini.

Dengan adanya perpanjangan kontrak maka HPH berada di PT Jakarta International Container Terminal (JICT) sampai pada tahun 2039, JICT merupakan anak perusahaan PT Pelindo II. Sebelum perpanjangan kontrak, berdasarkan perjanjian tahun 1999, PT JICT dimiliki secara mayoritas oleh HPH dengan kepemilikan saham 51%, sedangkan PT Pelindo II hanya memiliki saham 49%. Dimana PT JICT sebagai operator di Terminal 2 Pelabuhan Tanjung Priok.

PT Pelindo II merenegoisasi kontrak perpanjangan dengan merubah komposisi kepemilikan PT JICT. Sekarang kepemilikan JICT dikuasai oleh PT Pelindo II dengan kepemilikan saham 51% dan HPH memiliki kepemilikan saham 49%.

Kepemilikan saham PT Pelindo II hanya berubah 2% di PT JICT, namun perubahan komposisi saham 2% sangat berarti, pasalnya dengan saham 51% maka PT Pelindo menguasai PT JICT, yang sebelumnya yang dikuasai oleh HPH. HPH adalah perusahaan operator kelas dunia yang mengelola 52 pelabuhan diseluruh pelabuhan.

Ini menjadi sebuah pertanyaan, apakah perpanjangan kontrak antara PT Pelindo II dan HPH sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33? Dimana UUD 45 Pasal 33 Ayat 2 berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Pelabuhan yang merupakan cabang produksi (dalam bentuk jasa) yang mana berpengaruh pada kehidupan masyarakat umumnya. Karena pelabuhan adalah rantai penting yang menghubungkan antara produsen dan konsumen, terlebih lagi kegiatan ekspor dan impor Indonesia sebanyak 70% diakukan di Pelabuhan Tanjung Priok yang mana dikelola oleh PT Pelindo.

Perusahaan BUMN adalah bentuk perwakilan negara untuk menguasai cabang prosuksi yang penting. Maka BUMN perlu menguasai cabang produksi, dalam hal ini PT Pelindo II harus menguasai pelabuhan.

Jika pelabuhan “dikuasi oleh negara” secara 100%, maka pelabuhan yang ada akan berkembang lebih lama dari pada saat ini. Pasalnya, Indonesia membutuhkan investasi di berbagai sektor termasuk pelabuhan. Dalam hal ini investasi pelabuhan untuk menyukseskan program tol laut Pemerintah guna memperkecil perbedaan harga-harga barang antara Indonesia Bagian Barat dan Bagian Timur. Serta mempercepat pertumbuhan ekonomi di luar pulau Jawa.

Penguasaan pelabuhan oleh negara maka perusahaan BUMN menguasai mayoritas kepemilikan. Dalam hal ini PT JICT dikuasai oleh PT Pelindo. Keikutsertaan HPH di JICT yang merupakan anak perusahaan Pelindo II, Pelindo II mendapatkan dana investasi sebesar US$ 486,5 juta. Dana tersebut adalah sebaian dana yang digunakan Pelindo II untuk mengembangkan 3 pelabuhan yang sudah ada, yakni: Pelabuhan Tanjung Priok (Kalibaru, dan Terminal Kendaraan), Pelabuhan Kijing, Pelabuhan Tajung Carat, dan Pelabuhan Cirebon; serta pembangunan 1 pelabuhan baru yakni Pelabuhan Sorong.

Renegoisasi kontrak antara PT Pelindo II dan HPH dengan mengubah mayoritas kepemilikan PT JICT oleh PT Pelindo II merupakan sesuai dengan UUD 45 Pasal 33 Ayat 2. Maka PT Pelindo II dapat menguasai Terminal 2 Pelabuhan Tanjung Priok yang sebelumnya dikuasai oleh HPH.

Hal ini seperti perusahaan BUMN lainnya, dimana PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero Tbk tidak dimiliki 100% oleh negara tetapi negara masih menguasai saham tersebut sebesar 57% dan privat sebesar 43%.
0
1.1K
3
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan