ansarsafety
TS
ansarsafety
UMP Kaltim Hanya Naik Rp 100 Ribu
SAMARINDA – Akhirnya Jumat (1/11) kemarin, upah minimum provinsi (UMP) Kaltim 2014 ditentukan Gubernur Awang Faroek Ishak sebesar Rp 1.886.315. Kenaikan Rp 100 ribu dibanding UMP 2013 ini, membuat pengusaha lega. Sementara para buruh belum menerima, mengingat tuntutan mereka minimal Rp 2,2 juta.

Dalam konferensi pers di DPRD Kaltim, Gubernur menyebutkan penetapan UMP telah melalui 7 kali pembahasan. Angkanya pun meningkat bila dibandingkan UMP tahun ini sebesar Rp 1,75 juta.

Dikatakan Faroek, besaran UMP ditetapkan 100 persen dari kebutuhan hidup layak (KHL) berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim.

“Tidak dikurangi sedikit pun dari KHL untuk wilayah Samarinda. Sedangkan untuk menyetujui usulan teman-teman buruh, itu tidak mungkin,” katanya.

Dia menyampaikan penetapan UMP yang terlampau besar bisa menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks. Seperti pengusaha dan investor yang memilih pergi ketimbang menanam uangnya di Kaltim.

Angka Rp 1,8 juta, jamin Faroek, tidak akan berubah lagi. Termasuk jika Kahutindo mengancam menurunkan lima ribu buruh untuk menolak keputusan.

“Saya yakin pihak-pihak menerima. Ini sudah final, tak bisa diubah,” sebutnya.

Sementara kabar bahwa banyak pekerja yang tak dibayar sesuai UMP di sektor pertambangan, Faroek mengaku belum mendapat laporan.

Sebelumnya, pengusaha di sektor pertambangan disebut-sebut tidak taat UMP. Dugaan itu mencuat dalam hasil penelitian Ardi Paminto, akademisi dari Fakultas Ekonomi, Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda pada 2010 lalu.

Meski begitu, Faroek menegaskan perusahaan akan ditindak jika ada laporan. Khusus sektor pertambangan, dia mewajibkan semua perusahaan ikut penilaian proper.

“Bagi yang tidak ikut, langsung diberi nilai proper hitam (yang paling rendah),” tegas Faroek. Itu artinya, izin perusahaan terancam dicabut.

Ketua DPRD Kaltim sementara, Syahrun, sependapat dengan pandangan Gubernur. Besaran UMP tidak masalah sesuai segala pertimbangan. “Jangan sampai keputusan ini berimbas kepada pengurangan tenaga kerja, investor hengkang, atau perusahaan gulung tikar,” ujarnya.

Terpisah, Dodhy Achadiyat, wakil ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim, lega atas penetapan UMP. “Ini bukan soal kalah atau menang. Ini keputusan untuk kebaikan bersama,” ujarnya.

Dodhy menguraikan, tanggung jawab pengusaha bukan soal upah yang menyangkut kebutuhan karyawan. Rupiah yang dikeluarkan pengusaha pun sudah terbebani dengan peningkatan kompetensi karyawan. Meningkatkan kemampuan karyawan bukan murah. Demi kelancaran usaha, menaikkan kompetensi karyawan wajib bagi pengusaha.

“Padahal, kadang belum tentu karyawan tetap di satu perusahaan Dia bisa pindah saat kompetensinya meningkat,” jelasnya.

Di lain tempat, ketika penetapan UMP sampai di telinga serikat buruh, reaksi sebagian organisasi pun seragam. Mereka bertahan dengan upah yang diusulkan.

Perwakilan dari Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kaltim, Wahyudin, menyebutkan keputusan Gubernur menaikkan UMP menurut KHL Samarinda telah disampaikan kepada seluruh pengurus cabang. Mereka belum mengambil sikap. Kendati demikian, KSBSI kemungkinan konsen terhadap penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan upah minimum sektoral.

“Kalau perlu turun, massa akan turun. Kami upayakan negosiasi di UMK atau sektoral,” terangnya.

Wahyudin menegaskan, KSBSI tetap bertahan dalam usulan upah minimum sebesar Rp 2,2 juta. Dia berharap nominal tersebut dapat terwujud dalam UMK atau upah sektoral.

“Penetapan UMP hanya sebagai pengaman agar di kabupaten/kota tak lebih rendah UMP provinsi,” kata dia.

Sementara, Ketua DPD FSP Kahutindo Kaltim, Rulita Wijayaningdyah, menyoroti keputusan Gubenur yang hanya menggunakan angka usulan pengusaha.

Padahal, kata dia, buruh menunda demo besar-besaran demi memberi ruang kepada Gubernur untuk menepati janjinya. Yaitu, melaksanakan komitmennya kepada buruh yang mendukung saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim lalu. Selain itu pernyataan Gubernur di pemberitaan beberapa hari terakhir cenderung akan memihak buruh. “Namun nyatanya keberpihakan gubernur kepada rakyat kecil buruh hanya omong kosong,” kata dia.

Dia mencontohkan DKI Jakarta dan Jawa Timur yang penentuan UMP-nya lebih tinggi dari KHL, serta mempertimbangkan faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi (grafis dan berita terkait di halaman 39 ekonomi.

“Keberpihakan dua kepala daerah tersebut jelas kepada pekerja. Tetapi kondisi yang timpang terjadi di Kaltim, sebab kondisi biaya hidup masyarakatnya jauh dari kedua daerah tersebut,” tambah Rulita lagi.

Jauh-jauh hari, menurut Rulita, Kahutindo telah menyoroti Dewan Pengupahan dari unsur Pemprov yang cenderung memihak pengusaha dan kondisi itu telah terjadi bertahun-tahun. Dia juga mencontohkan nilai KHL sengaja dibuat sekecil mungkin. Seperti kenaikan KHL yang hanya 7,6 persen, lebih kecil dari inflasi Kaltim 9,9 persen.

“Aturan ketenagakerjaan dilanggar, pemerintah tutup mata. Inpres Nomor 9/2013 (tentang kebijakan penetapan upah minimum, Red) yang dihasilkan cenderung pro-pengusaha. Pemprov pun lebay memberlakukan,” sambung dia.

Pendek kata, buruh sangat kecewa dengan besaran UMP Kaltim. “Kahutindo tetap mempersiapkan langkah-langkah untuk melawan keputusan ini,” tutup Rulita

sumur tua http://www.kaltimpost.co.id/berita/d...-100-ribu.html

koment boss jauh dari anarkis jauh dari motor ninja boss emoticon-Ngakak (S) emoticon-Ngakak (S)
0
711
4
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan