ronggo.warsitoAvatar border
TS
ronggo.warsito
Soekarno dan Kenangan Asian Games 1962


Jika Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia tidak bertekad ingin mendirikan sebuah stadion olahraga terbesar di Asia di akhir 50-an, tentu sejarah Indonesia kontemporer tidak akan berwajah seperti sekarang ini. Bayangkan sejarah Indonesia tanpa kampanye-kampanye besar partai politik, yang seakan menemukan puncak eksistensinya ketika massa pendukungnya mampu memenuhi sebuah stadion yang dirancang berkapasitas lebih dari 100.000 (seratus ribu) penonton. Wajah Indonesia seperti apa jika tidak ada komplek Conefo (Conference for New Emerging Forces) yang dibangun di sebelah stadion utama, yang sekarang ini dikenal dengan nama gedung MPR/DPR yang atap kubah bersayapnya menjadi simbol reformasi ketika massa mahasiswa berhasil mendudukinya di tahun 1998.

Kawasan Gelora Senayan tempat berdirinya Stadion Utama Gelora Bung Karno, adalah situs utama yang telah menasbihkan wajah Republik Indonesia secara apa adanya hingga sekarang ini. Sejarah Gelora Bung Karno dalam beberapa hal tertentu juga mencerminkan wajah Indonesia yang ada pada saat ini. Diimpikan oleh Sukarno, dicanangkan oleh Sukarno, dirayakan sebagai kemenangan New Emerging Forces oleh Sukarno, tetapi juga menjadi tempat ditolaknya pertanggungjawaban Sukarno oleh MPRS 1966 yang menolak pidato Nawaksara, dan mengangkat Suharto yang sukses merebut kekuasaan dalam sidang istimewa yang berlangsung di bekas komplek Conefo yang berada di Kawasan Istana Olahraga Senayan yang kemudian dikenal sebagai gedung MPR/DPR.

Ternyata semua itu bermula dari keinginan menyelenggarakan pesta olahraga bangsa-bangsa Asia. Berdirinya Stadion Utama Gelora Bung Karno adalah mandat dari terpilihnya Indonesia dalam sidang Asian Games Federation (AGF) yang berlangsung di Tokyo pada tanggal 28 Mei 1958. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dengan anggota Sri Paku Alam VIII, Maladi dan, dr A.Halim, berhasil memenangkan 22 dukungan suara negara-negara anggota AGF Jakarta sebagai tuan rumah Asian Games ke IV dengan menyingkirkan dukungan 20 suara yang memilih Karachi (waktu itu masih ibukota Pakistan). Atas dasar itulah Sukarno kemudian menerbitkan Keppres Nomor 239 yang membentuk Dewan Asian Games Indonesia yang bertanggung jawab menyukseskan hajatan besar Asian Games IV dengan membangun segala sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kebelangsungannya.

Dengan bermodalkan semangat sebagai negara bangsa yang masih belum dikenal dunia, pada 8 Februari 1960 Presiden Sukarno mencanangkan tiang pancang pertama pembangunan gedung olahraga terbesar di Asia yang lokasinya berada di kawasan kampung Betawi seluas 300 Ha yang padat penduduknya dengan tingkat kepadatan hingga 60.000 jiwa. Luasnya Kawasan Gelora Bung Karno berdiri di bekas 4 kampung yakni, kampung Senayan, Petunduan, Kebun Kelapa dan Bendungan Hilir, dari keempat kampung itu kampung Petunduan hilang jejaknya karena menjadi tempat berdirinya Stadion Gelora Bung Karno. Dari hijrahnya warga empat kampung di sekitar senayan itulah lahir perkampungan Tebet yang dialokasikan untuk menampung warga yang digusur. Di lahan rawa-rawa (tebet-bahasa sunda kuno artinya rawa) yang dikeringkan seluas 500 ha dibagi-bagi dalam kapling yang diperuntukkan bagi warga Betawi yang waktu itu dikenal sebagai orang kaya baru karena mendapat ganti kerugian yang cukup besar. Banyak juga di antara warga Betawi yang digusur kemudian menempati wilayah di bagian barat Senayan, di sekitar Slipi dan ke selatan ke wilayah Cileduk.

Begitu besarnya proyek yang digagas Sukarno di kawasan Senayan jika dibandingkan dengan tingkat teknologi konstruksi yang masih belum secanggih di jaman ini ternyata lebih mengherankan lagi karena karena Sukarno tidak hanya membangun sebuah kawasan stadion olahraga. Sukarno juga menyertakan pembangunan Stasiun Televisi yang kemudian dikenal sebagai Kantor Pusat Televisi Republik Indonesia, dan kawasan perkampungan internasional yang lengkap dengan ruang publik dan gedung pertemuan yang mampu menampung 3000 atlit internasional. Di perkampungan internasional inilah cikal bakal perkantoran di wilayah senayan yang kemudian menjadi kawasan Conefo yang pada saat ini menjadi kawasan MPR/DPR dan perkantoran Manggala Wanabhakti.

Dan ternyata Sukarno berhasil dalam waktu hanya 2,5 tahun sesuai jadwal di minggu terakhir bulan Agustus 1962 Asian Games ke IV berlangsung dengan sangat bersemarak. Tercatat pada waktu itu pembukaan Asian Games ke IV dirayakan dengan melepas 5000 ekor burung merpati lambang perdamaian. Pagelaran kolosal juga dilakukan oleh 1200 anak-anak dalam lenggang lenggok gerak dan tari. Sebanyak 1100 penari pendet beserta segala kelengkapannya juga khusus didatangkan dari Bali untuk memeriahkan hajatan besar Asian Games ke IV Jakarta yang diistilahkan oleh banyak orang sebagai tahun-tahun kemenangan.
0
2.9K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan