Taukah agan/sist di dalam sepiring nasi yang kita konsumsi terdapat 400 Liter Air??



Walaupun semua orang Indonesia sudah pernah melihat sawah dan lebih dari setengahnya pernah turun ke sawah tapi belum semua orang tahu berapa banyak air yang kita butuhkan sejak padi ditanam hingga menjadi gabah kering, digiling lagi menjadi beras kemudian ditanak menjadi nasi.


lima tahun lalu, beberapa peneliti dari Negeri Belanda, Bulsink dkk menuliskan laporan mereka dalam Jurnal Hydrology and Earth System Sciences pada edisi Januari 2010. Berdasarkan berbagai data yang ada, mereka menghitung bahwa untuk menghasilkan beras 1 kg, kita membutuhkan sekitar 3.500 liter air dengan rincian 2.500 liter air hujan atau disebut green water, 750 liter air sungai, waduk, danau (blue water) dan 250 liter air untuk menetralisir pencemaran akibat proses produksi (grey water). Penghitungan ini kemudian disebut jejak air (water footprint) yakni jumlah air yang dibutuhkan hingga sebuah produk dihasilkan.

Dengan cara yang sama, mereka juga menghitung jejak air dalam setiap 1 kg produk lainnya seperti untuk jagung (2.500 liter), singkong (500 liter), kedelai 2.000 liter, kacang tanah 3.100 liter, kelapa 2.100 liter, kelapa sawit 850 liter, pisang 880 liter, kopi 23.000 liter, coklat 9.400 liter. (Semua angka yang dipakai sepanjang tulisan ini dibulatkan untuk memudahkan). Hitungan yang membuat saya sadar,ternyata air tidak untuk diminum saja tapi juga untuk dimakan.


Menurut catatan Kementerian Pertanian kita, rata-rata orang Indonesia makan 380 gram beras setiap hari atau lebih dari 1 kg beras dalam 3 hari. Sebuah jumlah yang dianggap tertinggi di dunia. Dengan jumlah yang demikian banyak, sampai-sampai jumlah beras yang dihasilkan dari seluruh sawah di Indonesia dalam setahun hanya sanggup memberi makan kita selama 11 bulan. Agar kita tetap hidup hingga tahun baru,pemerintah kemudian mengimpor beras hingga hampir 2 juta ton lagi, walaupun hitung-hitungan para ekonom di atas kertas bahwa sebenarnya kita surplus beras. Saat ini sudah ada upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras misalnya gerakan “sehari tanpa nasi” di Depok yang membuat Walikotanya dapat MURI, yang akhirnya diikuti oleh sejumlah daerah lainnya. Yang sudah lebih dulu ada yaitu diversifikasi pangan supaya kita juga makan singkong, ubi, sagu dan banyak lainnya. Gerakan yang katanya susah untuk dimasyarakatkan karena kita orang Indonesia belum kenyang kalau belum makan nasi.

Jika kita menghabiskan beras 380 gram sehari sebagaimana data pemerintah, maka rata-rata dalam sepiring nasi kita ada jejak air (water footprint) sebanyak 400 liter. Air 400 liter ini sama dengan 21 wadah galon air minum yang ada di rumah kita masing-masing

Untuk bisa makan nasi, kita juga perlu lauk-pauk dan sayur-sayuran. Entah tradisi dari mana, sebelum makan nasi, kita perlu makanan pembuka dan sehabis makan mulut kita kotor sehingga perlu lagi yang namanya makanan pencuci mulut atau makanan penutup. Makin banyaklah air yang kita makan.

Badan Koordinasi PBB untuk Air (UN Water) sempat membuat perhitungannya sendiri untuk berbagai jenis makanan/minuman kita. Diantaranya:

Secangkir kopi = 140 liter, segelas teh manis = 35 liter, burger daging = 2.400 liter, sebutir telur = 200 liter, yang lainnya bisa digoogling. Beberapa situs bahkan menyediakan program Water Footprint Calculator, misalnya di waterfootprint.org agar kita bisa memperkirakannya di dalam menu makanan kita sehari-hari, apakah gaya makan kita termasuk yang hemat air ataukan yang boros air.

Jika kita sehari hanya perlu air 2 liter untuk diminum, tetapi lebih dari 3.000 liter air ada dalam makanan yang kita konsumsi setiap harinya.

Yang paling baik saat ini adalah tidak boros dalam membelanjakan makanan dan tidak berlebihan dalam menyediakan makanan. Menghemat makanan berarti juga menghemat air. UN Water menyebutkan bahwa 30% makanan yang sudah dibuat, terbuang percuma karena tidak pernah dimakan. Padahal itu sudah lebih dari cukup untuk menyelamatkan semua orang yang menderita kelaparan di berbagai belahan bumi.