Jakarta, CNN Indonesia -- Ahli hukum tata
negara Irman Putra Sidin menilai Presiden Joko
Widodo perlu untuk memperbaiki kinerjanya
dalam mengambil kebijakan pemerintahan,
terutama yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat.
Hal tersebut disampaikannya karena melihat
polemik baru yang timbul akibat aturan baru
program Jaminan Hari Tua (JHT) Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan. (Baca juga: Revisi PP BPJS
Ketenagakerjaan Permalukan Jokowi Dua Kali
)
Menurutnya, Presiden Jokowi tak bisa lagi
menyalahkan para pembantu pemerintahannya.
Irman mengatakan sudah seharusnya Presiden
Jokowi mempelajari secara teliti terlebih dahulu
atas kebijakan dan peraturan yang nantinya akan
ditandatangani.
Irman menilai dengan cara seperti itu maka
Presiden Jokowi memiliki konsep matang akan
setiap kebijakan yang akan dibuatnya.
"Jangan sampai muncul pernyataan seperti dulu
yang bilang 'saya tidak baca'," ujar Irman,
Minggu (5/7).
Irman pun menilai, hal ini akan benar-benar
menjadi ancaman bagi pemerintahan Presiden
Jokowi apabila terus berlanjut di semester kedua
ini. Menurutnya, hal ini dapat menjadi amunisi
bagi DPR untuk melayangkan mosi tidak percaya.
Diketahui, Presiden Jokowi Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua,
yang mengubah minimal masa kerja 5 tahun
menjadi 10 tahun sehari (30/6) sebelum Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
memerintahkan pelaksanaan BPJS
Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. (Baca juga:
Jokowi: Revisi PP BPJS karena Rakyat Masih
Berpikir Pendek
)
Setelah diprotes banyak kalangan, akhirnya
Jokowi memerintahkan Menteri Tenaga Kerja
Hanif Dhakiri untuk merevisi PP tersebut. Dalam
revisi itu, para pekerja yang kena PHK atau tidak
lagi bekerja bisa mencairkan JHT sebulan setelah
kehilangan pekerjaannya.
Selain itu, Jokowi juga pernah menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang
Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat
Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.
Namun, Jokowi memutuskan merevisi perpres
tersebut setelah menuai protes. Saat itu, Jokowi
mengaku tidak membaca dan mempelajari
perpres yang dia teken.
sumber