

TS
Rizkiabachtiar
Fenomena Pengurus Baru Koperasi
Kepengurusan koperasi biasanya dipilih kembali setiap beberapa tahun sekali, dan ada maksimal berapa kali seorang pengurus dapat dipilih kembali. Jadi pada suatu saat pasti ada pergantian pengurus, dari pengurus lama ke pengurus baru. Ada kalanya pengurus baru adalah dari orang diluar kepengurusan koperasi sebelumnya yang belum tahu seluk beluk pengelolaan koperasi. Sementara ia sebagai pengurus memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, perlu pengetahuan dan keahlian dalam memimpin koperasi. Kalau koperasi dikelola hanya berdasarkan kehendak pribadi, tanpa bekal ilmu dan pengalaman, maka tinggal tunggu saja saat kehancuran koperasi tersebut.
Ada fenomena menarik berkenaan dengan pengurus baru. Yaitu pengurus baru cenderung show off, ingin menunjukkan gebrakan-gebrakan baru, ingin memperlihatkan terobosan-terobosan yang belum pernah dilakukan oleh pengurus lama. Gebrakan dan terobosan baru itu bagus, jika berdasarkan ilmu, pengalaman dan pemikiran yang matang dan telah ditelaah manfaatnya bagi koperasi. Namun ada kalanya gebrakan dan terobosan tersebut tidak perlu atau bahkan merugikan koperasi itu sendiri. Ini dikarenakan pengurus baru, yang notabene minim pengalaman dan pengetahuan dalam mengelola koperasi. Memutuskan dan menjalankan kebijakan baru yang hanya berdasarkan pemikiran pribadinya saja, tanpa banyak pertimbangan lain.
Sebagai contoh: Pengurus baru merasa ia perlu menekan biaya, dan ketika melihat laporan keuangan, biaya yang paling besar adalah pada biaya tenaga kerja. Maka ia membuat keputusan untuk merestrukturisasi kompensasi pegawai, yang berakibat menurunkan penghasilan karyawan koperasi. Keputusan ini dibuat murni di tingkat pengurus, tanpa terlebih dahulu meminta pendapat atau berkonsultasi kepada manajer koperasi yang lebih berpengalaman dalam mengelola koperasi. Di bulan berikutnya memang biaya tenaga kerja menurun, namun disaat yang sama motivasi, semangat kerja, disiplin bahkan engagement karyawan ikut menurun. Yang tentunya buruk bagi koperasi, tidak sepadan dengan berkurangnya biaya tenaga kerja yang hanya beberapa juta rupiah. Kemudian lagi untuk mengatasi menurunnya disiplin karyawan, pengurus menerapkan peraturan baru yang memberikan sanksi lebih keras bagi karyawan yang tidak disiplin. Lagi-lagi peraturan baru ini murni dibuat di tingkat pengurus tanpa melibatkan pengelola. Padahal cara mengatur orang melalui hukuman adalah cara terkuno dalam mengatur orang, itu adalah cara para penjajah mengatur bangsa yang dijajah, melalui hukuman dan rasa takut. Sekarang ini menurut menajamen modern, cara paling efektif untuk mengatur orang adalah dengan merebut hati dan pikirannya, dengan membangun kepercayaan, dengan komunikasi, dengan memberikan orang-orang tersebut makna bekerja. Bukan dengan cambukan dan hukuman.
Itulah contoh kecil bagaimana niat yang baik saja tidak cukup, seperti niat untuk menekan biaya. Diperlukan pengetahuan, pengalaman, wawasan dan keterlibatan pihak-pihak terkait dalam mengambil keputusan dan kebijakan. Diperlukan pemikiran yang menyeluruh dan jangka panjang sebelum mengambil suatu kebijakan. Terkadang pemikiran pribadi bisa salah, terkadang pengurus baru tidak melihat sistem secara keseluruhan, terkadang pengurus baru tidak mempertimbangkan efek jangka panjangnya. Jika keputusan dan kebijakan yang diambil pengurus baru berefek negatif terhadap koperasi, maka pengelola yang tidak tahu-menahu dalam proses pengambilan keputusan tersebut pasti terkena dampaknya. Perlu diakui bahwa kemungkinan besar di koperasi, yang paling kompeten dalam pengelolaan adalah manajer, bukan pengurus. Mengapa? Karena manajer mengelola koperasi secara full time dan memang mendedikasikan pikirannya hanya untuk di koperasi. Dan pastinya ketika manajer koperasi direkrut ia harus punya kompetensi yang memadai. Sebaliknya pengurus, ada yang mengelola koperasi secara paruh waktu karena ia punya kesibukan lain di luar koperasi. Ketika pengurus dipilih, faktor penentu yang menjadikan ia pengurus bukanlah kompetensi tapi popularitas. Karenanya setiap keputusan, kebijakan, terobosan atau gebrakan yang diambil oleh pengurus baru yang dibuat tanpa meminta pendapat atau berkonsultasi dengan manajer, adalah sesuatu yang bodoh. Presiden saja jika ingin mengambil suatu kebijakan berkonsultasi dulu ke staf ahli dan para mentrinya.
Kepada pengurus koperasi yang baru ingin saya pesankan, hindarilah keinginan untuk menonjolkan diri, entah itu kepada anggota atau karyawan koperasi. Jangan membuat keputusan atau kebijakan yang seolah-olah menunjukkan bahwa pengurus baru punya kuasa dan wewenang. Tanpa itupun pengurus sesungguhnya sudah punya kuasa dan wewenang berdasarkan anggaran dasar. Di tahap awal kepengurusan Anda bukanlah waktunya bagi Anda untuk membuat banyak gebrakan baru, ada baiknya di tahap awal ini Anda banyak belajar dan menyusun strategi yang matang untuk perkembangan koperasi.
Maju Koperasi Indonesia.
Ada fenomena menarik berkenaan dengan pengurus baru. Yaitu pengurus baru cenderung show off, ingin menunjukkan gebrakan-gebrakan baru, ingin memperlihatkan terobosan-terobosan yang belum pernah dilakukan oleh pengurus lama. Gebrakan dan terobosan baru itu bagus, jika berdasarkan ilmu, pengalaman dan pemikiran yang matang dan telah ditelaah manfaatnya bagi koperasi. Namun ada kalanya gebrakan dan terobosan tersebut tidak perlu atau bahkan merugikan koperasi itu sendiri. Ini dikarenakan pengurus baru, yang notabene minim pengalaman dan pengetahuan dalam mengelola koperasi. Memutuskan dan menjalankan kebijakan baru yang hanya berdasarkan pemikiran pribadinya saja, tanpa banyak pertimbangan lain.
Sebagai contoh: Pengurus baru merasa ia perlu menekan biaya, dan ketika melihat laporan keuangan, biaya yang paling besar adalah pada biaya tenaga kerja. Maka ia membuat keputusan untuk merestrukturisasi kompensasi pegawai, yang berakibat menurunkan penghasilan karyawan koperasi. Keputusan ini dibuat murni di tingkat pengurus, tanpa terlebih dahulu meminta pendapat atau berkonsultasi kepada manajer koperasi yang lebih berpengalaman dalam mengelola koperasi. Di bulan berikutnya memang biaya tenaga kerja menurun, namun disaat yang sama motivasi, semangat kerja, disiplin bahkan engagement karyawan ikut menurun. Yang tentunya buruk bagi koperasi, tidak sepadan dengan berkurangnya biaya tenaga kerja yang hanya beberapa juta rupiah. Kemudian lagi untuk mengatasi menurunnya disiplin karyawan, pengurus menerapkan peraturan baru yang memberikan sanksi lebih keras bagi karyawan yang tidak disiplin. Lagi-lagi peraturan baru ini murni dibuat di tingkat pengurus tanpa melibatkan pengelola. Padahal cara mengatur orang melalui hukuman adalah cara terkuno dalam mengatur orang, itu adalah cara para penjajah mengatur bangsa yang dijajah, melalui hukuman dan rasa takut. Sekarang ini menurut menajamen modern, cara paling efektif untuk mengatur orang adalah dengan merebut hati dan pikirannya, dengan membangun kepercayaan, dengan komunikasi, dengan memberikan orang-orang tersebut makna bekerja. Bukan dengan cambukan dan hukuman.
Itulah contoh kecil bagaimana niat yang baik saja tidak cukup, seperti niat untuk menekan biaya. Diperlukan pengetahuan, pengalaman, wawasan dan keterlibatan pihak-pihak terkait dalam mengambil keputusan dan kebijakan. Diperlukan pemikiran yang menyeluruh dan jangka panjang sebelum mengambil suatu kebijakan. Terkadang pemikiran pribadi bisa salah, terkadang pengurus baru tidak melihat sistem secara keseluruhan, terkadang pengurus baru tidak mempertimbangkan efek jangka panjangnya. Jika keputusan dan kebijakan yang diambil pengurus baru berefek negatif terhadap koperasi, maka pengelola yang tidak tahu-menahu dalam proses pengambilan keputusan tersebut pasti terkena dampaknya. Perlu diakui bahwa kemungkinan besar di koperasi, yang paling kompeten dalam pengelolaan adalah manajer, bukan pengurus. Mengapa? Karena manajer mengelola koperasi secara full time dan memang mendedikasikan pikirannya hanya untuk di koperasi. Dan pastinya ketika manajer koperasi direkrut ia harus punya kompetensi yang memadai. Sebaliknya pengurus, ada yang mengelola koperasi secara paruh waktu karena ia punya kesibukan lain di luar koperasi. Ketika pengurus dipilih, faktor penentu yang menjadikan ia pengurus bukanlah kompetensi tapi popularitas. Karenanya setiap keputusan, kebijakan, terobosan atau gebrakan yang diambil oleh pengurus baru yang dibuat tanpa meminta pendapat atau berkonsultasi dengan manajer, adalah sesuatu yang bodoh. Presiden saja jika ingin mengambil suatu kebijakan berkonsultasi dulu ke staf ahli dan para mentrinya.
Kepada pengurus koperasi yang baru ingin saya pesankan, hindarilah keinginan untuk menonjolkan diri, entah itu kepada anggota atau karyawan koperasi. Jangan membuat keputusan atau kebijakan yang seolah-olah menunjukkan bahwa pengurus baru punya kuasa dan wewenang. Tanpa itupun pengurus sesungguhnya sudah punya kuasa dan wewenang berdasarkan anggaran dasar. Di tahap awal kepengurusan Anda bukanlah waktunya bagi Anda untuk membuat banyak gebrakan baru, ada baiknya di tahap awal ini Anda banyak belajar dan menyusun strategi yang matang untuk perkembangan koperasi.
Maju Koperasi Indonesia.

0
2.6K
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan