magettengAvatar border
TS
magetteng
[Sisi Hukum] Setruman Listrik 35.000 MW Rizal Ramli
BEBERAPA hari ini, publik dikejutkan oleh pemberitaan di berbagai media masa mengenai tantangan debat terbuka Menteri Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli (RR) kepada Wakil Presiden Jusuf Kala terkait proyek pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW).

‎Langkah berani RR direspon beragam opini, ada yang mengapresiasi dengan argumentasi bahwa secara politis tantangan RR dikaitkan dengan keberadaannya di Kabinet Kerja yang sengaja untuk mempersempit ruang gerak JK, termasuk menjadi 'lawan' frontal JK, namun ada yang menggugatnya dan menganggap hal tersebut sebagai prilaku tidak etis bawahan kepada atasan.

‎Tantangan debat terbuka disampaikan RR merespon komentar JK. JK meminta RR memahami terlebih dahulu kebijakan proyek pembangkit listrik 35.000 MW, tidak asal bicara dan harus banyak akal agar proyek tersebut bisa dilaksanakan.

‎ Komentar ini disampaikan JK ‎menjawab usulan RR agar proyek tersebut dibatalkan karena dinilainya tidak realistis mengingat kondisi perekonomian Indonesia ya‎ng masih belum stabil.

Terlepas dari persoalan perdebatan tersebut, tulisan ini mencoba mengulas mengenai aspek hukum energi persoalan proyek listrik dengan total 35.000 MW dalam lima tahun Kabinet Kerja Jokowi-JK.

‎Program 35.000 MW merupakan proyek pemerintah untuk membangun pembangkit listrik mencapai total 35.000 MW hingga 2019. Prorgam 35.000 MW ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Hal ini tentu akan berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi di luar Jawa, yang sebelumnya kekurangan suplai listrik.

‎Kebijakan Ketenagalistrikan

‎Tidak ada yang membantah bahwa secara filosofis, pembangunan sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.

‎Hal tersebut tertuang secara jelas dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Tenaga listrik, sebagai salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam, mempunyai peranan penting bagi negara dalam mewujudkan pencapaian tujuan pembangunan nasional.‎

‎Sebagai komponen pencapaian tujuan pembangunan nasional yang akan berakibat pada meningkatnya kesejahteraan rakyat maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional ditentukan bahwa pada tahun 2025, total kapasitas pembangkit sebesar 115 giga watt (GW) dengan listrik perkapita sebesar 2.500 KWh/kapita, dan pada tahun 2050, kapasitas pembangkit diharapkan menjadi 430 GW dengan listrik per kapita sebesar 7.000 KWh/kapita.

Selanjutnya dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 pembangunan ketenagalistrikan salah satunya diarahkan pada pencapaian rasio elektrifikasi. ‎

‎Hal ini dilakukan untuk memperkuat capaian rasio elektrifikasi pada akhir tahun 2014 yaitu rasio elektrifikasi lebih tinggi 4,35 persen dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 sebesar 80 persen.

Bahkan lebih progresif, dalam Pasal 9 huruf d PP No.79 Tahun 2014 ditentukan bahwa ratio elektrifikasi 85 persen pada 2015 ditarget mendekati 100 persen pada 2020. Pencapaian elektrifikasi tersebut, harus pula diimbangi dengan aksesibilitas sarana dan prasarana ketenegalistrikan.

‎Aksesibilitas sarana prasarana ketenagalistrikan saat ini masih sangat timpang, beberapa daerah masih memiliki tingkat rasio elektrifikasi di bawah 60 persen pada tahun 2013 misalnya NTT dan Papua yang masing-masing sebesar 57,58 persen dan 35,55 persen.

‎Ketimpangan distribusi rasio elektrifikasi harus menjadi perhatian dari Pemerintah agar wilayah-wilayah dengan tingkat rasio elektrifikasi yang masih rendah perlu mendapat program program listrik perdesaan yang maksimal sehingga pemerataan akses akan penggunaan listrik dapat lebih seragam. Untuk itu, pembangunan infrastruktur tenaga listrik, mencakup pembangkit, jaringan tenaga menengah, jaringan tenaga rendah, trafo, dan lainnya perlu lebih diutamakan pada wilayah yang tingkat rasio elektrifikasinya masih terbatas.

Dalam hal pengembangan pembangkit tenaga listrik Pemerintah juga berupaya melakukan langkah-langka antara lain: (1) pengembangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan mengutamakan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan memiliki efisiensi tinggi (Clean Coal Technology/CCT); (2) pengembangan pembangkit tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan beban puncak diupayakan dengan mengembangkan pembangkit listrik berbahan bakar gas, dan pembangkit listrik tenaga air dengan teknologi pump storage atau tipe bendungan; dan (3) pembangkit tenaga listrik berbahan bakar minyak (BBM) yang sudah beroperasi saat ini diupayakan untuk diganti bahan bakar-nya dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) selama kurun waktu 2015-2025, dan mulai 2026, PT PLN hanya diijinkan untuk menggunakan BBN untuk pembangkit listrik minyak yang sudah beroperasi dan yang akan dikembangan dan PT PLN diijinkan menggunakan BBM jika negara dalam kondisi darurat energi.

Terkait dengan proyek 35.000 MW, sebagai upaya konkrit, saat ini Pemerintah telah pula menetapkan 109 proyek yang masuk dalam program pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW selama periode 2015 hingga 2019 hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 0074.K/21/MEM/2015 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN Tahun 2015-2024. Proyek-proyek tersebut, antara lain pembangunan pembangkit listrik dilakukan di Jawa-Bali (18.697 MW), Sumatera (10.090 MW), Sulawesi (3.470 MW), Kalimantan (2.635 MW), Nusa Tenggara (670 MW), Maluku (272 MW), dan Papua (220 MW).

‎Mustahil Lima Tahun?

‎Ketidakmungkinan pelaksanaan proyek pembangkit 35.000 MW bisa saja terjadi menyambung apa yang dikatakan oleh RR bahwa proyek tersebut banyak kekeliruan dan harus dikaji secara mendalam.

‎Sesungguhnya, menurut penulis terdapat banyak persoalan dalam pelaksanaan proyek tersebut, yaitu: pertama, masalah pengadaan lahan.

‎Pengandaan lahan secara hukum telah diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Lahan Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, namun dalam praktiknya UU ini belum mampu implementatif, misalnya permasalahan sengketa lahan pada proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Gunung Halimun, Jawa Barat, PLTP di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, dan masalah lahan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Teluk Dalam, Muara Jawa, Kalimantan Timur.

‎Belum lagi masalah ganti kerugian yang diminta pemilik tanah yang jauh melebihi harga pasar apalagi harga nilai jual objek pajak (NJOP).

‎Kedua, masalah pembiayaan. Berdasarkan keterangan Menteri ESDM, Sudirman Said, bahwa untuk 35 ribu (MW) plus 7 ribu (MW) diperlukan dana sebesar Rp 1.100 triliun dalam lima tahun ke depan.

‎Pembiayaan yang besar tersebut tentunya tidak dibebankan sepenuhnya dari APBN dan aksi korporasi PT PLN semata namun harus pula bersumber melalui kerja sama dengan investor pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP).

‎Terkait masalah investasi dari IPP ini, Pemerintah memiliki tugas berat yaitu menjamin kepastian berusaha investor. ‎Belum lagi beban Pemerintah untuk memastikan kinerja IPP andal dan terpercaya melalui penerpan uji tuntas (due diligence).

Keempat, masalah prosedur penyediaan tenaga listrik melalui pembelian tenaga listrik oleh PT PLN kepada pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik lainnya melalui penunjukan langsung dan pemilihan langsung.

‎Terkait hal ini dalam PP No.23 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas PP No.14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik telah diatur mengenai pembelian tenaga listrik lainnya melalui penunjukan langsung dan pemilihan langsung, namun hingga saat ini PP ini masih dianggap bertentangan dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 sebagaimana terakhir diubah dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015.

Walaupun secara hierarkis kedudukan PP No.23 Tahun 2014 lebih tinggi dibanding Perpres Perpres No. 54 Tahun 2010, namun perdebatan hukum atas kedua hal ini terus berlangsung dan akan menjadi kendala proses penunjukan/pemilihan langsung tenaga listrik.

Kelima, masalah perizinan. Hingga saat ini, masalah perizinan masih menjadi masalah dalam pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Walau telah ada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) namun secara faktual birokrasi perizinan masih panjang.

‎Dalam hal perizinan baik proyek pemerintah maupun oleh pihak swasta perizinan infrastruktur kenetagalistrikan tersebar di beberapa menteri, kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota. Diperlukan waktu dan proses yang panjang dan ini menjadi kendala pembangunan proyek secara cepat.

‎Walaupun dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah diatur mengenai sanksi administrasi bagi pejabat pemerintahan dan pengambilalihan wewenang oleh pejabat di atasnya terhadap mendegnya izin yang menjadi kewenangannya, namun hingga saat ini persoalan izin ini masih menjadi masalah besar bahkan PP mengenai sanksi bagi pejabat pemerintahan ini belum terbit.

‎Keenam, masalah tata ruang. Proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW tentu terkendala tata ruang. Pembangunan proyek dalam kawasan hutan tidak mudah dilakukan, ada persyaratan yang ketat diatur dalam UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang secara teknis diatur dalam PP No. 10 Tahun 2012 tentang Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan serta PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Ada mekanime lahan pengganti, pelepasan kawasan hutan, tukar menukara kawasan hutan, atau perubahan tata ruang kawasan hutan secara parsial dan wilayah apabila pembangunan proyek dilakukan dalam kawasan hutan lindung dan produksi.

‎Bilapun rencana proyek tersebut tidak dilakukan dalam kawasan hutan, namun tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah maka sesuai dengan Pasal 20 ayat (5) UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang harus dilakukan peninjauan. Peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah nasional lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dapat dilakukan hanya dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah nasional.

‎Ketujuh, masalah kriminalisasi. Secara psikologis, pascapenetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka atas dugaan korupsi pembangunan proyek 21 Gardu Induk (GI) PLN di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dan belakangan status tersebut dibatalkan oleh pengadilan, serta kasus dugaan korupsi pengadaan flame turbin pada 12 pembangkit listrik dan gas sektor Belawan tahun 2007-2009 senilai Rp 23,98 miliar yang melibatkan petinggi PLN, pejabat pemerintahan/PLN ‘takut’ mengambil kebijakan strategis di bidang ketenegalistrikan.

‎Walau Wapres JK sudah bersuara bahwa akan ada Perpres kebal hukum bagi pejabat pemerintahan, namun hingga saat ini Perpres tersebut belum terbit.‎

‎Bilapun terbit maka apabila diuji dengan UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka Perpres tersebut dapat dianggap bertentangan sehingga dianggap Perpres yang sia-sia.‎

‎Persoalan tersebut hanya sekelumit persoalan 'ketidakmungkinan' pembangkit 35.000 MW dikerjakan lima tahun. Pemerintah memang harus optimistis, namun harus pula rasional. Kendala teknis dan hukum menjadi persoalan berat yang harus diselesaikan dalam proyek tersebut. Pemerintah harus bekerja 'siang-malam' dan mencari 'seribu akal' dengan akrobat yang tidak melanggar hukum agar proyek yang tersisa waktu 4 tahun ini bisa terselesaikan. Semoga dengan 'kerja, kerja, kerja' proyek ini tuntas paling lambat 2019. [***]

Dr. Ahmad Redi, S.H.,M.H
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara. Bisa dihubungi melalui email: redi.ahmad2010@gmail.com

http://www.rmol.co/read/2015/08/25/2...W-Rizal-Ramli-

0
1.2K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan