red_samuraiAvatar border
TS
red_samurai
Nasib Keluarga Besar DN Aidit Sekarang Setelah Peristiwa G30S PKI
sumber


https://siapakah.wordpress.com/2007/...a-besar-aidit/



Keluarga Besar Aidit
Sesudah Malam Horor itu

Dari sebuah keluarga yang sentosa, keluarga D.N. Aidit luluh-lantak setelah horor 30 September 1965. Anak dan istri pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) itu cerai-berai. Ada yang masuk penjara, ada yang dibuang ke Pulau Buru. Dua anak gadisnya menjadi eksil dan berpindah dari satu negara ke negara lain.


Abdullah Aidit (Ayah D.N. Aidit)
Jenazahnya Membusuk Tiga Hari

Malam 30 September 1965, Abdullah menginap di rumah D.N. Aidit di Jalan Pegangsaan Barat 4, Jakarta Pusat. Dia melihat anak sulungnya, D.N. Aidit, dibawa pergi tiga orang tentara bersama pengawal pribadi bernama Kusno.

Pada 1965 itu, Abdullah sudah pindah dari Belitung ke Jakarta karena menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Banyak orang mengira dia wakil dari Masyumi karena saat itu ada dua anggota Dewan dengan nama yang mirip. Yang satu dari Masyumi bernama Aidid, yang lain Abdullah Aidit yang ke Senayan karena kiprahnya dalam organisasi Nurul Islam.

D.N. Aidit tak kunjung pulang, demikian pula dengan Soetanti, istrinya, yang pergi tanpa pamit. Abdullah lalu mengasuh tiga cucunya: Iwan, Irfan, dan Ilham. Beruntung, di rumah itu masih ada dua pembantu dan keluarga dari Belitung.

Si kakek melihat massa yang beringas datang ke rumah. ”Mereka berteriak-teriak dan melempar rumah kami,” kata Ilham Aidit kepada Tempo. Kejadian itu berlangsung pada hari ditemukannya jenazah lima jenderal di Lubang Buaya. Abdullah kerap membesarkan hati cucu-cucunya, ”Sebentar lagi ayah dan ibu kalian datang menjemput.” Tiga anak laki Aidit itu kemudian diangkut seorang paman ke Kebayoran, Jakarta Selatan.

Menurut Murad Aidit, putra bungsu Abdullah Aidit, ayahnya kemudian terbang ke Belitung atas bantuan Wakil Perdana Menteri Chaerul Saleh. Tiga tahun menetap di Belitung, Abdullah jatuh sakit. Dia akhirnya meninggal ketika rumah itu kosong karena Marisah, istri kedua Abdullah, tengah menginap di rumah saudaranya. Tetangga sekitar jarang ke rumah itu, takut terkena getah G30S. Karena tak ada yang mengurus, jenazah Abdullah membusuk tiga hari.

Basri Aidit (Adik D.N. Aidit)
Jadi Tukang Kebun di Bogor

Nasib Basri memang paling apes. Peristiwa 30 September 1965 meletus cuma beberapa hari setelah dia pindah kerja di kantor Comite Central PKI di Kramat, Jakarta Pusat. Sebelumnya dia adalah pegawai rendahan di kantor Dinas Pekerjaan Umum Tanah Abang.

Bekerja di kantor PKI, Basri gampang dikenali. Sehari setelah pembunuhan para jenderal, ia dibekuk bersama sejumlah orang PKI lainnya. Ia ditahan di penjara Kramat, kemudian pada 1969 dibuang ke Pulau Buru.

Selama sang ayah di pembuangan, anak-istrinya menjual habis barang di rumah untuk bertahan hidup. Setelah semuanya ludes, hidup keluarga ini amat bergantung pada bantuan saudara, kenalan, dan teman.

Basri keluar dari Buru pada 1980. Atas bantuan keluarganya di Belitung, dia bisa membeli sebuah rumah di Bogor, Jawa Barat. Di sana dia berkebun sambil mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak tetangga. Ketika meninggal dunia, dia cuma mewariskan uang Rp 2,5 juta kepada anak cucunya.

Bersambung .....
Diubah oleh red_samurai 16-08-2015 14:10
0
202.3K
142
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan