INILAHCOM, Padang - Kehidupan pers saat ini dinilai semakin bebas, namun semakin tidak jelas. Hal ini akan menjadi kecemasan bagi demokrasi di Indonesia.

"Kita boleh bangga kehidupan pers tanah air makin bebas namun kita juga harus cemas karena kebebasan pers itu semakin tidak jelas," kata pengamat media UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra saat menyampaikan materi seminar yang diselenggaran Ikatan Alumni Madrasah Aliyah Program Khusus di kampus IAIN Imam Bonjol, Padang, Senin (19/10/2015)

Menurutnya, kebebasa pers saat ini dinilai hanya bermanfaat bagi pemilik dan pihak yang memiliki agenda politik.

"Sementara publik, hanya dimanfaatkan pers sebagai khalayak pasif yang tidak memiliki akses menentukan ke arah mana kebebasan pers itu hendak dituju," ujarnya.

Iswandi mengatakan, situasi ini terjadi karena pers dinilai gagal mengatur dirinya sendiri terhadap kebebasan yang diperolehnya. "Bagaimana pers bisa mengatur dirinya sendiri jika pemilik media punya agenda dan ambisi politik pribadi? Awak pers lebih takut pada pemilik dari pada publik," ungkapnya.

Kondisi ini bisa lebih parah dari era pers otoriter. Sebab saat ini pers seolah-olah tidak mendapat tekanan namun sebenarnya pers tunduk terhadap kekuatan pemilik.

"Pada masa Orde Baru, memang ada tekanan dari negara tapi tekanan tersebut jelas untuk mengamankan kebijakan nasional. Saat ini, pers seolah bebas tanpa tekanan padahal tunduk pada pemilik. Pers kehilangan daya kritisnya saat pemilik atau elit yang dekat dengan pemilik tersangkut kasus korupsi atau tindak kriminal lainnya," katanya.

Dalam kondisi tidak jelas seperti ini , publik harus mengorganisasi dan konsolidasi. "Sosmed bisa menjadi alternatif untuk mengimbangi media mainstream yang tidak jelas itu," tutupnya.[jat] - See more at: http://nasional.inilah.com/read/deta....1TzEv56c.dpuf

gara2 media lacur nastak