ts4l4saAvatar border
TS
ts4l4sa
Cadangan Devisa Terkuras Perang Kurs AS-China, Akankah Jokowi Minta Tolong IMF?
Ada apa bos IMF datang berkunjung saat ekonomi Indonesia bergejolak?
Kamis, 27 Agustus 2015 12:52


Direktur OperasionalIMF, Christine Lagarde

Merdeka.com - Direktur Operasional Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde berencana melakukan kunjungan ke Indonesia pekan depan. Selain menghadiri pertemuan para pejabat keuangan se-Asia, Lagarde juga akan menemui petinggi di Indonesia seperti Presiden Joko Widodo dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.

Dilansir dari Channel News Asia, Kamis (27/8), pertemuan dengan Presiden Jokowi dan Agus Martowardojo akan dihelat pada 1 dan 2 September. Pertemuan mereka akan membahas mengenai perkembangan perekonomian dan peran Indonesia di regional dan global.

Kunjungan pimpinan lembaga pemberi utang saat krisis ini ke Indonesia bertepatan saat kondisi perekonomian Asia tengah bergejolak hebat. Terutama diakibatkan perlambatan ekonomi China dan ambruknya harga komoditas dunia yang memukul perekonomian dan mata uang Indonesia serta negara berkembang lainnya.

Minggu lalu, Bank Indonesia sendiri telah memutuskan tak mengubah suku bunga acuan untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah usai China mendevaluasi mata uang mereka.

Lagarde diagendakan mengisi acara di konferensi regional bertajuk 'Future of Asia's Finance: Financing for Development 2015' yang diinisiasi oleh IMF dan Bank Indonesia pada 2 September di Jakarta.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengakui saat ini dana yang masuk ke Indonesia masih sangat minim. Hal tersebut terbukti hingga Agustus 2015 dana masuk hanya mencapai Rp 50 triliun atau turun dari Agustus 2014 yang mencapai Rp 150 triliun.

Gubernur BI Agus Martowardojo penyebab menurunnya dana asing yang masuk lantaran perbaikan ekonomi di Amerika Serikat. Sehingga, dana yang masuk ke Indonesia melalui Surat Utang Negara (SUN) dialihkan ke negara-negara lain.

"Aliran dana masih, tapi jauh lebih rendah dibandingkan 2014. Pada 2015, dana masuk Indonesia Rp 50 triliun sampai Agustus minggu ketiga. Setahun lalu, dana masuk Indonesia Rp 150 triliun sampai Agustus," ujar dia di Hotel Dharmawangsa, Jakarta.

Dia menjelaskan, aliran dana asing tersebut saat ini banyak mengarah ke Amerika Serikat. Di mana, Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed bakal menaikkan suku bunganya pada September 2015. Selain itu, perlambatan ekonomi global juga menjadi penyebab lemahnya dana asing yang masuk ke Indonesia.

"Ada penurunan dana masuk karena ada satu gejolak yaitu gejolak kekuatiran ketidakpastian dunia," jelas dia.

Agus menegaskan ketakutan tersebut menimbulkan koreksinya pasar modal di dunia bukan hanya di Indonesia. Selain itu, pasar nilai tukar juga cenderung melemah dan juga diikuti oleh pasar obligasi yang cenderung menuju negara yang dianggap aman.

"Kalau semua mengalir ke Amerika Serikat, semua ada batasannya. Dana juga ngalir ke Jepang, negara Eropa, hanya karena ini lebih aman," pungkas dia.

Seperti diketahui, minimnya dana asing di pasar uang Indonesia menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar Rupiah. Saat ini nilai tukar Rupiah telah mencapai kisaran di atas Rp 14.000 per USD.
http://www.merdeka.com/uang/ada-apa-...ergejolak.html


Direktur IMF ke Indonesia, Pemerintah Pastikan Tidak Akan Meminjam Uang
Jumat, 28 Agustus 2015 | 18:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kedatangan Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde ke Indonesia pada awal bulan September 2015 tidak terkait pinjam-meminjam.
Dalam keterangannya kepada pewarta di Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (28/8/2015), Luhut menegaskan, kunjungan Christine Lagarde ke Indonesia adalah untuk bertemu Presiden Joko Widodo, menyampaikan pandangan-pandangan IMF tentang langkah-langkah stabilisasi ekonomi yang sedang dilakukan Indonesia.

"Indonesia tidak akan meminjam dari IMF. Kita tidak ada urusan dengan IMF dan (terkait hal ini) tidak akan ada yang bisa mengintervensi Pemerintah Republik Indonesia dan Presiden Joko Widodo," ujar Luhut.

Menurut Luhut, Indonesia juga dalam posisi tidak meminta nasihat apa pun dari Dana Moneter Internasional. Alih-alih hal itu, ia menawarkan masukan dari Indonesia untuk IMF.

"Mungkin IMF bisa meminta nasihat kepada Indonesia bagaimana menangani masalah perekonomian di negara berkembang," katanya.

IMF sendiri, kata Luhut, sudah lama membuat permohonan agar Presiden Joko Widodo meluangkan waktu untuk bertemu dengan Christine Lagarde. Tim dari IMF saat itu langsung meminta kepada Luhut saat dia masih menjabat Kepala Staf Kepresidenan.

Luhut sendiri menyadari bantuan dari IMF pada tahun 1998 berimbas negatif terhadap Indonesia. Ia mengaku sudah pernah menyampaikan hal ini langsung kepada IMF saat masih menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan Indonesia pada tahun 2000.

"Saat itu, saya mengatakan kepada IMF, 'Kalian telah membuat negara kami hancur pada tahun 1998,'" tuturnya.

IMF sendiri pada 1-2 September 2015 akan mengadakan konferensi internasional, bekerja sama dengan Bank Indonesia.

Konferensi yang diadakan di Jakarta itu bertajuk The Future of Asias Finance dengan tema "Tantangan Ekonomi Global dan Implikasinya bagi Para Pembuat Kebijakan di Asia".

Negara-negara yang sudah memberikan konfirmasi kehadiran antara lain Bank Sentral Srilanka, Jepang, Laos, India, dan Kamboja, lembaga think thank, dan pelaku pasar keuangan.
http://nasional.kompas.com/read/2015....Meminjam.Uang


IMF dan Bank Dunia Sudah Tahu Akan Terjadi Perang Kurs
16 days ago



sharia.co.id – Perang mata uang dunia telah menjadi pembicaraan serius pada forum pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia pada tanggal 4 – 10 Oktober lalu di Washington DC (19/10). Perang mata uang ini membawa kekhawatiran bagi banyak pihak karena dianggap mengancam proses pemulihan ekonomi global dan tidak sesuai dengan semangat kebersamaan global untuk sama-sama keluar dari krisis keuangan.

Direktur IMF Dominique Strauss-Kahn sendiri telah menaruh perhatian khusus mengenai perang mata uang global ini. Menurutnya berkurangnya intensitas kerja sama internasional akan memperlambat pemulihan krisis karena solusi domestik atau lokal tidaklah cukup untuk memulihkan kondisi ekonomi global. Sehingga solusi yang menyeluruh diperlukan untuk memulihkan kondisi melalui kerja sama internasional.

Dikatakannya pula bahwa beberapa negara memberlakukan mata uang sebagai senjata, hal ini tidak baik bagi kondisi ekonomi global. Alasan campur tangan negara terhadap volatilitas mata uang cukup dipahami, tapi sebaiknya dalam jangka menengah perlu dihindari campur tangan berupa pengurangan nilai atau intervensi negara.

Awal Mula Perang Mata Uang Global

Perang mata uang ini global ini bermula dari neraca perdagangan China yang terus berada dalam tren meningkat. Sementara itu, defisit neraca perdagangan di AS terus membengkak dan defisit perdagangan Uni Eropa cenderung tidak mengalami perbaikan yang berarti.

Ketidakseimbangan global ini kembali menjadi sorotan pasar setelah AS meningkatkan retorikanya dalam mengkritisi kebijakan nilai tukar Yuan. AS juga telah melancarkan kritikannya karena China dinilai tidak serius dalam menahan pelemahan mata uangnya sehingga dianggap merugikan ekspor AS. Bahkan Kongres AS telah mengeluarkan UU yang memungkinkan AS memberikan sanksi kepada China jika tak juga mengubah kebijakannya.

Selain itu, di tengah tingginya ketidakpastian pemulihan ekonomi AS, Fed diperkirakan akan melakukan quantitative easing, yakni kebijakan pembelian obligasi pemerintah oleh Bank Sentral AS (The Fed). Pelonggaran moneter yang dilakukan oleh Fed akan meningkatkan jumlah uang beredar yang pada akhirnya akan melemahkan nilai tukar dolar.

Pada akhirnya kekhawatiran akan melemahnya dolar AS ini pun menjalar ke beberapa negara di Asia. Mengikuti jejak AS, Jepang juga telah melakukan quantitative easing, selain dari pemotongan suku bunga acuannya menjadi 0 – 0.1% (dari sebelumnya 0.1%).

Setelah Jepang, ada juga Thailand yang baru saja menghilangkan fasilitas pembebasan pajak 15% bagi pembelian obligasi oleh investor asing (dengan tujuan menahan penguatan nilai tukar Baht). India pun diberitakan akan melakukan intervensi di pasar valas jika perekonomiannya mulai terganggu dengan penguatan Rupee yang terlalu tajam.

Implikasi Ekonomi Perang Mata Uang Global

Seperti yang dinyatakan oleh Predir Bank Dunia Robert Zoelick pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia, kebijakan atau intervensi negara terhadap nilai mata uang dapat menimbulkan kondisi yang merugikan bagi kondisi ekonomi global.

Zoelick menggambarkan kondisi ini dengan istilah “beggar they neighbor”. Istilah itu sendiri menggambarkan kebijakan untuk mengatasi beberapa masalah antara lain, defisit perdagangan antar negara, lapangan pekerjaan, inflasi dengan tindakan yang merugikan negara lain (neighbor).

Bentuk kebijakannya bisa berupa penerapan kuota ekspor, embargo, devaluasi mata uang untuk menurukan harga barang ekspor atau mengapresiasi nilai mata uang untuk menekan tingkat inflasi. Pada awalnya kebijakan ini digunakan saat terjadinya Great Depression, tapi gagal karena masing-masing negara merespons dengan memberlakukan kebijakan yang serupa dan akhirnya berdampak pada penurunan perdagangan internasional.

Sementara itu sesungguhnya kebijakan ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi negara-negara maju sebab normalisasi suku bunga di negara-negara maju diperkirakan tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Suku bunga di negara maju akan dipertahankan di level rendah sehingga arus modal (capital flow) bisa terus mengalir ke negara-negara berkembang.

Cina baru-baru ini menurunkan nilai mata uang Yuan hingga 2% dalam sehari. Kebijakan untuk mendepresiasi Yuan diambil sebagai antisipasi melemahnya ekspor Cina. Tak ayal lagi, apa yang dilakukan Cina ini membuat ambruk hampir seluruh mata uang global. Rupiah adalah salah satu mata uang yang mengalami koreksi paling dalam.
http://www.sharia.co.id/imf-dan-bank...rang-kurs.html


Perang Kurs Buat Rupiah Tertekan
21 Agustus 2015 23:45 WIB

JAKARTA, suaramerdeka.com - Saat ini perekonomian global tengah diwarnai perang mata uang dimana banyak negara yang sengaja melemahkan kursnya terhadap dolar AS. Tujuannya menaikan kinerja ekspor negara bersangkutan. Hal ini ditengarai berdampak buruk bagi Indonesia.

Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menyatakan salah satu imbasnya adalah rupiah yang akan melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seperti sekarang ini. “Memang rupiah akan dalam tekanan. Makanya saya dengan BI (Bank Indonesia) akan jaga terus,” katanya di Jakarta, Senin (21/8).

Pelemahan mata uang yang dilakukan dengan sengaja oleh beberapa negara dilakukan untuk meningkatkan daya saing ekspor. Dengan pelemahan mata uang, harga barang-barang ekspor negaranya menjadi murah. Negara yang telah mengambil langkah itu adalah China yang mendevaluasi yuan hingga lebih dari 3%. Langkah serupa dilakukan Vietnam yang dengan sengaja melemahkan mata uang Dong agar barang ekspornya bisa bersaing. “China devaluasi (yuan) berusaha memperbaiki competitiveness. Nah, pesaingnya yang akan merasa terganggu. Korea, Jepang, Vietnam, India, dan seterusnya. Jadi, masing-masing dalam posisi, mata uangnya kalau bisa tidak terlalu kuat begitu,” jelas Bambang.

Pada Jumat (21/8), nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menembus Rp 13.945. Bambang menyatakan dolar AS juga menguat terhadap mata uang lain. “Rupiah dalam tekanan. Ini bukan hanya rupiah, tapi semua mata uang,” ungkapnya.

Selain rupiah, mata uang negara tetangga juga rata-rata anjlok, seperti yuan China (-10%), rupee India (-47%), ringgit Malaysia (-1,39%), dan lain-lain. “Kami pemerintah dan Bank Indonesia terus berkoordinasi, kita makin sering ketemu makin sering berbicara bagaimana mengatasi kondisi ini. Jadi kita tidak berdiam diri, kita berusaha menjaga agar nilai tukar rupiah ini bisa dikendalikan,” jelasnya
http://berita.suaramerdeka.com/bisni...piah-tertekan/


Cadangan Devisa Terus Turun, BI: Tidak Sepenuhnya untuk Intervensi Rupiah
28 Agustus 2015 14:35 WIB



Metrotvnews.com, Jakarta: Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa turus tergerus dari waktu ke waktu dan posisi terakhir berada di USD107,6 miliar. Meski digunakan untuk intervensi rupiah agar tidak terus tertekan namun tidak sepenuhnya cadangan devisa digunakan untuk intervensi tersebut.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dodi Zulverdi menjelaskan, untuk meredam tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang telah menembus level Rp14.000 per USD, BI terus melakukan intervensi dan terus berada di pasar.

Kendati demikian, Dodi menekankan bahwa turunnya cadangan devisa bukan hanya disebabkan digunakan untuk intervensi nilai tukar rupiah. Pasalnya, banyak faktor lain yang menyebabkan cadangan devisa tersebut berkurang.

"Jangan memandang menurunnya cadangan devisa hanya karena untuk intervensi rupiah," kata Dodi, ditemui di Kantor MetroTV, Jakarta Selatan, Jumat (28/8/2015).

Ia menjelaskan, faktor lain yang menyebabkan cadangan devisa tergerus yakni karena Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo dan juga untuk pembayaran impor.

Selain itu, lanjutnya, pendapatan pun menjadi faktor yang memengaruhi posisi cadangan devisa. Bisa saja pendapatan yang berasal dari ekspor khususnya migas lebih kecil dibanding periode sebelumnya. Mengingat memang harga minyak dunia saat ini sedang mengalami penurunan.

Lebih jauh dirinya mengimbau kepada seluruh pihak agar tidak perlu khawatir terhadap posisi cadangan devisa yang terus menurun. Pasalnya, posisi cadangan devisa sekarang ini masih memiliki kemampuan untuk membiayai tujuh bulan impor jika Indonesia tak mendapat penerimaan untuk cadangan devisa."Kondisi kita masih aman kok, masih jauh. Jadi jangan khawatir," pungkasnya.
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/...ervensi-rupiah

-----------------------------------------



Foto monumental penanda-tanganan 'Letter of Intent" antara IMF dan Indonesia tahun 1998, era dimana 'kedaulatan ekonomi' NKRI terpaksa harus "digadaikan" ke IMF sebagai persyaratan memperoleh pinjaman cadangan devisa untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakt Dunia terhadap sektor keuangan Indonesia pada masa itu, yang terpuruk akbat krisis keuangan.

Indonesia itu adalah anggota resmi IMF hingga saat ini. Salah satu hak yang dimiliki anggota IMF itu, dia berhak memperoleh quota pinjaman cadangan devisa untuk tetap bisa menjaga stabilitas pembayaran internasionalnya. Dengan ditalangi devisa oleh IMF, negara-negara yang cadangan devisanya hampir habis akibat terkuras oleh berbagai sebab (antara lain akibat krisis finansial) yang berdampak pada merosotnya penerimaan devisa negara itu dari expor dan pemasukan modal asing yang berkurang, sehingga berakibat negara itu bisa saja tak dipercayai kredibiltasnya di perdaganagn Internasional dan pasar keuangan Dunia oleh negara-negara asing di seluruh jagad bila hendak negara itu melakukan transaksi expor-impor ataun mengundang masuknya investor asing.

Jaminan quota devisa yang ditalangi IMF akan menyebabkan kepercayaan exportir asing yang mengirimkan barangnya ke negara itu, akan pulih kembali. Begitu pula investor asing yang berniat berbisnis di negara ybs. Jadi sebenarnya, quota pinjaman dari IMF itu pada prinsipnya dimaksudkan negara peminjamnya hanya untuk menaikkan nilai kepercayaan negara-negara asing terhadap sistem pembayaran negara bersangktan, yang seddang bermasalah dengan cadangan devisanya akibat krisis ekonomi atau krisis keuangan atau bahkan oleh sebab peperangan/kerusuhan seperti di Timur Tengah saat ini misalnya. Atau bisa disebabkan akibat kejadian bencana alam seperti tsunami Aceh itu contohnya.

Dan itulah yang terjadi di tahun 1998 lalu di negeri kita, ketika krisis moneter menyebabkan cadangan devisa Indonesia saat itu terkuras habis sehingga sempat menimbulkan krisis kepercayaan dunia internasional atas setiap pembelian barang-barang impor oleh penduduk negara kita. Waktu itu banyak L/C dari Bank-bank asal Indonesia yang tidak dipercaya lagi di luar negeri. Baru setelah IMF memberikan pinjaman devisa dan menjamin sistem pembayaran L/C dan pembayaran luar negeri Indonesia lannya, kepercayaan asing itu mulai pulih kembali. Tapi tentu itu tidak gratis. Sudah menjadi kebiasaan atau pakem dari IMF, bahwa mereka akan "memaksakan" berbagai kebijakan fiskal dan moneter untuk diterapkan di negara peminjam devisanya itu, Biasanya sih dengan sarat-sarat yang cukup dan cukup berat untuk bisa dilaksanakan oleh negara ybs. Bahkan terkadang sarat-sarat berat dari IMF itu justru menghambat proses pemulihan ekonomi di negara ybs.

Lalu bagaimana dengan kondisi perekonomian Indonesia dibawah rezim Jokowi yang belum genap berusia 1 tahun ini? Kondisinya Indonesia saat ini memang sedang kejepit perang kurs antara AS dan China yang sangat merusak, yang kita pun tak tahu sampai kapan perang itu akan berlangsung. Cadangan devisa Bank Indonesia yang hanya ada sekitar 100 miliar dollar itu, cukuplah untuk belanja impor sekitar 3 bulan, tak akan bisa terlalu banyak digelontorkan untuk menstabilkan nilai rupiah di pasar valas. Intervensi Bank Indonesia untuk menjaga nilai kurs Rupiah akan jangan terus merosot nilainya terhadap US Dollar dan mata uang kuat lainnya di Dunia, ibarat menggarami air di laut. Kalau terus dipaksakan, bisa jebnol cadangan devisa kita itu, yang bisa menyebabkan berulangnya kisah tragis seperti krismon 1998 lalu.

Disitulah letak strategis kehadiran IMF ke Jakarta kali ini. Itu hanya sinyal semata, bahwa IMF bisa dijadikan "andalan" kalau-kalau akibat perang kurs antara AS dan China itu akan berlangsung lama sehingga cadangan devisa kita terancam bahaya. Memang ada pihak-pihak di dalam negeri yang tidak begitu suka dengan kehadiran "Dewa Penolong" IMF itu setiap datang ke Indonesia. Tapi kalau betul-betul kejadian cadangan devisa Bank Indonesia itu jebol akibat serbuan roket-roket perang kurs itu di kemudian hari, kemana negara ini mau minta pertolongan? Ada yang bilang, kenapa tidak minta pertolongan ke CHINA saja? Masalahnya, China pun sedang bermasalah dengan negaranya sendiri karena negara ini adalah pelaku langsung dalam peperangan kurs melawan pihak AS yang memiliki "Pabrik Dollar" dan cadangan emas terbesar di Dunia itu. Salah-salah, China sendiri yang akan kolaps ekonomi dan sektor keuangannya. Jadi terus terang aja, terlalu riskan menaruh harapan terlalu besar ke China di saat perang kurs saat ini.



emoticon-Angkat Beer
Diubah oleh ts4l4sa 28-08-2015 16:10
0
4.1K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan