- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
cerita khayalan 'GADIS SINGA'
TS
buonk.id
cerita khayalan 'GADIS SINGA'
Quote:
assalamual'aikum wr wb
ane mo bagi cerita nih,
cerita ini hasil karya temen ane... Wenanor latifa
mohon kritikannya, kritik agan sangat membantu
langsung aja simak
Quote:
GADIS SINGA
Pada malam purnama, dipertengahan musim semi. Sepasang bola hijau melotot seduh, memantulkan jari-jari lemas seorang lelaki tua, bertahan menggenggam akar-akar yang berbonggol-bonggol. semenit, dua menit. lalu menghilang berbarengan dengan pekakkan suara yang menyayat hati, jauh dibawah sana, berkabur lalu tak terdengar lagi.
Seketika sepasang bola hijau itu menghilang, tertutup kain kepedihan, lalu hujan turun dibaliknya. dia melangkah mundur dan terjatuh, sementara singa-singa telah lama mengitarinya, memasang wajah rakus dalam nyanyian jahatnya, lalu mendekatinya, merapat dengan mulut terbuka lebar, siap menyergap.
"aarrggg... hap!"
Oh, Rembulan dicakrawala, bagaimana kabar ayah?
"apakah kau ingin mempertemukan kami?"
Oh, Rembulan yang bergoyang, bagaimana nasib kami?
"apakah kau ingin memisahkan kami?"
tapi kau tak menjawab, anggukkanmu sebab angin,
beriak riuh lalu sepi.
"bagaimana ini?"
ratap gadis itu, merintih sedih. semakin lama menjauh. satu persatu akar-akar tumpul menggoresnya, mengiris kulit dan menebar luka, satu pergelanggan kakinya digigit oleh salah satu singa. dengan berlari kencang, tak memperdulikan gadis cilik yang sudah terseret bermil-mil jauhnya.
Oh, Rembulan..... dimana kau membawa air mataku?
aku berlaju tanpa kaki, seperti ikan yang tersapu ombak
dimana ayah? apa kau menyimpannya?
dibalik cahayamu yang tajam.
Oh, Rembulan... bisakah kau berujar,
kemana aku kan pergi tanpa kehendakku.
sepanjang sungai yang berkaca, mereka membawanya. Rembulan tampak diam tanpa malu, seakan tak melihat apa yang ada disisinya. ratapan gadis itu berkabur, lenyap bersama angin yang menggigit.
Dipersimpangan jalan yang terjal, mereka membelok, dengan hati-hati tanpa suara, namun gadis dibelakang sana, wajahnya tersandung-sandung oleh bebatuan. tiba-tiba singa yang paling belakang melompat tinggi kedepan, keempat kakinya terenggang lebar, mengaum berat seakan ingin menunjukkan dialah yang terhebat, tiba-tiba dia terjatuh seperti lemparan jatuh ketanah, tepat mengenai kawannya dipaling depan.
"kalian telah melanggar perjanjian pendahulu kita,......" terdengar suara lelaki keras menantang, berdiri tangguh didepan mereka, tangannya memengang busur yang sudah diturunkan.
"jangan kalian pikir kami sudah melupakkannya dan meninggalkannya tanpa penjagaan" katanya lagi dengan suara geram.
"kami menggembara terlalu jauh dari negeri kami,..." kata singa yang paling besar, sebab dia berada paling depan itu mencoba bangkit.
"kami harus kembali sebelum fajar menghadang".
"untuk apa kalian mengembara? tak terduga melewati wilayah kami, apa yang kalian bawa?". kata lelaki itu memandang curiga.
"seekor babi hutan".
lelaki itu maju, namun singa-singa itu menggertakkan gigi tajamnya, bahkan beberapa dari mereka hendak menghalangi jalannya. "banyak mata panah yang terjulur disini" peringatnya.
Maka lelaki itu maju, langkahnya lebar namun hati-hati, bisa saja mereka meyergapnya dalam kesempatan itu. perlahan-lahan dia mendekati seekor singa bertubuh sedang, napas singa itu terengah, wajahnya muram, seperti bara yang hangus, tidak membara. singa itu mundur beberapa langkah, namun maju kembali, mendekatkan pada sesuatu yang telah dibawahnya selama perjalannan. tepat ketika lelaki itu menjongkok.
Bulan purnama berujar dalam sinarnya,
yang tak pernah sampai pada tujuannya,
tapi tabir segera tersingkap dan mara hampir selesai.
Sinar menimpah sosok wajah kotor, pucat seperti mayat. Sepasang bola hijau itu muncul kembali, layu seperti kematian. setelah jari kasar menyibak kain kepedihannya.
"dia milikku" kata lelaki itu setelah memeriks, lalu digendongnya.
" tapi tidak dengan si mata hijau" kata singa itu lagi.
rupanya mereka sudah mengitarinya sejak tadi.
" manusia dalam negerinya adalah manusia yang dimaksud dalam perjanjian itu, tak peduli apa warna mata, kulit, rambut yang dimilikinya, siapa keluarganya, ayah atau ibunya, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda!".
"kalian hanya memiliki haknya sampai usia 20 tahun," kata singa satunya,
"lagian kami tidak mengambilnya di wilayah kalian apalagi diantara rakyat kalian disana." katanya lagi.
"tapi sekarang keberadaannya berada diwilayahnya sendiri, dan lebih-lebih kalian mencoba mengelabui identitasnya."
"mungkin kau perlu mengingatnya kembali, bahwa singa yang melihatnya harus membawanya pada raja.meski itu diwilayahnya sendiri, dengan persetujuan atau tidak. dan kalian menyetujuinya... bukankah kami akan datang kewilayahmu untuk mengambilnya?, apa bedanya?, dimana pelanggaran kami?, tapi kalian meminta ganjarannya." senyum kecut membarengi kata "dan kalian menyetujuinya"
" kematian patas didapatkan oleh para singa yang memasuki wilayah kami tanpa izin, aku sudah berbicara tentang pernyataannmu dan menjawab pertanyaan yang ke tiga. kalian sudah mengetahuinya sejak awal. iya, sebelum usianya tiba dia menjadi hak kami."
"jadi, kalian menginginkan kami semua mati disini?," berhenti berputar, mendekatkan dirinya, menunjukan rentetan gigi tajam rusaknya.
"lalu kalian mencoba menyembunyikannya! seperti kelicikan kalian yang pengecut. bodohnya kalian mencoba nipu Raja kami yang Agung," dia menggeram seolah tertawa meperolok.
"itu berarti kalian mencoba menghalangi kami!" katanya marah, kini taring tajamnya mencuat dibalik rupa garang mereka, menggertak, jari-jari kaki mereka merenggang.
"tidak" kata lelaki itu kalem,
"aku berikan satu pengampunan sebagai pembawa berita bagi raja kalian, dengan begitu tidak ada yang melanggar perjanjian, meskipun kalian terbukti bersalah. lagian raja kalian tidak perlu mendengarnya dari mulut kalian, bagaimanapun kurir diistananyalah yang akan memberitahukannya." kata lelaki itu, diakhir kaliamat dia tersenyum kecut.
"haha..." tawa singa itu, bangga seakan dialah pemenangnya hari itu,
"kau hanya bermain aman saja!" katanya lagi, lalu dia berbalik hendak pergi,
tiba-tiba lelaki itu berkata,
"bukan kau," maka para pemanah keluar dari balik pepohonan hitam, dengan anak panah tajam yang siap membidik, menunggu perintah dari lelaki itu, kaptennya. kapan waktunya dan singa mana yang akan dibidiknya?.
"singa yang membawanya selama perjalanan" kata lelaki itu tegas.
singa bertubuh sedang itu lekas pergi sebab takut atau gembira, tapi kawan-kawannya menghadang ganas para pemanah. tiba-tiba salah satu singa berbadan besar menyerang, menerkam seorang pemanah, untungnya dia hanya sanggup meraih busurnya saja. pemanah itu tersungkur. para pemanah sejak tadi sudah memperlebar tarikan, wajahnya pasih setelah melihat kawannya jatuh tersungkur, tapi lelaki itu belum memberi aba-aba. singa itu semakin berang, setelah terjatuh, dia berusaha bangkit, kali ini dia berlari menyerang seorang lelaki tanpa senjata.
"brruuk" suara sesuatu terjatuh. seorang pemanah melihatnya telah membidik, "tepat sasaran" gumamnya. demi melihatnya kapten itu berseru,
"bidik!"
segera singa -singa itu mencekram para pemanah yang berjarak dekat, ada yang berlari menyerang.maka para pemanah menunjukkan garis-garis tajam yang pedih, pedang pemburu. anak panah berdesingan memburu dijarak yang tidak terlalu jauh. satu panah menancap tak membuat singa-singa itu roboh, dua kali, tiga kali, bertubi-tubi dengan membabi buta. beruntung para pemanah yang berjarak jauh, walau tidak selalu mujur.
Mata bulan terkantuk-kantuk
sayangnya dia tak bisa tidur
banyak bayang-bayang yang mengganggu
meski kecil namun bising
dibawah sana, diujung batang pohon willow
singa-singa menjerit kaku
lalu diam penuh darah.
bersambung.....
maaf yah ceritanya tidak menarik apalagi berbobot, mohon dibantu dengan ,"kritik dan saran" dalam cerita atau gaya penulisan ini. maklum ane masih Newbie gan!.
hehehehe.....
Pada malam purnama, dipertengahan musim semi. Sepasang bola hijau melotot seduh, memantulkan jari-jari lemas seorang lelaki tua, bertahan menggenggam akar-akar yang berbonggol-bonggol. semenit, dua menit. lalu menghilang berbarengan dengan pekakkan suara yang menyayat hati, jauh dibawah sana, berkabur lalu tak terdengar lagi.
Seketika sepasang bola hijau itu menghilang, tertutup kain kepedihan, lalu hujan turun dibaliknya. dia melangkah mundur dan terjatuh, sementara singa-singa telah lama mengitarinya, memasang wajah rakus dalam nyanyian jahatnya, lalu mendekatinya, merapat dengan mulut terbuka lebar, siap menyergap.
"aarrggg... hap!"
Oh, Rembulan dicakrawala, bagaimana kabar ayah?
"apakah kau ingin mempertemukan kami?"
Oh, Rembulan yang bergoyang, bagaimana nasib kami?
"apakah kau ingin memisahkan kami?"
tapi kau tak menjawab, anggukkanmu sebab angin,
beriak riuh lalu sepi.
"bagaimana ini?"
ratap gadis itu, merintih sedih. semakin lama menjauh. satu persatu akar-akar tumpul menggoresnya, mengiris kulit dan menebar luka, satu pergelanggan kakinya digigit oleh salah satu singa. dengan berlari kencang, tak memperdulikan gadis cilik yang sudah terseret bermil-mil jauhnya.
Oh, Rembulan..... dimana kau membawa air mataku?
aku berlaju tanpa kaki, seperti ikan yang tersapu ombak
dimana ayah? apa kau menyimpannya?
dibalik cahayamu yang tajam.
Oh, Rembulan... bisakah kau berujar,
kemana aku kan pergi tanpa kehendakku.
sepanjang sungai yang berkaca, mereka membawanya. Rembulan tampak diam tanpa malu, seakan tak melihat apa yang ada disisinya. ratapan gadis itu berkabur, lenyap bersama angin yang menggigit.
Dipersimpangan jalan yang terjal, mereka membelok, dengan hati-hati tanpa suara, namun gadis dibelakang sana, wajahnya tersandung-sandung oleh bebatuan. tiba-tiba singa yang paling belakang melompat tinggi kedepan, keempat kakinya terenggang lebar, mengaum berat seakan ingin menunjukkan dialah yang terhebat, tiba-tiba dia terjatuh seperti lemparan jatuh ketanah, tepat mengenai kawannya dipaling depan.
"kalian telah melanggar perjanjian pendahulu kita,......" terdengar suara lelaki keras menantang, berdiri tangguh didepan mereka, tangannya memengang busur yang sudah diturunkan.
"jangan kalian pikir kami sudah melupakkannya dan meninggalkannya tanpa penjagaan" katanya lagi dengan suara geram.
"kami menggembara terlalu jauh dari negeri kami,..." kata singa yang paling besar, sebab dia berada paling depan itu mencoba bangkit.
"kami harus kembali sebelum fajar menghadang".
"untuk apa kalian mengembara? tak terduga melewati wilayah kami, apa yang kalian bawa?". kata lelaki itu memandang curiga.
"seekor babi hutan".
lelaki itu maju, namun singa-singa itu menggertakkan gigi tajamnya, bahkan beberapa dari mereka hendak menghalangi jalannya. "banyak mata panah yang terjulur disini" peringatnya.
Maka lelaki itu maju, langkahnya lebar namun hati-hati, bisa saja mereka meyergapnya dalam kesempatan itu. perlahan-lahan dia mendekati seekor singa bertubuh sedang, napas singa itu terengah, wajahnya muram, seperti bara yang hangus, tidak membara. singa itu mundur beberapa langkah, namun maju kembali, mendekatkan pada sesuatu yang telah dibawahnya selama perjalannan. tepat ketika lelaki itu menjongkok.
Bulan purnama berujar dalam sinarnya,
yang tak pernah sampai pada tujuannya,
tapi tabir segera tersingkap dan mara hampir selesai.
Sinar menimpah sosok wajah kotor, pucat seperti mayat. Sepasang bola hijau itu muncul kembali, layu seperti kematian. setelah jari kasar menyibak kain kepedihannya.
"dia milikku" kata lelaki itu setelah memeriks, lalu digendongnya.
" tapi tidak dengan si mata hijau" kata singa itu lagi.
rupanya mereka sudah mengitarinya sejak tadi.
" manusia dalam negerinya adalah manusia yang dimaksud dalam perjanjian itu, tak peduli apa warna mata, kulit, rambut yang dimilikinya, siapa keluarganya, ayah atau ibunya, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda!".
"kalian hanya memiliki haknya sampai usia 20 tahun," kata singa satunya,
"lagian kami tidak mengambilnya di wilayah kalian apalagi diantara rakyat kalian disana." katanya lagi.
"tapi sekarang keberadaannya berada diwilayahnya sendiri, dan lebih-lebih kalian mencoba mengelabui identitasnya."
"mungkin kau perlu mengingatnya kembali, bahwa singa yang melihatnya harus membawanya pada raja.meski itu diwilayahnya sendiri, dengan persetujuan atau tidak. dan kalian menyetujuinya... bukankah kami akan datang kewilayahmu untuk mengambilnya?, apa bedanya?, dimana pelanggaran kami?, tapi kalian meminta ganjarannya." senyum kecut membarengi kata "dan kalian menyetujuinya"
" kematian patas didapatkan oleh para singa yang memasuki wilayah kami tanpa izin, aku sudah berbicara tentang pernyataannmu dan menjawab pertanyaan yang ke tiga. kalian sudah mengetahuinya sejak awal. iya, sebelum usianya tiba dia menjadi hak kami."
"jadi, kalian menginginkan kami semua mati disini?," berhenti berputar, mendekatkan dirinya, menunjukan rentetan gigi tajam rusaknya.
"lalu kalian mencoba menyembunyikannya! seperti kelicikan kalian yang pengecut. bodohnya kalian mencoba nipu Raja kami yang Agung," dia menggeram seolah tertawa meperolok.
"itu berarti kalian mencoba menghalangi kami!" katanya marah, kini taring tajamnya mencuat dibalik rupa garang mereka, menggertak, jari-jari kaki mereka merenggang.
"tidak" kata lelaki itu kalem,
"aku berikan satu pengampunan sebagai pembawa berita bagi raja kalian, dengan begitu tidak ada yang melanggar perjanjian, meskipun kalian terbukti bersalah. lagian raja kalian tidak perlu mendengarnya dari mulut kalian, bagaimanapun kurir diistananyalah yang akan memberitahukannya." kata lelaki itu, diakhir kaliamat dia tersenyum kecut.
"haha..." tawa singa itu, bangga seakan dialah pemenangnya hari itu,
"kau hanya bermain aman saja!" katanya lagi, lalu dia berbalik hendak pergi,
tiba-tiba lelaki itu berkata,
"bukan kau," maka para pemanah keluar dari balik pepohonan hitam, dengan anak panah tajam yang siap membidik, menunggu perintah dari lelaki itu, kaptennya. kapan waktunya dan singa mana yang akan dibidiknya?.
"singa yang membawanya selama perjalanan" kata lelaki itu tegas.
singa bertubuh sedang itu lekas pergi sebab takut atau gembira, tapi kawan-kawannya menghadang ganas para pemanah. tiba-tiba salah satu singa berbadan besar menyerang, menerkam seorang pemanah, untungnya dia hanya sanggup meraih busurnya saja. pemanah itu tersungkur. para pemanah sejak tadi sudah memperlebar tarikan, wajahnya pasih setelah melihat kawannya jatuh tersungkur, tapi lelaki itu belum memberi aba-aba. singa itu semakin berang, setelah terjatuh, dia berusaha bangkit, kali ini dia berlari menyerang seorang lelaki tanpa senjata.
"brruuk" suara sesuatu terjatuh. seorang pemanah melihatnya telah membidik, "tepat sasaran" gumamnya. demi melihatnya kapten itu berseru,
"bidik!"
segera singa -singa itu mencekram para pemanah yang berjarak dekat, ada yang berlari menyerang.maka para pemanah menunjukkan garis-garis tajam yang pedih, pedang pemburu. anak panah berdesingan memburu dijarak yang tidak terlalu jauh. satu panah menancap tak membuat singa-singa itu roboh, dua kali, tiga kali, bertubi-tubi dengan membabi buta. beruntung para pemanah yang berjarak jauh, walau tidak selalu mujur.
Mata bulan terkantuk-kantuk
sayangnya dia tak bisa tidur
banyak bayang-bayang yang mengganggu
meski kecil namun bising
dibawah sana, diujung batang pohon willow
singa-singa menjerit kaku
lalu diam penuh darah.
bersambung.....
maaf yah ceritanya tidak menarik apalagi berbobot, mohon dibantu dengan ,"kritik dan saran" dalam cerita atau gaya penulisan ini. maklum ane masih Newbie gan!.
hehehehe.....
Diubah oleh buonk.id 05-06-2015 05:55
0
1.8K
Kutip
7
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan