mawar.mewangiAvatar border
TS
mawar.mewangi
[FULL MULUSTRASI....] Kisah Sukses Orang-orang Cacat


Orang tuli menghidupi ribuan orang. Orang buta sukses membangun imperium bisnis. Inilah kisah orang-orang tak biasa.

Dream - Hari baru terang tanah. Chevrolet Suburban itu sudah menderu di jalanan Florida. Melesat ke selatan. Memburu waktu. Dia seperti berlomba dengan sang fajar yang remangnya sudah menyembul di awan. Mobil itu menuju rest area di Florida Turnpike, Amerika Serikat.

Dan dia yang di belakang kemudi itu adalah seorang perempuan muda. Memacu dengan kecepatan tinggi sesekali dia menoleh. Melirik pria buta yang duduk di sebelah kanan. Sebentar kemudian melihat ke jok belakang. Tiga bayi terlelap di sana.

Wajah mereka kaku. Lidah juga seperti kelu. Sepanjang perjalanan itu tak ada percakapan. Kabin mobil itu benar-benar sunyi. Tak ada suara manusia. Hanya raung mesin yang menderu. Menyusup dari sela-sela kaca jendela.

Para penumpang itu adalah keluarga Isaac Lidsky dan Dorothy. Pasangan muda yang tengah dirubung rasa putus asa. Sudah bertahun-tahun hidup bersama, biduk rumah tangga mereka seperti bergerak di tempat. Pemasukan keluarga ini tak lagi bisa mengimbangi kebutuhan dapur.

Lidsky sebenarnya sudah bekerja keras. Dia sudah berpeluh keringat. Membanting tulang. Dalam seminggu, dia bekerja selama 90 jam. Berkutat di depan layar komputer. Menganalisa kasus-kasus hukum.

Namun, penghasilan sebagai konsultan hukum pada Akin Gump Strauss Hauer & Feld, sebuah biro hukum di negeri itu, sudah tak mampu menopang perekonomian keluarga. Apalagi sang istri baru saja melahirkan anak kembar tiga secara prematur. Tiga kehidupan itu menemui dunia pada usia 7 bulan. Dan ini tentu saja memerlukan biaya banyak.

Jiwa dan raga Lidsky semakin terpukul. Sebab tak bisa mendampingi istri dan ketiga anaknya yang selama tiga bulan dirawat karena proses kelahiran yang lebih awal itu. Waktu Lidsky benar-benar habis hanya untuk bekerja. Karena itulah, pada Oktober 2011 itu Lidsky nekat menuju ke Florida. Hanya satu tujuan: mengubah nasib keluarga.

Dua jam sudah mobil itu melaju. Sebelum akhirnya berbelok dan berhenti di Florida Turnpike. Di sana, seorang perempuan dengan tas besar telah menunggu. Dialah Betti. Ibunda Lidsky yang baru datang dari Miami. Saat pintu mobil dibuka, dia menghambur. Menghampiri putra, menantu, dan ketiga cucunya.

Pertemuan itu sangat singkat. Betti kemudian menyerahkan tas besar yang dia tenteng. Tas itu berisi uang US$360 ribu atau sekitar lima miliar rupiah. Uang yang telah ditabung selama 40 tahun itu dia relakan demi masa depan keluarga sang putra.

“Saya tahu, kamu akan mengatasi masalah ini,” kata Betti sambil melambaikan tangan. Melepas kepergian keluarga anaknya. Dan mobil keluarga Lidsky pun berlalu. Menjemput masa depan yang masih jauh, di Florida.

***

Lidsky sebenarnya merupakan sosok cerdas. Semasa kecil, dia merupakan bintang kenamaan. Saat berusia 16 bulan, wajahnya sudah mondar-mandir di layar televisi. Dan pada umur 13 tahun, namanya melambung melalui tayangan sitkom Saved by the Bell: The New Class, Barton "Weasel" Wyzell.

Namun hidup Lidsky berubah. Penglihatannya terganggu. Lambat laun, tak mampu lagi melihat dunia yang maha luas ini. Lidsky hidup dalam kebutaan. Dia lantas memutuskan mundur dari jagat hiburan. Gemerlap Hollywood pun cuma jadi nostalgia.

Meski buta, dia tak lantas habis harapan. Pada usia 15 tahun, dia bahkan masuk Universitas Harvard. Kampus kenamaan di Amerika Serikat. Dia kemudian lulus dengan gelar sarjana ilmu komputer dan matematika terapan.

Setelah lulus, Lidsky mendirikan perusahaan startup bersama saudara ipar. Startup pemasaran di internet pun dia geluti. Poindexter Systems nama startup itu. Sekarang kondang dengan sebutan [x+1]. Namun, setelah dua tahun berkecimpung, dia bosan. Lidskay kemudian kembali kuliah. Kali ini di Fakultas Hukum Harvard. Meski buta, dia diterima kerja di Harvard Law Review.

Saat mahasiswa lain khusyuk membaca, Lidsky justru sibuk mengembangkan program komputer. Dia menciptakan program yang bisa membaca setiap kalimat di layar. Susah memang. Namun inilah satu-satunya harapan bagi dia untuk membangun masa depan.

Keinginan Lidsky membantu sesama tunanetra juga sangat tinggi. Pada usia 20 tahun, dia mendirikan Hope for Vision, sebuah lembaga nirlaba yang mengumpulkan dana untuk penelitian penyakit kebutaan.

Lidsky kemudian bekerja pada Departemen Kehakiman AS. Pada 2008, dia kemudian bekerja sebagai petugas hukum di Mahkamah Agung AS. Saat itulah dia menjadi satu-satunya tunanetra yang bekerja di bidang hukum di departemen itu.

Orang lain boleh saja melihat proses itu sebagai jalan sukses. Namun tidak untuk Lidsky. Dia masih saja merasa gagal. Apalagi dia merasa bekerja sebagai karyawan tak lagi menguntungkan. Waktunya habis untuk bekerja.

***

Kebosanan sebagai karyawan itulah yang mengantarkan Lidsky sampai pada keputusan besar. Pada akhir Oktober 2011 itu dia teringat ide radikal yang digagas bersama teman di Harvard, Zac Merriman: membeli perusahaan. Lidsky yakin keputusan ini akan membuatnya berkuasa atas waktu dan juga menentukan takdirnya sendiri.

Zona nyaman ditinggalkan. Uang yang telah disimpan seumur hidup sang bunda dipakai menjemput masa depan. Uang itu dia belikan Orlando Decorative Concrete. Perusahaan kontraktor pembangun perumahan. Dan keputusan radikal ini membuat hampir semua kawan dan keluarga tak percaya. Apalagi tak ada pengalaman bisnis konstruksi dalam hidup Lidsky.

“Ketika saya mengatakan semua uang yang saya punya ditaruh dalam bisnis ini,” ujar Lidsky. “Semua orang, teman, keluarga, berpikir saya benar-benar gila.”

Tapi kenekatan Lidsky terbayar. Dalam beberapa tahun bisnisnya berkembang pesat. Uang 5 miliar yang dipinjam dari sang ibu itu seolah menjadi pelicin. Uang itu bekerja dengan sendirinya. ODC Construction yang dibeli berjalan pada jalur yang benar. Lebih dari 3.000 rumah dibangun di sekujur Florida. Dan uang US$ 65 juta atau setara Rp 865 miliar mengalir ke pundi-pundi perusahaan. “Orang-orang tak bisa percaya. Teman-teman kami juga tak percaya,” tambah Lidsky. Namun, pertaruhan besar itu sudah berbuah.

Lidsky boleh saja tak bisa melihat gedung-gedung yang dibangun perusahaan. Namun hasil itu nyata. Usaha terus berkembang. Dari 150 pekerja, kini sudah punya lebih 500 tenaga. Meski buta, dia berhasil membawa ODC Construction menjadi perusahaan konstruksi terbesar di wilayah itu.

***

Lidsky bukanlah satu-satunya orang yang sukses di tengah keterbatasan. Masih banyak lagi orang-orang dengan keterbatasan fisik yang mampu berbuat lebih dari manusia normal. Mereka telah membuktikan semangat pantang menyerah telah membawa perubahan dalam hidup.

Itu pula yang dibuktikan Barry Shore. Pada 12 September 2004 silam, pria Los Angeles ini mengalami kelumpuhan total. Dari leher hingga ujung kaki. Dia terserang penyakit langka: Guillaina Barre Syndrome (GBS). Penyakit yang disebabkan autoimune yang merusak syaraf. Penyakit ini menyerang 2 di antara 100.000 kelahiran.

Penyakit itu datang saat Shore baru saja beribadah pagi. Dia tiba-tiba merasa letih. Tubuh pun dia hempaskan ke atas kasur. Namun, menjelang siang tubuhnya sulit bergerak. Dan sore hari semakin buruk. Shore tak bisa menggerakkan bagian tubuhnya sama sekali. Hanya kelopak mata saja yang sesekali berkedip.

Shore hampir saja menyerah. Kehidupannya seolah sudah tama. Menjadi “bunga dipan” sudah membayang pada sisa hidupnya. Bak mayat hidup. Semua mendadak kelam. Bisnis yang sudah dia rintis pun terancam hancur. Sang nakhkoda kini lumpuh.

Tapi Shore bukan orang lemah. Dia menjadi lebih kuat dengan sokongan orang-orang tercinta. “Saya dikelilingi oleh begitu banyak cinta. Istri saya selalu membuatkan makanan setiap hari. Staf rumah sakit sampai merasa terharu dengan apa yang dilakukannya,” tutur Shore.

Meski lumpuh, Shore tak mau dikasihani. Dia tetap berkarya dalam kelumpuhan itu. Berbagai terapi ditekuni agar bisa sembuh. Dari kondisi nestapa itu, Shore melahirlah sebuah ide bisnis cemerlang yang menghasilkan fulus miliaran dolar. Pengalaman membangun dan menjual startup ke perusahaan besar seperti fax4free.com (eFax), membuatnya terlecut membuat startup anyar, Dlyte.com.

“Saya tak bisa bergerak tapi mulut dan pikiran saya masih bisa bekerja dengan bagus. Saya masih bisa menggunakan mereka dengan baik,” kata Shore.

Beruntung bagi Shore. Saat semangatnya masih menyala, dia bertemu tetangga sekaligus ahli terapi, Vince Newman. Di bawah bimbingan Newman, Shore menjalani terapi berenang. Dan pada 2007, dia pulih dari kelumpuhan.

Selain pebisnis andal, Shore kini punya profesi baru. Sebagai moviator ulung. Dia ubah kemalangan jadi kesuksesan, berkat filosofi yang disebut PTL: Prayer (Doa), Therapy (Terapi), dan Love (Cinta).

“Doa-doa dari semua orang, di samping dari saya sendiri, menumbuhkan kekuatan spiritual untuk membuat semuanya bekerja. Sampai hari ini saya bertemu orang-orang yang mengatakan bahwa mereka telah mendoakan saya selama bertahun-tahun,” kata Shore.

Kisah sukses orang-orang yang sukses di tengah kekurangan juga datang dari seorang tunarungu, John TC Yen. Meski tuli sejak kecil, pria keturunan China ini memiliki beberapa perusahaan terkenal. Salah satunya perusahaan piranti lunak komputer, Integrated Microcomputer System (IMS).

John kerap mendapat perlakuan diskriminatif. Dia sulit mendapat pekerjaan karena tuli. Meski John merupakan lulusan perguruan tinggi kenamaan, Gallaudete University di Washington DC, AS. Tapi dia bukan sosok yang pantang menyerah. Dengan keterbatasan itu, dia memilih terus berusaha. “Saya selalu ingin menjadi pelaku dan bukan pembicara,” ujar John.

Di akhir 1970-an, John mulai sadar. Pekerjaan yang cocok untuk orang tuli adalah menjadi pengusaha. Frustasi dengan keadaan yang dialami, John bersama sang adik akhirnya memutuskan untuk mendirikan perusahaan piranti lunak IMS.

Perusahaan ini fokus menyediakan layanan piranti lunak untuk orang tuli. Sebagian besar karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut juga orang tuli. Dari perusahaan inilah, John merintis sukses. Berbagai pernghargaan dia sabet.

Pilihannya mempekerjakan para tunarunggu merupakan alasan di balik kesuksesan itu. John merasakan betul pengalaman sebagai orang tuli, yang hampir tidak mungkin bisa mendapatkan pekerjaan. Sehingga, pengalaman tersebut menjadi dasar John mengambil pilihan.

“Banyak penyandang cacat mencari pekerjaan setiap hari. Pengusaha harus bersikap lebih terbuka dan bersedia mempekerjakan mereka, karena mereka akan mendapati para penyandang cacat akan menjadi aset berharga mereka,” terang John.

Lidsky, Shore, dan John hanyalah contoh kecil kesuksesan yang dibangun dari kekurangan. Selain mereka, masih ada sederet pengusaha sukses yang membangun bisnis. Pada orang seperti merekalah cacat fisik itu bisa menjadi kekuatan yang sulit dipahami.

Sumber: http://www.dream.co.id/dinar/kisah-s...t-150622c.html

Baca Juga:
1. Barry Shore, Lumpuh Tapi Tak Menyerah
2 Memburu Terang Saat Diburu Gelap
3. Sukses Sunyi Pengusaha Tuli


wah inspiratif juga gan.... cacat tak menghalangi kesuksesan....
0
2K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan