mawar.mewangiAvatar border
TS
mawar.mewangi
{FULL MULUSTRASI.....] Kejujuran Para Sopir Taksi


Menemukan uang banyak. Utang banyak. Bak orang kalah dalam kehidupan. Tapi mereka memenangkan kejujuran.

Dream - Azan Subuh itu seperti memanggil jiwa. Membelah sunyi langit Jakarta yang masih terlelap. Ketika berjuta orang Ibukota masih di dipan, di rumah mungil itu, Suharto malah belum terpejam. Baru hendak melepas letih. Sebelum mengaso pria beruban itu lantas bergegas. Mengambil air wudu.

Lalu dia menunaikan salat. Melewatkan dua rakaat dengan khusyuk. Baru saja salam terucap, telepon sudah berdering. Doa-doa yang telah terangkai di benak jadi buyar. Pada pagi itu urung dipanjatkan.

Suharto menyambar telepon genggam itu. Mata yang terkantuk-kantuk itu berusaha dibangunkan. Pada usia yang tak lagi muda, dia memicing mata, siapa gerangan yang menelepon pada subuh seperti itu.

Sontak dia sadar. Nomor dilayar itu sudah tak asing. Dari kantor, tempat dia mengali nasib bertahun belakangan. “Halo,” sapa Suharto dengan suara serak. “Pak, ini dari kantor pusat, coba cek sekarang apa ada tas yang tertinggal di taksi. Itu isinya uang,” kata pria di ujung telepon. Terperanjatlah Suharto. Dia memang sudah lama menjadi sopir taksi, milik sebuah perusahaan di Jakarta.

Suara riuh dengan petugas di ujung telepon itu membuat sang istri, Sri Mulyati, terjaga. Setelah telepon ditutup, dia memberi penjelasan kepada sang istri. Ada barang penumpang yang tertinggal di taksi. Tak perlu waktu lama, Suharto mengajak Sri menuju mobil yang belum lama dia parkir.

Di bawah temaram lampu, mereka melangkah cepat. Menembus Gang Pisang Pasir, Ciganjur, Jakarta Selatan, yang sempit. Jalan menuju rumah mereka memang sempit. Jadi lupakan soal parkiran, lewat saja nyaris tak bisa.

Tiba di mulut gang, keduanya langsung menghambur ke sedan putih yang teronggok di tepi jalan. Suami istri itu masih merasakan hangatnya mesin mobil.

Pintu belakang segera dibuka. Kepala Suharto melongok ke dalam. Lampu kabin dinyalakan. Tak seberapa lama, matanya terpaut pada tas kecil berwarna hitam. Tergolek di lantai. Tepat di belakang jok kemudi.

Pria 54 tahun itu penasaran. Bersama Sri, dia buka tas berukuran 20X30 sentimeter itu. Hanya separuh. Dan mereka pun terbelalak. Hampir bersamaan. Di tengah keremangan itu, keduanya melihat segepok uang pecahan dolar. “Wah, uang,” kata Suharto bergetar.

Tanpa pikir panjang, Suharto dan Sri kembali ke rumah. Suharto kemudian berkemas. Bersiap mengurus barang temuan itu. Tak lama, mesin taksi yang terparkir di mulut gang itu menderu. Sesaat kemudian dipacu. Melesat menuju pangkalan.

Tiba di pul taksi, Suharto langsung menghadap atasan. Melapor. Menyerahkan barang-barang temuan. “Setelah dihitung jumlahnya ada 100 lembar dolar Australia, pecahan 100. Ada power bank dan parfum,” tutur Suharto. Jika ditukarkan, uang itu kira-kira berjumlah Rp 100 juta.

Bagi Suharto, jelas itu bukan jumlah yang sedikit. Selama 25 tahun menjadi tukang taksi, dia tak pernah memiliki uang sebanyak itu. Apalagi dalam waktu singkat. Penghasilan terbanyak sebagai tukang taksi, hanya Rp 300 ribu. Kadang kala malah pulang bersaku hampa.

Uang itu jelas menggiurkan. Apalagi untuk orang kecil sekelas Suharto. Kehidupan mereka sangatlah sederhana. Bahkan bisa dibilang serba susah saban hari.

Lihatlah tempat tinggal mereka. Hanya kontrakan mungil. Bersama ketiga anaknya, Suharto dan Sri hidup berjejal di rumah berukuran 3X12 meter itu. Tak ada barang mewah. Ruang tamu dibiarkan kosong melompong. Setiap orang yang singgah disambut di atas tikar.

Keuangan keluarga boleh saja sulit. Namun tak pernah terlintas dalam pikiran mereka untuk “mengantongi” uang itu. Saat menemukan tas itu, Suharto dan Sri hanya membuka separuh. Jangankan menghitung. Memegang uang itu pun tak sanggup. Mereka takut tergoda.

Apalagi, kebutuhan hidup mereka sedang membengkak. Kewajiban bayar kontrakan Rp 700 ribu tiap akhir bulan sudah jatuh tempo. Belum lagi, ijazah anak yang ditahan sekolah karena menunggak biaya belajar selama lima bulan. Pokoknya hidup keluarga ini sedang digempur kiri-kanan.

Jika mau, Suharto dan istri tak perlu melaporkan temuan itu. Cukup bilang, “tak ada,” uang jutaan rupiah itu menjadi milik mereka. Selain menutup kebutuhan, bisa jadi uang itu dapat membantu mereka keluar dari rumah sempit yang sudah dihuni tujuh tahun itu.

Meski hidup berliku terjal, batin keluarga ini ada di jalan lurus. Uang itu bukanlah durian runtuh. Tapi ujian. Seberapa tangguh iman mereka. Dan keluarga ini lulus.

***

Di pul perusahaan taksi itu, Bapak tiga anak ini kemudian membuat berita acara. Setelah itu, meluncur ke alamat pemilik barang. Di tengah jalan, telepon genggam kembali berdering. Sebuah pesan singkat masuk.

“SMS itu berbunyi, uang itu hidup mati ibu saya yang akan menjalani operasi kanker,” kata Suharto menirukan isi pesan singkat itu.

Pesan itu dikirim oleh Leonard Dela Torre. Warga Australia, si empunya tas berisi uang. Pria ini sebelumnya menumpang taksi Suharto bersama seorang kawannya. Pada 26 Mei malam itu, mereka minta diantar dari Axa Tower di kawasan Kuningan, menuju Sudirman Park, Jakarta Pusat.

Tas itu terjatuh. Leonard tak sadar karena terburu-buru. Dia baru tahu uang itu hilang saat sudah sampai di apartemen. Dia yakin barang itu tertinggal di dalam taksi. Beruntung lambung SA4012 dan pelat B 1020 BTA tercatat rapi. Itulah identitas taksi yang dikemudikan Suharto.

Mendapat SMS itu, Suharto tancap gas. Tepat pukul 08.00 WIB, dia sampai di apartemen Sudirman Park. Dia bertemu Leonard di ruang lobi.

Disaksikan dua petugas sekuriti, uang itu dihitung. Sebelum dikembalikan kepada pemiliknya. Pas. Tak lebih dan tak kurang. Parfum dan power bank juga masih ada di dalam tas itu.

Sebelum Suharto pamit, Leonard menyerahkan dua lembar pecahan 100 dolar Australia. Uang ucapan terima kasih. Dengan sumringah, Suharto meninggalkan apartemen. Langsung bergegas ke gerai penukaran uang. Dan dua lembar dolar negeri Kanguru itu dia rupiahkan. Tak lama, fulus Rp 2 juta lebih Rp 30 ribu berada di genggaman.

“Saya pakai bayar uang sekolah anak di SMK yang nunggak lima bulan. Meski pun masih kurang Rp 3 juta lagi buat nebus ijazah,” tutur pria kelahiran Cirebon, 9 Desember 1961, ini.

***

Sebenarnya, ini bukan kali pertama Suharto menemukan barang penumpang tertinggal di mobil. Sekitar tahun 1990-an, dia pernah menemukan tas yang tertinggal di dalam taksi. Ketika diperiksa, isinya US$ 20.000, dalam pecahan US$ 100. Bila dirupiahkan dalam kurs saat ini, nilainya sekitar Rp 250 juta. Tak hanya 200 lembar uang asing itu, dalam tas itu itu juga terdapat uang dalam negeri berjumlah Rp 9,99 juta.

Tas itu milik warga Pondok Indah. Tertinggal saat perjalanan menuju gereja di kawasan Melawai. “Waktu itu saya cek sendiri. Pas lihat, Astagfirullah, ini uang banyak sekali,” kenang Suharto. “Saya lapor Ibu saya. Dia bilang harus dikembalikan. Saya kembalikan. Lalu pemiliknya kasih saya Rp 90.000, saya sudah bersyukur sekali,” tambah dia.

Setahun berselang, Suharto kembali menemukan uang. Kali ini milik juragan sapi yang menumpang dari Ciputat ke Kebayoran Lama. Jumlahnya juga tak sedikit. Mencapai puluhan juta rupiah. Selain berisi uang, juga berisi kalung emas dan surat tanah. Suharto juga mengembalikan langsung uang itu. Dan uang Rp 100 ribu dia terima sebagai tanda terimakasih si pengusaha sapi.

Sejak kecil, Suharto memang dididik untuk jujur. Ayahnya seorang guru yang selalu menekankan budi pekerti luhur. Ajaran itu pula yang kini dia turunkan kepada anak-anak dan istrinya. “Kunci hidup saya ada tiga. Pertama, puasa Senin-Kamis. Kedua, Salat Dhuha, dan ketiga adalah jujur. Insya Allah rezeki pasti ada. Sudah diatur Allah,” ujar pria berkaca mata itu.

Suharto memang teladan. Setidaknya bagi istri dan anak-anaknya. Dia selalu berpesan, tidak boleh mengambil barang yang bukan haknya. “Dari dulu bapak ya begitu. Agama nomor satu. Ia selalu menanyakan sudah shalat, bukan tanya sudah makan atau yang lainnya,” ujar Sri.

***

Bukan hanya Suharto. Di muka Bumi ini juga banyak sopir taksi jujur. Pekerjaan pengemudi taksi di belahan bumi manapun memang sama saja. Mengantar orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Dan selalu ada peluang barang penumpang tertinggal di taksi mereka.

Simaklah kisah sopir taksi muslim di Inggris, Muhammad Nisar, ini. Pria 55 tahun itu menuai pujian dari banyak orang setelah mengembalikan uang Rp 194 juta yang tertinggal di taksi.

Kisah itu bermula saat Nisar mengantar penumpang dari Stasiun Walsall di Hereford menuju pusat jual-beli mobil British Car Auctions di Green Lane. Namun saat sampai tujuan, si penumpang lupa membawa serta tasnya.

Saat tahu ada tas yang tertinggal, sopir berdarah Pakistan ini menaruhnya di kursi depan dan mencari pemiliknya. Tentu saja pencarian seperti ini terhitung susah. Berkeliling ke sana-ke mari Nisar bertemu dengan penumpang yang baru saja turun dari taksinya.

Dialah Adrian Quinn. Pria ini terburu-buru karena mengejar kereta. Dia bahkan tak sempat menyimpan uang hasil pencairan cek warisan sang bunda. Karena harus cepat-cepat, dia lupa akan tas bawaan itu.

Tentu saja dia panik. Tubuhnya menjadi lemas. Sebab, uang itu akan “diinfuskan” ke sebuah perusahaan yang telah dibangunnya selama 9 tahun. Melangkah gontai, bapak 3 anak ini berjalan. Dan beruntung dia menemukan Nisar yang tengah duduk di taksi dengan tas miliknya.

“Saya sangat senang dan berkata 'Apakah Anda tahu apa yang ada di dalam tas itu? Itu bukan kotak sandwich atau koran. Ada 10 ribu poundsterling di dalamnya,'” kenang Quinn. Dia kemudian memberi Nisar dan mengundangnya ke rumah untuk makan bersama keluarga.

Bagi Nisar, yang sudah 15 tahun menjadi sopir taksi, penemuan itu tidak mengejutkan. Sebab, itu bukan pertama kali terjadi. Ponsel dan dompet adalah barang-barang yang sering dia temukan tertinggal di taksinya.

Dua tahun lalu, Nisar juga menemukan dompet berisi 150 poundsterling. Uang itu juga dia kembalikan. “Ponsel merupakan barang yang pada umumnya tertinggal tetapi kebanyakan sekarang pemilik ponsel dapat melacak keberadaan ponselnya,” ujarnya.

Nisar mendesak teman-teman sesama sopir taksi di Inggris untuk bersikap jujur. Mengembalikan semua barang penumpang yang tertinggal. “Pesan saya kepada seluruh sopir taksi, jika mereka menemukan barang milik penumpang, sebaiknya dikembalikan. Karena pada akhirnya kejujuran adalah hal yang paling disukai penumpang taksi,” kata Nisar.

Kisah lebih mencengangkan datang dari sopir taksi Singapura, Sia Ka Tian. Kakek 70 tahun yang masih bertarung di balik kemudi ini pernah menemukan uang Rp 8,6 miliar.

Veteran tentara yang pensiun pada usia 39 tahun ini telah 31 tahun menjadi sopir taksi. Dan pada 19 November 2012 itu, dia melintas di dekat The Sail Condominium di Marina Bay. Sebelum akhirnya dihentikan oleh dua orang warga Thailand yang sedang berlibur di negeri Singa itu.

Salah satu dari sepasang pelancong itu menenteng tas. Mereka meminta Tian mengantar ke Golden Mile Complex, pusat perbelanjaan mewah di Singapura. Taksi pun melaju.

Saat penumpang turun, Tian tak melihat ada tas tertinggal. Dia kembali tancap gas. Tak berapa lama, dia menghentikan taksi di tempat parkir umum. Dia tak tahan ingin buang air kecil. Dan terkejutlah Tian saat kembali. Matanya melihat onggokan tas hitam di kursi belakang.

Penasaran, dia buka tas itu. Matanya semakin terbelalak lebar. Dia melihat gepokan uang. Jumlahnya sungguh banyak. Rp 8,6 miliar. “Ketika saya melihat uang itu, saya berpikir, ini masalah. Saya yakin setidaknya ada 200.000 dolar Singapura di tas itu,” ujar Tian, seperti dilansir Straits Times.

Sadar menemukan uang banyak, dia mengunci pintu taksi rapat-rapat. Tak mau lagi menerima penumpang. Tian langsung meluncur menuju kantor bagian kehilangan ComfortDelGro, tempat taksinya bernaung. Uang itu dia serahkan kepada petugas jaga.

“Uang itu tidak penting bagi saya, sebab itu bukan milik saya. Jadi, bagaimana bisa saya menggunakannya?” kata Tian. Dan banyak orang tercengang oleh kejujurannya.

Beberapa waktu berselang, pasangan Thailand tadi menghubungi kantor bagian kehilangan taksi Comfort. Mereka mengaku telah kehilangan tas berisi uang tunai yang sangat besar. Dan petugas memberi tahu uang itu ditemukan sopir taksi bernama Tian. Kedua wisatawan itu pun mengaku sangat lega.

Suharto, Nisar, dan Tian, merupakan sosok-sosok jujur di tengah hiruk pikuk jalanan. Kisah-kisah mereka adalah bukti bahwa dari jalan hidup yang sulit sekalipun, kejujuran masih bisa menjadi pemenang.

sumber: http://www.dream.co.id/news/kejujura...i-150615u.html

Baca Juga:
1. Sopir Jujur Ini Tiga Kali Temukan Uang Jutaan di Taksinya
2. Cerita Kejujuran Sopir Taksi Muslim di Inggris
3. Kisah Sopir Taksi Jujur Singapura Kembalikan Uang Rp8,6 M

syukurlah.... masih banyak orang jujur, walau mereka orang kecil....
0
10.7K
79
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan