RizkiabachtiarAvatar border
TS
Rizkiabachtiar
[KOPERASI] Pengurus Koperasi: Jangan Takut Mengambil Resiko
Mengelola perusahaan, dan juga koperasi tentunya. Itu seperti berjalan di atas titian tali, kita harus bisa menyeimbangkan diri. Antara terlalu berani mengambil resiko atau terlalu berhati-hati mengambil resiko. Koperasi tidak seperti perusahaan pribadi, tidak bisa mengambil resiko terlalu banyak. Karena disitu ada uang orang banyak. Berbeda dengan perusahaan pribadi, jika individu pemiliknya adalah seorang risk taker, maka baginya mungkin tidak apa-apa kehilangan modal karena perusahaannya salah mengkalkulasi resiko. Seorang direktur di perusahaan pribadi, bisa saja mengambil resiko tinggi, kalaupun keputusan yang ia ambil salah, paling-paling ia dipecat dan cari perusahaan lain. Di koperasi, seorang pengurus jika mengambil resiko tinggi dan ternyata ia salah ambil keputusan, yang mengakibatkan koperasi merugi. Maka ia bisa disalahkan, dicemooh oleh anggota koperasi yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Dan anggota koperasi itu biasanya adalah orang-orang yang ada di lingkungannya, entah itu lingkungan kerja, lingkungan profesi atau lingkungan tempat tinggal. Dimana pengurus tidak bisa kabur dari tekanan tersebut. Tekanannya lebih berat bagi pengurus koperasi jika ia salah mengkalkulasi resiko dibanding direktur sebuah PT. Karenanya bisa dipahami jika kebanyakan koperasi cenderung bersikap risk avoider, tidak mau banyak mengambil resiko.

Ada prinsip dalam investasi yang berbunyi 'high risk, high return'. Resiko tinggi, untungnya juga tinggi, begitu pula sebaliknya. Memang ungkapan tadi bukan suatu fakta yang 100% selalu benar, namun ungkapan tersebut merupakan gambaran umum dari suatu hukum alam. Siapa yang mau lebih ya harus siap berkorban lebih. Lalu, bagaimana jika koperasi tidak banyak mengambil resiko? Sesuai prinsip diatas, return yang didapat koperasi hampir dipastikan juga rendah. Memang persoalan mengambil resiko ketika mengelola koperasi ibarat buah simalakama. Jika mengambil resiko tinggi, return tinggi, tapi kemungkinan salah dan disalahkan juga tinggi. Jika mengambil resiko rendah, return rendah, tapi kemungkinan salah dan disalahkan juga rendah. Dalam tulisan ini saya akan mencoba mengulas dilema ini. Meskipun pada kesimpulannya di awal tulisan ini saya ingin katakan bahwa koperasi hendaknya meninggalkan paradigma dan cara lama untuk menghindari resiko. Resiko itu ada bukan untuk dihindari, namun untuk dikalkulasi, dimitigasi dan dihadapi. Koperasi perlu mengambil resiko-resiko yang telah diperhitungkan. Pengurus koperasi perlu lebih berani untuk mengambil resiko.

Dilihat dari segi pengambilan resiko, ada dua tipe pengurus yang harus dihindari, yaitu :
1. Risk taker
2. Risk avoider

Pengurus tipe risk taker
Berikut contoh pengurus koperasi yang mengambil resiko terlalu tinggi. Di suatu koperasi, terdapat dana idle yang cukup besar, yang belum tahu dipergunakan untuk usaha apa. Nilainya katakanlah satu milyar rupiah. Pada suatu saat pengurus koperasi diberitahu oleh kerabat dekatnya bahwa ada tanah yang rencanannya satu tahun kedepan akan didirikan bangunan komersial, namun para pemilik tanah disitu tidak tahu rencana tersebut. Perkiraan harga tanah saat itu adalah 500 ribu per meter persegi, namun jika rencana pembangunan tersebut jadi maka harga tanah bisa dihargai sampai dengan satu juta per meter persegi. Peluangnya adalah membeli tanah itu sekarang dari pemilik tanah, dan menjualnya kembali kepada developer yang akan mendirikan bangunan komersial.

Karena tergiur akan keuntungan yang dua kali lipat hanya dalam waktu satu tahun, dan kebetulan ia juga memegang dana koperasi yang idle. Maka dengan kesepakatan bersama pengurus yang lain, dilakukanlah eksekusi pembelian lahan tersebut. Ketika rapat anggota, pengurus yang tadi mampu mempertanggungjawabkan transaksi pembelian tersebut, karena memang tujuannya adalah untuk melipatgandakan uang anggota. Namun karena terlalu tergiur oleh janji keuntungan dua kali lipat tadi, ketika tanah tersebut akan dibeli oleh pihak developer, ternyata tanah tersebut ada sengketa. Ada pihak lain yang mengaku memiliki hak atas tanah tersebut. Kedua belah pihak punya argumennya masing-masing. Ketika melakukan pembelian, pengurus tidak mengecek semua kemungkinan dan konsekuensi yang terjadi atas transaksi tersebut. Akhirnya karena sengketa berlarut-larut, developer tidak jadi membeli tanah di daerah tersebut. Uang anggota koperasi masih tersangkut di tanah sengketa, tidak bisa lagi diputar.

Ada beberapa penyebab mengapa pengurus koperasi terlalu berani mengambil resiko, tanpa banyak melakukan perhitungan dan pertimbangan. Antara lain :

1. Merasa telah 100% dipercaya oleh anggota
Karena telah dipilih menjadi pengurus, ia merasa berhak untuk menggunakan dana koperasi sesuai dengan kebijakannya sendiri, tanpa terlebih dahulu diskusi atau meminta saran dari anggota. Pengurus seperti ini merasa telah diberi kuasa penuh oleh anggota. Padahal rencana-rencana kerja yang sebelumnya belum disepakati atau disetujui dalam rapat anggota hendaknya tidak dilaksanakan, apalagi yang berhubungan dengan pengeluaran dana dalam jumlah besar. Kalaupun di tengah jalan ada peluang usaha yang nampak baik, yang memerlukan alokasi dana besar, seharusnya dibuat rapat anggota luar biasa untuk memutuskan apakah peluang usaha tersebut diambil atau tidak. Dengan adanya keputusan rapat anggota maka pengurus terbebas dari beban moril jika usaha yang dijalankan tidak berjalan sesuai rencana.

2. Tergiur oleh keuntungan yang berlipat
Hal yang paling dahulu dicurigai dari suatu investasi atau usaha adalah jika return dan keuntungannya terlihat tak masuk akal. Bukan berarti tidak ada investasi atau usaha yang returnnya berkali-kali lipat, ada, hanya saja jarang sekali. Karenanya jika mendapati tawaran investasi atau peluang usaha yang menjanjikan return diluar kewajaran, bombastis, fantastis. Maka perlu dilakukan penyelidikan lebih mendalam. Apalagi ini yang akan diinvestasikan adalah uang orang banyak, bukan uang pribadi. Jangan sampai muka koperasi tercoreng lagi gara-gara anggota koperasi dirugikan oleh keputusan segelintir orang.

3. Tidak memiliki ilmu mengenai manajemen resiko
Semua bidang ada ilmunya, termasuk resiko. Ada bidang ilmu manajemen resiko. Bagaimana menghitung resiko, bagaimana meminimalkan resiko, bagaimana mengantisipasi resiko, bagaimana menanggulangi resiko dan lain-lain. Ketika seorang pengurus bersedia dilantik menjadi pengurus. Secara tidak langsung ia harus siap belajar mengenai bidang ilmu yang satu ini, manajemen resiko. Contohnya seperti kasus diatas tadi. Ketika membeli properti berupa tanah kita harus tahu resiko apa yang mungkin dihadapi, berapa besar kemungkinannya, berapa besar dampaknya, bagaimana cara meminimalkannya dan seterusnya. Lebih baik lagi jika sebelum melakukan keputusan ada dokumen manajemen resiko yang diajukan kepada rapat anggota untuk disetujui. Dengan begitu pengurus telah melakukan pekerjaannya secara profesional. Jika pengurus tidak sempat belajar mengenai manajemen resiko, maka pengurus bisa mengangkat manajer koperasi yang berpengalaman dan tahu mengenai manajemen resiko. Atau pengurus bisa datang ke konsultan manajemen untuk meminta pertimbangan.

Bagi pengurus koperasi yang cenderung mengambil resiko tinggi agar memperhatikan ini, resiko perlu diambil namun jangan gegabah, jangan terburu-buru. Pelajari dulu ilmunya, konsultasikan dengan pihak yang sudah ahli dan berpengalaman, dan yang terpenting minta persetujuan rapat anggota.

Pengurus tipe risk avoider
Di sisi lain, ada pengurus yang cari aman. Pengurus yang bertipe risk avoider. Misinya dalam kepengurusan koperasi sederhana, yaitu : tidak rugi. Bagi pengurus tipe ini, tidak masalah koperasi tumbuh hanya satu digit per tahun selama uang anggota utuh. Pengurus model ini seperti mobil yang berlari 60 - 70 km/jam di jalan tol, tidak apa banyak didahului kendaraan lain, yang penting sampai ke tujuan. Jika tipe pengurus yang pertama tadi beresiko meruntuhkan koperasi, maka tipe pengurus yang seperti ini beresiko memundurkan koperasi. Keduanya sama-sama buruk, sama-sama merusak citra koperasi.

Namun tipe pengurus risk avoider ini lebih buruk daripada tipe pengurus risk taker. Mengapa? Karena bagi pengurus yang terlalu berani mengambil resiko, disana masih ada peluang untung. Bagi pengurus yang tidak berani mengambil resiko, hanya ada satu kemungkinan: rugi. Karena dalam bisnis tidak ada kata stagnan, yang ada naik atau turun. Jika kita tidak naik, ya kita turun. Jika di jalan tol masih tidak apa-apa didahului oleh kendaraan lain, maka dalam bisnis 'didahului' berarti tersingkir dari persaingan. Dan ujung-ujungnya koperasi paling hanya mengandalkan captive market dari anggota. Bahkan pendiri Facebook, Mark Zuckerberg menyatakan bahwa 'Resiko terbesar adalah tidak mengambil resiko sama sekali. Di dunia yang terus menerus mengalami perubahan, satu-satunya strategi yang dijamin gagal adalah strategi untuk tidak mengambil resiko'. Tidak mengambil resiko sebenarnya mengandung resiko tersendiri.

Contoh pengurus tipe ini adalah ketika ada peluang usaha yang menguntungkan koperasi, dan sebagian anggota pun telah mendorong pengurus untuk mengambil peluang usaha tersebut. Namun modal koperasi yang ada tidak cukup untuk modal usaha, sehingga jalan keluarnya adalah dengan mencari modal tambahan. Kebetulan ada bank yang menawarkan pinjaman modal usaha dengan jaminan tanah dan kantor koperasi. Pengurus tipe ini, tanpa terlebih dahulu memperhitungkan dan menilai peluang usaha yang ada, tanpa terlebih dahulu memperhitungkan biaya bunga dan cicilan pinjaman, menolak untuk mengambil peluang usaha tersebut. Penyebabnya: Takut dipusingkan dengan cicilan bulanan ke bank! Takut rugi! Takut tanah dan kantor koperasi disita bank!

Penyebab pengurus yang seperti ini antara lain :

1. Takut
Takut gagal, takut rugi, takut dicemooh. Sebaiknya pengurus yang seperti ini tidak usah menjadi pengurus, segera mundur atau dilengserkan secepatnya. Koperasi atau bisnis manapun tidak akan berkembang jika dipimpin oleh orang yang penakut. Seringkali ketakutan tidak semenakutkan yang kita kira jika kita berani untuk menghadapinya.

2. Malas
Malas berhitung, malas membuat analisa, malas ambil pusing, malas dimintai pertanggungjawaban. Merintis usaha baru tentunya menuntut usaha lebih, memerlukan pengorbanan lebih. Dan bagi orang yang malas, bagi orang yang sudah terbiasa dengan comfort zone, mesipun hitung-hitungan bisnisnya nampak masuk akal dan menguntungkan, tetap saja resiko yang tidak terlalu besarpun malas diambilnya.

3. Enggan bertanggung jawab
Dalam contoh diatas, ketika pengurus menambil keputusan untuk mengambil pinjaman dari bank. Maka pengurus lah yang harus berhadapan dengan pihak bank, pengurus lah yang harus bertanggung jawab kepada bank jika ada cicilan yang telat bayar. Tanggung jawab bukanlah sesuatu yang bisa dipikul oleh semua orang. Barangkali pengurus macam ini dipilih menjadi pengurus karena memang tidak ada pilihan lain, atau tidak enak kalau harus menolak.

4. Tidak tahu ilmu manajemen resiko
Sama seperti tipe pengurus risk taker. Pengurus koperasi yang seperti ini juga dikarenakan minim pengetahuan tentang manajemen resiko. Tidak tahu bahwa dalam bisnis mengambil resiko itu perlu. Tidak tahu bahwa resiko itu bisa dihitung. Tidak tahu bahwa resiko itu bisa diminimalkan.

Tipe pengurus seperti ini lah yang paling banyak, tipe pengurus yang cari aman. Justru koperasi menjadi tidak punya gaungnya di negeri ini kemungkinan karena banyak pengurus-pengurus yang seperti ini. Pengurus yang melempem, tidak agresif, tidak business oriented. Diakui memang berat menjadi pengurus koperasi, tanggung jawab dan amanah yang diemban sama sekali tidak ringan.

Terkadang godaan untuk bermain aman, kecenderungan untuk sekedar menjaga aset koperasi, hal seperti itu tidak dapat dipungkiri. Siapa sih orang yang mau tambah repot, tambah pusing, tambah beban tanggung jawab. Namun kembali lagi kepada tujuan Anda menjadi pengurus koperasi. Tujuan Anda menjadi pengurus bukan untuk santai-santai kan? Tujuan Anda menjadi pengurus adalah untuk mengorbankan diri demi kepentingan orang banyak. Meskipun nampaknya dengan mengambil resiko lebih, kita mendapat tanggung jawab lebih. Tapi disitulah letak pengorbanannya, disitulah letak nilai tambah dari seorang pengurus, disitulah peran seorang pengurus dibutuhkan. Jangan jadi pengurus jika Anda tidak siap untuk berkorban. Jangan jadi pengurus jika Anda tidak siap untuk belajar.

Mengambil Resiko yang Diperhitungkan
Pengurus koperasi yang ideal adalah yang berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan sebelumnya. Memang yang namanya resiko, berarti tidak ada jaminan dan tidak ada kepastian 100% bahwa langkah yang diambil akan berhasil. Disitulah keberanian diperlukan, keberanian untuk gagal, untuk salah dan disalahkan. Di dunia ini siapa sih yang tidak pernah salah dan khilaf?

Pengurus koperasi yang baik tidak alergi dengan resiko, juga tidak gegabah mengambil sembarang resiko. Ia tidak memandang resiko sebagai wilayah yang tak terpetakan, namun ia memandang resiko sebagai sesuatu yang dapat diperhitungkan. Bagi pengurus tipe ini resiko adalah konsekuensi tak terhindarkan dari mengelola koperasi, resiko selalu ada bahkan ketika kita menolak mengambil resiko, resiko itu tetap ada.

Ralph Waldo Emerson, seorang penulis, pernah berkata 'Hidup adalah eksperimen, semakin banyak eksperimen semakin baik'. Bagi seorang pengurus koperasi yang berani mengambil resiko bisnis, berarti ia sedang bereksperimen. Hasilnya bisa berhasil, bisa gagal. Meskipun hasilnya gagal, pasti ada sesuatu yang ia pelajari dari kegagalannya yang membuatnya lebih bijak dalam mengambil keputusan berikutnya.

Saran saya bagi pengurus koperasi :

  1. Berani ambil resiko
  2. Perhitungkan resiko atas tindakan yang akan diambil
  3. Pelajari manajemen resiko
  4. Pekerjakanlah pengelola yang paham manajemen resiko
  5. Buat langkah-langkah mitigasi, untuk meminimalkan atau menghindari resiko yang ada sebisa mungkin
  6. Sebisa mungkin buat dokumen manajemen resiko atas bisnis baru yang akan diambil
  7. Jika resiko dinilai terlalu besar, seimbang dengan hasilnya, minta keputusan rapat anggota
  8. Jika salah dalam mengambil keputusan, jangan putus asa, belajar terus, belajar dari pengalaman



Jangan jadi pengurus koperasi yang tidak berani mengambil resiko. Jangan jadi pengurus koperasi yang tidak bisa memperhitungkan resiko. Jangan jadikan koperasi Anda koperasi ecek-ecek.

sumber: www.konsultankoperasi.com

Maju Koperasi Indonesiaemoticon-I Love Indonesia (S)
0
3.2K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan