Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

priadiaAvatar border
TS
priadia
Fakta Tragis Anak di Negara Kita, dan Satu Sudut Pandang di Hari Anak

Ada fakta menarik yang pernah yang dilansir dari salah satu lembaga kajian, Indonesia Indicator, dan diangkat oleh Tempo per 23 Juni 2015. Bahwa di bulan keluarnya berita itu saja telah terdapat 1.387 berita yang berisikan kasus kekerasan kepada anak. Jumlah itu, seperti disebutkan Rustika Herlambang, Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, setara dengan 26 persen dari total pemberitaan dalam satu semester terakhir.

Menoleh lagi ke tahun sebelumnya, pada 2014, per empat tahun terdapatjumlah kekerasan kepada anak mencapai 21.689.797 kasus, merujuk ke data Komisi Nasional Anak. Dari jumlah itu, seperti dikutip dari Antara, sebanyak 42 hingga 58 persen merupakan kejahatan seksual. Selebihnya terbagi ke dalam kasus seperti kekerasan fisik, penelantaran, penculikan, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak untuk eksploitasi seksual komersial, hingga kasus perebutan anak (sumber: Antara).

Terlalu panjang jika saya harus membuka data demi data, statistik demi statistik. Tapi angka-angka itu saya kira sudah cukup mewakili apa sesungguhnya yang masih terus terjadi di Indonesia. Sudah cukup untuk menjadi alasan jika ingin dijadikan alasan untuk mengumbar kejengkelan kita sebagai bagian penghuni di negara ini.

Tapi, jika melihat itu sebagai sebuah persoalan, sebagai masalah, hanya sekadar mengumbar kejengkelan, memamerkan caci maki, dan lantas secara serta merta menyalahkan pemerintah hingga keadaan itu sendiri, akan kian sedikit yang berpikir untuk mencarikan solusi. Akan sedikit yang tergerak untuk melihat ini bukan sekadar persoalan yang harus dituntaskan pemerintah. Jika sudah begitu, tentu saja, logisnya akan kian sedikit solusi yang kian terketemukan, dan membuat kian sedikit masalah yang bisa terselesaikan.

Dalam hemat saya pribadi, di tengah kondisi itu, idealnya masalah tersebut bisa dilihat sebagai masalah bagi setiap kita yang berada di negeri ini. Tidak cukup sekadar buang badan, dan melemparkan tanggung jawab ke luar dari unit terkecil dari lembaga negara (baca: keluarga).

Ya, keluarga! Inilah yang saya kira masih harus dilihat sebagai titik paling menentukan untuk bisa mereduksi, atau meminimalisasi cerita tentang kasus anak sebagai korban.

Tentu saja, jika berbicara keluarga, maka di antara yang paling menentukan adalah ayah sebagai "kepala keluarga" dan ibu--yang saya istilahkan--sebagai "jantung keluarga". Selayaknya kepala dan jantung, peran dari kedua unsur itu jelas paling menentukan, dari bagaimana membuat sebuah keluarga itu aman terutama bagi anak, hingga menyingkirkan berbagai hal yang menghambat perkembangan anak.

Ketika membicarakan "kepala" dan "jantung" tadi, maka di sini ada pembagian peran yang tentunya menjadi hal yang niscaya. Jika kepala dan jantung tersebut "sehat", maka yang lain-lainnya akan merasakan dampak untuk juga sehat, terjaga, dan bisa menciptakan berbagai kondisi yang sama sehatnya.

Maka di sini, cerita tentang "wawasan kebangsaan" yang kerap digembar-gembor sebagai hal penting oleh sementara penyelenggara negara, tak begitu saja menjadi lebih penting dari "wawasan keluarga". Sebab, apakah seorang anak bisa aman, takkan hanya menjadi kewajiban negara untuk memberikan perhatian, tapi juga menjadi kewajiban bagi keluarga itu sendiri.

Lalu?

Butuh pendidikan yang tak henti terutama bagi kedua orangtua, dan dibutuhkan bekal memadai agar persoalan anak bisa dilihat sebagai pekerjaan yang tak hanya urusan negara. Akan sulit berharap kasus semisal kekerasan kepada anak hanya dilimpahkan kepada negara atau kepada lembaga-lembaga terkait.

Perspektif itu, melihat persoalan dari unsur terkecil, menjadi hal yang sangat penting saya kira, sehingga masalah yang berkaitan dengan anak benar-benar bisa terselesaikan atau paling tidak bisa diminimalisasi secara signifikan.

Sederhananya, kepedulian dari mereka yang sudah menyandang status sebagai orangtua--tak terkecuali saya sendiri--pada bagaimana membentengi keluarganya, memastikan perlindungan anak, menjadi kata kunci (peduli). Selain, juga melihat tanggung jawab sebagai orangtua dengan lebih serius. Tidak cukup sekadar, ah pekerjaan sebagai orangtua bukanlah sesuatu yang harus dilihat berlebihan, toh di masa lalu tanpa cara-cara terlalu serius pun populasi manusia terbukti masih bertahan hingga kini.

Lagi-lagi perspektif yang berkembang di tingkatan unsur terkecil dalam sebuah keluarga itu, yang bisa dipastikan akan sangat berdampak jauh bagi persoalan besar bernama "kekerasan terhadap anak".

Seorang ayah takkan bisa muluk-muluk berbicara melindungi anaknya dari kejahatan dari luar, jika ia sendiri tak melihat ada berbagai hal yang harus dibenahi dari dirinya pribadi. Seperti juga seorang ibu yang takkan bisa menjadi "jantung" bagi anaknya, jika ia gagal melihat masalah yang harus dibenahi dari dirinya.

Artinya, menyelesaikan masalah besar yang berkaitan dengan anak, dibutuhkan sudut pandang yang tegas, dari mana itu harus dituntaskan. Sebab, diibaratkan rumah tangga sebagai perahu kecil, apakah ia bisa berlayar dengan baik akan sangat terpengaruh dari bagaimana seorang ayah sebagai pemegang dayung, dan ibu sebagai penyeimbang, dan kekompakan keduanya dalam melihat berbagai persoalan hingga cara perjalanan itu berlangsung aman.

Menafikan hal itu, maka hanya menjadi hal yang sia-sia ketika kemudian yang terjadi hanya ratapan setelah perahu tenggelam, kedua orang tua selamat lantaran bisa berenang, tapi anak yang tak berdaya menjadi korban.

Ini hanya sebuah renungan kecil, yang saya tuliskan di sela-sela bekerja karena teringat ini Hari Anak, dan saya juga adalah salah seorang ayah untuk bayi saya, Shadia. Tak ada harapan lain, kecuali berharap, semua anak bisa tumbuh tanpa diusik, tanpa diganggu, dan perjalanan mereka untuk bertumbuh bisa berlangsung tanpa hambatan, baik dari dalam ataupun dari luar keluarga. Lagi, aman tidaknya perjalanan anak tersebut juga akan bergantung pada bagaimana "kepala" dan "jantung" dalam keluarga untuk "bekerja". SUMBER

SELAMAT HARI ANAK NASIONAL!
0
703
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan