Rancangan Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP) akan dibahas pada masa sidang tahun ini. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tak bodoh dengan meloloskan pasal mengenai larangan penghinaan pada presiden ikut dalam pembahasan nanti.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond J Mahesa menilai, pihaknya tidak akan gegabah membahas pasal penghinaan terhadap kepala negara yang kembali diajukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam revisi RUU KUHP. “DPR harus lihat secara arif, kalau sudah dibatalkan MK (Mahkamah Konstitusi, red) kan harusnya enggak diproses, itu bodoh namanya,” ungkapnya kepada wartawan di Komplek Parlemen RI, Senayan, Selasa (25/8).

Desmond melanjutkan, jika pasal tersebut nantinya diloloskan maka sama saja mengurangi rasa demokrasi. Dirinya menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan blunder besar. “Itu bodoh namanya, itu nanti kalau dilanjutkan ya berarti mendukung tergerusnya demokrasi,” tegas politisi asal Partai Gerindra itu.

Menurut Desmond, daripada Presiden Jokowi memikirkan nama baiknya, lebih baik dia menepati janji-janji kampanyenya. “Yang ada siapapun presiden yang punya janji dan enggak ditepati harusnya dipidana,” ketusnya Desmond menyatakan, Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP telah menyusun daftar inventaris masalah.

Pembahasan RUU KUHP akan dilakukan sejalan dengan digelarnya seminar mengenai hukum pidana dan hukum pidana khusus, seperti cyber crime dan lainnya. Wakil Ketua Panja RUU KUHP itu mengatakan, pasal larangan penghinaan terhadap presiden tidak akan dibahas, karena substansinya sama dengan sia-sia. “Kecuali pasal ini dibuat lebih rigid, kalau sama praktiknya dengan Orde Baru berarti melanggar konstitusi,” ujarnya.

Dia menambahkan, pembahasan RUU KUHP memakan waktu karena berisi sekitar 780 pasal. Komisi III DPR RI menargetkan pembahasannya selesai pada pertengahan 2016. (aen)
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/08/blu....O21ift5f.dpuf