Selamat menunaikan ibadah puasa bagi Agang-agang Kaskuser semua, semoga amalan kita bisa bernilai ibadah disisi-Nya Amiinnn..
Kali ini ane mau ngebahas salah satu bagian dari ibadah, dan boleh dikatakan hal pertama yang mesti ada sebelum melakukan sesuatu, baik beramal, bekerja,beribadah, dll.
Silahkan disimak trit berikut
Spoiler for Untuk diketahui:
bahan dalam Trit ini disadur dari beberapa sumber, hal ini sengaja hanya untuk sekedar berbagi dan saling mengingatkan kepada kebaikan Sumber1 Sumber2 Sumber3
Bulan Suci Ramadhan adalah bulannya ibadah dan perbuatan-perbuatan baik, dimana setiap ibadah dan perbuatan baik akan mendapatkan "Nilai lebih" jika dibandingkan dengan bulan-bulan Lainnya
Dibulan Suci Ramadhan ini, Umat muslim makin rajin mealakukan amalan dan ibadah, namun salah satu hal yang mesti ada sebelum kita beribadah, beramal, dan melakukan sesuatu itu adalah NIAT
AMAL PERBUATAN TERGANTUNG NIAT
عن أمير المؤمنين أبي حقص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ” إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى. فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه ” رواه إماما المحدثين أبو عبدالله محمد ابن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه البخاري، وأبو الحسين مسلم بن الحجاح بن مسلم القشيري في صحيحيهما اللذيب هما أصح الكتب المصنفة.
‘an amiiril mu’miniina abii hafshin ‘umarobni khoththoobi rodhiya allahu ‘anhu qoola: sami’tu rosuulallahi shollallahu ‘alaihi wa sallam yaquulu: ” innamal a’maalu binniyaati, wa innamaa likullimri’im maa nawa, famang kaanat hijrotuhu ila allahi wa rosuulihi fahijrotuhu ila allahi wa rosuulihi, wamang kaanat hijrotuhu lidunyaa yushiibuhaa awimro’atin yangkihuhaa fahijrotuhu ila maa haajaro ilaihi ” rowaahu imaaman al-muhadditsiina abuu ‘abdillahi muhammad ubnu ismaa’iil abni ibroohiim abnil mughiirot abni bardizbah al-bukhooriyyu, wa abul husaini muslim ubnul hajjaj ibni mulumil qusyairiyyu an-naisaabuuriyyu fii shohiihaihimaa al-ladzaini humaa ashohhul kutubil mushonnafati.
Dari Amirul Mukminin Abu Hafs Umar bin Khoththtoob Rodhiyaallahu ‘anhu ia telah berkata: Saya pernah mendengar Rosuulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Sesungguhnya amal perbuatan tergantung kepada niyatnya, dan bagi seseorang tergantung apa yang ia niyatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rosulnya [mencari keridhoannya] maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rosulnya [keridhoannya]. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk menikahi wanita maka hijrahnya itu tertuju kepada yang dihijrahkan.”
Niat itu Syarat Ibadah atau Rukun Ibadah ?? Syarat atau rukun, ane mah biasanya Niat aja gang...
Sebelum ini kita telah membahas masalah syarat-syarat niat, tempat, cara, waktu niat, dan sebagainya. Sehingga, dalam masalah niat sewaktu ibadah kita hanya akan membahas apakah niat termasuk rukun atau syarat dalam ibadah. Sebagaimana diketahui, syarat dan rukun adalah sama-sama fardhu, tetapi keduanya mempunyai perbedaan. Syarat adalah faktor eksternal dari perkara yang disya- rati, seperti bersuci merupakan syarat sah shalat dan dia merupakan faktor eksternal dari perbuatan shalat. Sedangkan rukun-menurut istilah dalam madzhab Hanafi-adalah sesuatu yang diperlukan oleh kewujudan suatu perkara. Sehingga, ia merupakan bagian sesuatu dan merupakan unsur internal yang membangun sesuatu tersebut. Sedangkan arti rukun menurut jumhur ulama adalah, perkara yang menjadi penopang utama kewujudan sesuatu, baik dia merupakan bagian internal dari sesuatu tersebut maupun dia merupakan unsur utama bagi sesuatu itu. Ruku’ dan sujud merupakan rukun dalam shalat, karena kedua perbuatan tersebut merupakan bagian dari saslat. Shighat ijab dan qabul merupakan syarat akad menurut istilah madzhab Hanafi. Selain shighat ijab dan qabul, dua orang yang melakukan akad, benda yang diakadi dan harga juga dianggap sebagai rukun akad menurut istilah jumhur ulama.
Namun sebelum membahas secara terperinci masalah hukum niat dalam ibadah, saya akan uraikan dulu pembahasan yang di- lakukan oleh Imam as-Suyuthi dan Ibnu Nu- jaim, karena kedua imam ini merupakan wakil representatif bagi dua kelompok dalam masalah apakah niat itu ruku atau syarat dalam ibadah.
Ibnu Nujaim berkata, "Menurut madzhab kami, niat adalah syarat dalam semua bentuk ibadah. Ini merupakan kesepakatan semua ulama madzhab Hanafi. Dia bukan rukun. Perbedaan hanya muncul dalam masalah takbiratul ihram, namun pendapat yang mu’tamad adalah takbiratul ihram merupakan syarat sama seperti niat. Namun dikatakan juga takbiratul ihram adalah rukun. Madzhab Hambali dan Maliki juga mengatakan bahwa niat adalah syarat dalam ibadah, ia bukan rukun meskipun berada di dalam ibadah."
Imam as-Suyuthi mengatakan bahwa ulama pengikut madzhab Syafi’i berbeda pendapat apakah niat termasuk rukun atau syarat ibadah. Sebagian besar dari mereka memilih bahwa niat adalah rukun, karena niat berada di dalam amalan ibadah, dan itu merupakan karakteristik rukun. Sedangkan syarat, adalah perkara yang mendahulu: amalan ibadah dan harus terus-menerus bersambung dengan ibadah.
Quote:
Mari kita ajukan sebuah pertanyaan, ‘’Apakah yang menjadi penyebab amal ibadah kita tidak diterima Allah SWT?’’ Jawaban yang paling mendasar adalah karena salah niat.
Di akhirat kelak ada seorang mujahid yang mati di medan perang,seorang yang rajin sedekah, dan seorang lagi pembaca Al-Quran, namun mereka masuk neraka. Mengapa? Karena salah dalam niat. Mari kita simak keterangan berikut ini.
Abu Hurairah ra meriwayatkan, bahwa ia pernah mendengar Rosululloh Saw bersabda, ‘’Manusia yang pertama diadili padahari Kiamat nanti adalah orang yang mati di medan jihad. Orang itu didatangkan di hadapan Allah. Kemudian, ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya. Dan, ia mengakuinya.
Allah bertanya kepadanya, ‘’Apa yang telah engkau lakukan di dunia?’’ Ia menjawab, ‘’Aku telah berperang membela agama-Mu.’’ Lalu, Allah berkata,
‘’Engkau berbohong. Engkau berperang agar orang-orang menyebutmu seorang pemberani.’’ Kemudian, Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di pengadilan-Nya. Akhirnya, orang itu dimasukkan ke neraka.
Kemudian, seorang penuntut ilmu sekaligus rajin membaca Al Quran, dihadapkan kepada Allah. Lalu, ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya. Dan, ia mengakuinya. Allah bertanya, ‘’Apa yang telah engkau lakukan di dunia?’’ Dia menjawab, ‘’Aku menuntut ilmu, mengamalkannya dan aku membaca Al Quran dengan mengharap ridho-Mu.’’
Allah berkata kepadanya, ‘’Engkau berbohong. Engkau mencari ilmu supaya orang menyebut engkau sebagai seorang alim. Dan, engkau membaca Al Quran agar orang lain menyebutmu rajin membaca Al Quran.’’ Kemudian, Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di pengadilan-Nya. Akhirnya, orang itu dimasukkan ke neraka.
Selanjutnya, seorang kaya raya dan terkenal dermawan, dihadapkan kepada Allah. Lalu, ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya. Dan, ia mengakuinya. Allah bertanya, ‘’Apa yang telah engkau lakukan di dunia?’’ Ia menjawab, ‘’Semua harta yang aku miliki tidak aku sukai, kecuali aku sedekahkan karena-Mu.’’
Lalu, Allah berkata, ‘’Engkau berbohong. Engkau melakukan itu agar orang-orang menyebut engkau sebagai dermawan dan murah hati.’’ Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di pengadilan-Nya. Akhirnya, orang itu dimasukkan ke neraka.
Abu Hurairah berkata, ‘’Kemudian, Rasulullah SAW menepuk pahaku dan berkata, ‘’Wahai Abu Hurairah, mereka adalah manusia pertama yang merasakan panasnya api neraka Jahanam di hari kiamat nanti.’’ (Hadist Riwayat Muslim)
Subhanallah! Padahal bukankah mati syahid itu sangat besar ganjarannya di sisi Allah Swt. Akan tetapi ganjaran yang besar itu tak akan pernah ada jika ternyata orang tersebut salah niat. Tidak fokus dalam niatnya. Betapa rugi sekali orang seperti ini.
Seorang pencari ilmu yang sudah memiliki gelar berderet-deret, pekerjaan yang mentereng dengan gaji yang besar. Namun, ternyata untuk semua hal-hal duniawi itulah dia mencari ilmu. Bukan demi ridha Allah SWT. Demi sanjungan dan penghargaan dari manusia yang memandangnya sebagai orang berilmu. Maka, sia-sialah semua itu di hadapan Allah SWT.
Seorang pembaca Al Quran yang rajin tilawah dan merdu suaranya, namun ternyata bukan ridha Allah yang dikejarnya meski yang keluar dari lisannya adalah bacaan ayat-ayat Al Quran. Ia mengejar decak kagum dari manusia yang menyebutnya sebagai seorang Qori atau Qoriah. Ia mengejar sertifikat, piala dan hadiah-hadiah dari lomba-lomba pembacaan Al Quran. Maka, semua yang diperbuatnya menjadi percuma di hadapan Allah SWT.
Termasuk juga orang yang bergiat dalam dunia dakwah. Bisa jadi yang ada di dalam hatinya adalah harapan agar dipandang oleh orang sebagai seorang dai. Yang ada dalam pikirannya adalah angka-angka berapa honor yang akan ia terima. Tiidak ada Allah di hatinya, meski yang ia sampaikan adalah ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits Rasulullah SAW.
Seorang yang gemar mendermakan hartanya, namun bukan penialian Allah yang ia harapkan, maka ia telah tersesat dalam niatnya. Apa yang ia harapkan adalah kekaguman orang lain yang memandangnya sebagai seorang dermawan. Apa yang ia harapkan adalah sorotan dan jepretan kamera wartawan yang akan memberitakan perihal kegiatannya membagi-bagi sebagian dari hartanya.
Saudaraku, jadi bukan karena kurang kerja keras, amal menjadi tidak bernilai, tetapi karena salah niat yang tidak fokus kepada Allah SWT. ‘’Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (QS. Adz Dzariyat (51):56).
Jelas sekali ayat ini menegaskan kepada kita dengan terang-benderang bahwa sudah semestinya yang menjadi fokus kita adalah Allah Swt dalam setiap amal perbuatan kita. Sehingga apa yang kita lakukan menjadi bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.
Jika Allah SWT. menjadi fokus kita, maka niscaya akan tenang hati kita. Mengapa ada orang yang ketika merasa disakiti oleh orang lain, kemudian dia tenggelam dalam rasa kecewa, sakit hati dan dendam berkepanjangan? Kemudian, ia pun tersiksa oleh perasaannya itu. Mengapa demikian? Karena dia hanya fokus kepada mahluk, kepada manusia yang telah menyakitinya itu.
Lain halnya jika orang itu kemudian fokus kepada Allah semata, Dzat yang Maka Kuasa atas segala sesuatu, maka niscaya akan terobati rasa sakit hatinya. Hidupnya akan menjadi tenang dan tenteram kembali. Karena ia yakin segala sesuatu terjadi atas izin-Nya, dan tidak ada kejadian di alam raya ini yang terjadi secara sia-sia, pasti ada kebaikan yang terkadung di dalamnya.
Ingat rezeki, segera fokus kepada Allah yang menggenggam rezeki. Ingat ke anak, segera fokus kepada Allah yang telah menitipkannya kepada kita. Ingat ujian sekolah segera fokus kepada Allah yang telah mengkarunia akal pikiran. Ada yang memfitnah, segera fokus kepada Allah Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang benar dan apa yang salah. Punya hutang, segera fokus kepada Allah Yang Maha Kaya.
Jika yang menjadi fokus kita hanya Allah, maka Insya Allah, Dia akan membimbing kita dalam setiap aktifitas kita. Sehingga setiap yang kita lakukan bisa mencapai tingkat yang maksimal. Fokus kepada Allah akan menghadirkan semangat yang luar biasa di dalam hati kita. Seperti para mujahidin di medan jihad, ketika hanya Allah yang menjadi fokus tujuan mereka, maka mereka akan melakoni jihad tersebut dengan semangat bergelora tanpa ada rasa takut terhadap makhluk sedikit pun.
Betapa penting untuk fokus hanya kepada Allah SWT, semata. Agar kita semakin semangat melihat diri untuk lurus dalam niat, fokus hanya mengharap ridho Allah, bukan yang selain-Nya. Dan, meraih prestasi terbaik di dunia dan akhirat.
Quote:
Mengapa mesti berniat ?
Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menyebutkan dalam kitab beliau Jami’ al-‘ulum wal hikam mengenai fungsi dari niat, bahwa ada dua fungsi niat:
Pertama, Membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, atau membedakan antara ibadah dengan kebiasaan.
Kedua, Membedakan tujuan seseorang dalam beribadah. Jadi apakah seorang beribadah karena mengharap wajah Allah ataukah ia beribadah karena selain Allah, seperti mengharapkan pujian manusia.
(Lihat: Jami’ al-‘ulum wal hikam, hal. 67).
Membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lain. Contohnya, shalat yang dua raka’at itu banyak. Ada shalat yang wajib dan tak sedikit shalat sunah yang dua raka’at. Kita ambil contoh shalat qabliyah subuh dengan shalat subuh. Keduanya berjumlah dua raka’at. Tata caranya pun sama, jumlah ruku’ dan sujudnya juga sama.Sama-sama diawali takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Lalu apa yang memedakan antara dua raka’at qabliyah subuh dengan dua raka’at shalat subuh? Itu lah niat yang membedakan antara keduanya.
Atau membedakan antara ibadah dengan kebiasaan. Misal, antara mandi junub dengan mandi biasa. Dari segi tatacara sama; sama-sama mengguyurkan air keseluruh badan. Sama-sama pakai sabun, dan sama-sama keramas juga. Lalu apa yang membedakan? Niat yang membedakannya. Jadi amalan yang pada asalnya hanya kebiasaan bisa bernilai ibadah bila diniati ibadah.
Kemudian fungsi niat kedua adalah Membedakan tujuan seseorang dalam beribadah . Pembahasan inilah yang sering kita kenal dengan istilah ikhlas. Jadi apakah seorang tatkala ia beribadah ikhlas lillahi ta’ala, atau hanya mengharap perhatian manusia?
Dan kita tahu bahwasannya Allah ta’ala tidak akan merima amalan seorang hamba melainkan yang dilakukan karena ikhlas mengharap keridhaan-Nya semata. Karena Allah ta’ala Maha Kaya, Dia tidak butuh persekutuan dalam peribadatan kepadaNya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah ta’ala berfirman,
“Aku sangat tidak butuh sekutu, siapa saja yang beramal menyekutukan sesuatu dengan-Ku, maka Aku akan meninggalkan dia dan syirknya.” (HR. Muslim)
Fungsi niat yang kedua ini pula yang seringkali dimaksudkan dalam perkataan-perkataan ulama salaf. Seperti perkataan seorang alim; Abdullah bin Mubarak rahimahullah,
رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية
“Boleh jadi amalan yang sepele, menjadi besar pahalanya disebabkan karena niat. Dan boleh jadi amalan yang besar, menjadi kecil pahalanya karena niat. ”
Jadi dari fungsi niat yang kedua ini kita dapat menyimpulkan bahwa niat akan mempengaruhi kadar pahala yang diperoleh seorang hamba. Semakin murni keikhlasannya, semakin besar pahala yang akan ia dapat. Walau amalan yang ia lakukan ringan. Dan Semakin kecil kadar keikhlasan seorang hamba; walau amalan yang ia lakukan adalah amalan yang berpahala besar, namun bila keikhlasan dalam hatinya kecil, maka semakin kecil pula pahala yang ia peroleh.
Juga perkataan ulama salaf lainnya seperti Yahya bin Abi Katsir rahimahullah,
تَعَلمُوا النيةَ فَإِنهَا أَبلَغُ مِنَ العَمَل
ِ
“Pelajarilah niat, karena ia lebih dahulu sampai di sisi Allah daripada amalan“