- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jokowi-jk beda suara soal pssi bpi tegaskan komado ditangan jokowi
TS
KASKUER
Jokowi-jk beda suara soal pssi bpi tegaskan komado ditangan jokowi
Quote:
JAKARTA- Perbedaan pendapat antara Presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla dalam menyikapi sejumlah persoalan, termasuk mengenai pembekuan PSSI menjadi perbincangan publik.
Direktur Eksekutif Bimata Politica Indonesia (BPI), Panji Nugraha menduga, hal itu terjadi lantaran JK tak bisa mengimbangi kinerja dan keinginan Jokowi dalam menyelesaikan masalah bangsa.
Disisi lain, menurutnya, perbedaan pendapat tersebut bukan baru kali ini terjadi. Sebelum berkuasa keduanya sering berbeda pendapat.
“Namun, hal itu tidak dapat dibiarkan, karena bagaimana mungkin dalam satu institusi Kepresidenan berbeda kebijakan dalam menyelesaikan persoalan, bukankah seharusnya komando berada di tangan Presiden dan Wapres mematuhi,” tegas Panji, Selasa (26/5).
Dia mengungkapkan, saat ini masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Jokowi-JK. Bukan hanya persoalan kebutuhan rakyat yang belum terselesaikan, tetapi koordinasi antar pejabat publik masih kacau balau dan wajib diperbaiki.
“Jika menilai dari perbincangan publik terutama di media sosial, sebagian besar masyarakat lebih menitik beratkan kesalahan beda pendapat soal PSSI adalah kesalahan JK dan banyak juga masyarakat yang menginginkan JK lebih baik mundur jika tak mematuhi Jokowi,” demikian Panji. [sam]
sumur
Direktur Eksekutif Bimata Politica Indonesia (BPI), Panji Nugraha menduga, hal itu terjadi lantaran JK tak bisa mengimbangi kinerja dan keinginan Jokowi dalam menyelesaikan masalah bangsa.
Disisi lain, menurutnya, perbedaan pendapat tersebut bukan baru kali ini terjadi. Sebelum berkuasa keduanya sering berbeda pendapat.
“Namun, hal itu tidak dapat dibiarkan, karena bagaimana mungkin dalam satu institusi Kepresidenan berbeda kebijakan dalam menyelesaikan persoalan, bukankah seharusnya komando berada di tangan Presiden dan Wapres mematuhi,” tegas Panji, Selasa (26/5).
Dia mengungkapkan, saat ini masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Jokowi-JK. Bukan hanya persoalan kebutuhan rakyat yang belum terselesaikan, tetapi koordinasi antar pejabat publik masih kacau balau dan wajib diperbaiki.
“Jika menilai dari perbincangan publik terutama di media sosial, sebagian besar masyarakat lebih menitik beratkan kesalahan beda pendapat soal PSSI adalah kesalahan JK dan banyak juga masyarakat yang menginginkan JK lebih baik mundur jika tak mematuhi Jokowi,” demikian Panji. [sam]
sumur
Quote:
Jokowi-JK Beda Pendapat Soal Pemberantasan Korupsi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beda pendapat antara Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal pemberantasan korupsi membuat tanda tanya publik. Jokowi dan JK dinilai tidak kompak dalam menjalankan program pemberantasan korupsi di Indonesia.
Indonesian Corruption Watch menilai Jokowi dan JK sering menunjukkan sikap berbeda dalam menanggapi persoalan seputar penegakan hukum di Indonesia. “Ada matahari kembar di Istana,” kata Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo di Kantor Lembaga Hukum Jakarta dalam diskusi silang pendapat Jokowi-JK, Selasa (19/5).
Adnan menjelaskan, perbedaan sikap itu terlihat saat Jokowi dan JK menanggapi persoalan dugaan kriminalisasi Polri terhadap pimpinan nonaktif dan penyidik KPK, yakni Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan. ICW mengibaratkan seperti ada jurang pemisah di antara keduanya saat menghadapi kasus itu.
Menurut Adnan, keinginan Jokowi untuk segera menghentikan upaya kriminalisasi terhadap penegak hukum dalam bentuk apapun berlawanan dengan sikap JK. Adnan menilai JK seperti memberi jalan bagi proses hukum terhadap pimpinan dan penyidik KPK atas nama penegakan hukum.
“Di sinilah terjadi ketidaksepahaman. Terbukti ketika Jokowi tegas berulang kali meminta agar kriminalisasi dihentikan, polisi tetap memproses juga," kata Adnan.
Adnan menganggap, perbedaan sikap yang ditunjukkan Jokowi dan JK tidak terlepas dari cara yang mereka pilih dalam menangani suatu masalah. Jokowi memiliki cara pandang masa depan, sedangkan JK masih terpaku pada pendekatan masa lalu. Selain itu, Adnan menilai Jokowi jelas berbeda dengan JK yang punya latar belakang elite politik, pengusaha, dan pengalaman yang mempengaruhi faktor kedekatannya dengan kepentingan lain.
"Wajar bila JK kemudian punya kepentingan untuk melindungi kelompok tertentu dalam penekanannya menyampaikan sesuatu," kata Adnan.
ICW khawatir bila JK hendak menempatkan diri sejajar dengan presiden. Padahal, dalam UUD 1945 disebutkan bahwa tugas Wakil Presiden tidak lebih dari sebatas pembantu Presiden. Adnan berharap Jokowi dapat memberikan tugas dan perintah yang tegas kepada wakilnya untuk sejalan dengan pemikirannya.
sumur
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beda pendapat antara Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal pemberantasan korupsi membuat tanda tanya publik. Jokowi dan JK dinilai tidak kompak dalam menjalankan program pemberantasan korupsi di Indonesia.
Indonesian Corruption Watch menilai Jokowi dan JK sering menunjukkan sikap berbeda dalam menanggapi persoalan seputar penegakan hukum di Indonesia. “Ada matahari kembar di Istana,” kata Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo di Kantor Lembaga Hukum Jakarta dalam diskusi silang pendapat Jokowi-JK, Selasa (19/5).
Adnan menjelaskan, perbedaan sikap itu terlihat saat Jokowi dan JK menanggapi persoalan dugaan kriminalisasi Polri terhadap pimpinan nonaktif dan penyidik KPK, yakni Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan. ICW mengibaratkan seperti ada jurang pemisah di antara keduanya saat menghadapi kasus itu.
Menurut Adnan, keinginan Jokowi untuk segera menghentikan upaya kriminalisasi terhadap penegak hukum dalam bentuk apapun berlawanan dengan sikap JK. Adnan menilai JK seperti memberi jalan bagi proses hukum terhadap pimpinan dan penyidik KPK atas nama penegakan hukum.
“Di sinilah terjadi ketidaksepahaman. Terbukti ketika Jokowi tegas berulang kali meminta agar kriminalisasi dihentikan, polisi tetap memproses juga," kata Adnan.
Adnan menganggap, perbedaan sikap yang ditunjukkan Jokowi dan JK tidak terlepas dari cara yang mereka pilih dalam menangani suatu masalah. Jokowi memiliki cara pandang masa depan, sedangkan JK masih terpaku pada pendekatan masa lalu. Selain itu, Adnan menilai Jokowi jelas berbeda dengan JK yang punya latar belakang elite politik, pengusaha, dan pengalaman yang mempengaruhi faktor kedekatannya dengan kepentingan lain.
"Wajar bila JK kemudian punya kepentingan untuk melindungi kelompok tertentu dalam penekanannya menyampaikan sesuatu," kata Adnan.
ICW khawatir bila JK hendak menempatkan diri sejajar dengan presiden. Padahal, dalam UUD 1945 disebutkan bahwa tugas Wakil Presiden tidak lebih dari sebatas pembantu Presiden. Adnan berharap Jokowi dapat memberikan tugas dan perintah yang tegas kepada wakilnya untuk sejalan dengan pemikirannya.
sumur
Quote:
Jusuf Kalla dan Jokowi Beda Pendapat Soal Impor Beras
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) belum bisa memastikan kecukupan beras jelang Hari Raya Idul Fitri. Untuk mengantisipasi lonjakan permintaan, mantan pengusaha itu menyiapkan langkah praktis pengadaan dengan membuka keran impor.
"Peluang impor terbuka, kalau produksi nasional tak cukup. Artinya stok bulog kurang dari 1,5 juta sampai 2 juta," ujar JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jum'at (8/5).
Wapres mengatakan kebijakan impor dipertimbangkan untuk menutup sebagian kebutuhan beras guna mengendalikan harga di pasaran. Pasalnya, kata JK, jika Perum Bulog terlalu banyak membeli beras hasil petani lokal dapat memicu lonjakan harga.
Namun, JK menuturkan kepastian impor baru akan diputuskan setelah melihat stok beras di Gudang Bulog pasca panen raya bulan ini.
"Jika memang cadangan nasional di bawah 2 juta, akan dipertimbangkan (impor)," katanya.
Banyak hal yang jadi dalih JK untuk membuka keran impor. Antara lain tingkat produksi panen raya yang dipengaruhi oleh cuaca dan kualitas benih.
"Kementerian Perdagangan sudah siap untuk mengeluarkan izin impor kepada Bulog. Tinggal finalisasi, tapi semua sudah siap," ujar Rachmat usai melakukan rapat dengan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto di Bina Graha, Jakarta Pusat, Kamis (7/5).
Pernyataan JK dan tindakan Mendag ini bertolak belakang dengan sikap Presiden Joko Widodo yang secara tegas menolak ketergantungan impor beras dari Vietnam dan Thailand.
"Jadi, tidak perlu impor beras lagi, kita harus bisa memenuhi beras kita sendiri. Masa beras impor, jagung impor, semuanya kok impor," kata Jokowi di Maluku, Kamis (7/5). (ags/ags)
sumur
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) belum bisa memastikan kecukupan beras jelang Hari Raya Idul Fitri. Untuk mengantisipasi lonjakan permintaan, mantan pengusaha itu menyiapkan langkah praktis pengadaan dengan membuka keran impor.
"Peluang impor terbuka, kalau produksi nasional tak cukup. Artinya stok bulog kurang dari 1,5 juta sampai 2 juta," ujar JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jum'at (8/5).
Wapres mengatakan kebijakan impor dipertimbangkan untuk menutup sebagian kebutuhan beras guna mengendalikan harga di pasaran. Pasalnya, kata JK, jika Perum Bulog terlalu banyak membeli beras hasil petani lokal dapat memicu lonjakan harga.
Namun, JK menuturkan kepastian impor baru akan diputuskan setelah melihat stok beras di Gudang Bulog pasca panen raya bulan ini.
"Jika memang cadangan nasional di bawah 2 juta, akan dipertimbangkan (impor)," katanya.
Banyak hal yang jadi dalih JK untuk membuka keran impor. Antara lain tingkat produksi panen raya yang dipengaruhi oleh cuaca dan kualitas benih.
"Kementerian Perdagangan sudah siap untuk mengeluarkan izin impor kepada Bulog. Tinggal finalisasi, tapi semua sudah siap," ujar Rachmat usai melakukan rapat dengan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto di Bina Graha, Jakarta Pusat, Kamis (7/5).
Pernyataan JK dan tindakan Mendag ini bertolak belakang dengan sikap Presiden Joko Widodo yang secara tegas menolak ketergantungan impor beras dari Vietnam dan Thailand.
"Jadi, tidak perlu impor beras lagi, kita harus bisa memenuhi beras kita sendiri. Masa beras impor, jagung impor, semuanya kok impor," kata Jokowi di Maluku, Kamis (7/5). (ags/ags)
sumur
Quote:
Jokowi-JK Beda Pendapat Soal Reshuffle Kabinet, DPR: Ada Apa?
Jakarta, HanTer - Wakil Ketua Fraksi Golkar DPR hasil Munas Bali Firman Subagyo mengaku kecewa dengan sikap dua pemimpin negara saat ini yang beda pendapat terkait wacana isu reshuffle menteri di Kabinet Kerja yang sudah berjalan selama satu semester (enam bulan) di berbagai media massa.
Firman berkelakar, adanya silang pendapat baik yang dilakukan Presiden Jokowi maupun Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menimbulkan tanda tanya apakah kedua kepala negara ini bisa kompak dalam melakukan menjalankan roda pemerintahan.
"Lagi-lagi kita lihat beda pendapat antara pernyataan Jokowi dan JK yang kontroversial membuat publik bertanya ada apa dengan mereka hingga masalah reshuffle sampai harus saling menutupi," kata Firman kepada Harian Terbit, Jumat (8/5/2015).
Firman pun menuturkan bahwa pernyataan Wapres JK yang menyatakan perlu adanya reshuffle menteri dalam Kabinet Kerja patut diapresiasi. Karena semua steakholder tentunya menyadari dan memahami jika reshuffle adalah solusi lain untuk dapat memperbaiki kinerja pemerintah. Meskipun semua sama-sama tahu jika hal itu merupakan hak preogratif presiden, apalagi Wapres juga sudah sangat mengerti dan memahami.
"Untuk menyikapi kinerja pemerintah yang masih belum makimal dan belum banyak yang bisa diharapkan hasilnya oleh masyarakat atau kata lain kinerja pemerintah masih di anggap jeblok harusnya Presiden dan Wakil Presiden meningkatkan koordinasi dan komunikasi untuk secara bersama-sama melakukan evaluasi, mencari apa akar permasalahan sehingga kinerja pemerintah dan para menteri yang tidak maksimal," tutur Ketua DPP P. Golkar versi Ketum Aburizal Bakrie ini.
Disisi lain, Firman pun mengakui bila reshuffle juga tidak akan menyelesaikan masalah, namun justru akan menambah masalah baru ketika reshuffle hanya untuk menempatkan orang-orang tertentu yang merupakan bagian skenario politik pemberian jatah kepada parpol tertentu yang sudah dijanjikan.
"Karena itu sebaiknya Presiden tidak goyah atas desakan Wapres dan kelompok tertentu untuk melakukan Resuffle Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada rakyat bukan kepada kelompok tertentu dan kepada wapresnya. Presiden juga harus sadar bahwa disekitarnya ada pihak-pihak yang mungkin akan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan atau bahkan mengingingkan Presiden Jokowi Jatuh," ujar Wakil Ketua Baleg DPR ini.
Lebih jauh Firman pun berharap baik kepada Presiden Jokowi maupun Wapres JK agar dapat berpikir jernih dan saling terbuka satu sama lain serta tidak menutup-nutupi dalam persoalan reshuffle ini. Pasalnya, jika hal ini terus berlanjut, maka isu ketidakharmonisan antara kedua pemimpin ini bisa membuat rakyat menjadi sengsara akibat konflik kepentingan mereka.
"Ini harusnya menjadi 'warning' buat Jokowi-JK agar selalu waspada banyak musuh dalam selimut dalam hal ini. Kalau Presiden dan Wapres setiap saat menunjukan ketidak. kompakanya atau ketidakserasianya ini akan sangat berbahaya dalam kelangsungan pemerintah Jokowi-JK yang hanya tinggal nunggu waktu kehancuran, karena rakyat sudah jenuh melihat semuanya ini," pungkas Firman yang juga anggota komisi IV DPR ini.
Isu reshuffle menghangat setelah Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menuturkan bahwa pihak Istana akan melakukan reshuffle untuk memperbaiki kinerja Kabinet Kerja.
Pria yang akrab disapa JK menjelaskan perombakan kabinet dirasa perlu mengingat dibutuhkannya kinerja yang mumpuni untuk mengintensifkan program kerja pemerintah saat ini.
"Ya, tentu dalam waktu ke depan ini lah," katanya di Kantor Wakil Presiden Jakarta beberapa waktu lalu
sumur
Jakarta, HanTer - Wakil Ketua Fraksi Golkar DPR hasil Munas Bali Firman Subagyo mengaku kecewa dengan sikap dua pemimpin negara saat ini yang beda pendapat terkait wacana isu reshuffle menteri di Kabinet Kerja yang sudah berjalan selama satu semester (enam bulan) di berbagai media massa.
Firman berkelakar, adanya silang pendapat baik yang dilakukan Presiden Jokowi maupun Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menimbulkan tanda tanya apakah kedua kepala negara ini bisa kompak dalam melakukan menjalankan roda pemerintahan.
"Lagi-lagi kita lihat beda pendapat antara pernyataan Jokowi dan JK yang kontroversial membuat publik bertanya ada apa dengan mereka hingga masalah reshuffle sampai harus saling menutupi," kata Firman kepada Harian Terbit, Jumat (8/5/2015).
Firman pun menuturkan bahwa pernyataan Wapres JK yang menyatakan perlu adanya reshuffle menteri dalam Kabinet Kerja patut diapresiasi. Karena semua steakholder tentunya menyadari dan memahami jika reshuffle adalah solusi lain untuk dapat memperbaiki kinerja pemerintah. Meskipun semua sama-sama tahu jika hal itu merupakan hak preogratif presiden, apalagi Wapres juga sudah sangat mengerti dan memahami.
"Untuk menyikapi kinerja pemerintah yang masih belum makimal dan belum banyak yang bisa diharapkan hasilnya oleh masyarakat atau kata lain kinerja pemerintah masih di anggap jeblok harusnya Presiden dan Wakil Presiden meningkatkan koordinasi dan komunikasi untuk secara bersama-sama melakukan evaluasi, mencari apa akar permasalahan sehingga kinerja pemerintah dan para menteri yang tidak maksimal," tutur Ketua DPP P. Golkar versi Ketum Aburizal Bakrie ini.
Disisi lain, Firman pun mengakui bila reshuffle juga tidak akan menyelesaikan masalah, namun justru akan menambah masalah baru ketika reshuffle hanya untuk menempatkan orang-orang tertentu yang merupakan bagian skenario politik pemberian jatah kepada parpol tertentu yang sudah dijanjikan.
"Karena itu sebaiknya Presiden tidak goyah atas desakan Wapres dan kelompok tertentu untuk melakukan Resuffle Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada rakyat bukan kepada kelompok tertentu dan kepada wapresnya. Presiden juga harus sadar bahwa disekitarnya ada pihak-pihak yang mungkin akan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan atau bahkan mengingingkan Presiden Jokowi Jatuh," ujar Wakil Ketua Baleg DPR ini.
Lebih jauh Firman pun berharap baik kepada Presiden Jokowi maupun Wapres JK agar dapat berpikir jernih dan saling terbuka satu sama lain serta tidak menutup-nutupi dalam persoalan reshuffle ini. Pasalnya, jika hal ini terus berlanjut, maka isu ketidakharmonisan antara kedua pemimpin ini bisa membuat rakyat menjadi sengsara akibat konflik kepentingan mereka.
"Ini harusnya menjadi 'warning' buat Jokowi-JK agar selalu waspada banyak musuh dalam selimut dalam hal ini. Kalau Presiden dan Wapres setiap saat menunjukan ketidak. kompakanya atau ketidakserasianya ini akan sangat berbahaya dalam kelangsungan pemerintah Jokowi-JK yang hanya tinggal nunggu waktu kehancuran, karena rakyat sudah jenuh melihat semuanya ini," pungkas Firman yang juga anggota komisi IV DPR ini.
Isu reshuffle menghangat setelah Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menuturkan bahwa pihak Istana akan melakukan reshuffle untuk memperbaiki kinerja Kabinet Kerja.
Pria yang akrab disapa JK menjelaskan perombakan kabinet dirasa perlu mengingat dibutuhkannya kinerja yang mumpuni untuk mengintensifkan program kerja pemerintah saat ini.
"Ya, tentu dalam waktu ke depan ini lah," katanya di Kantor Wakil Presiden Jakarta beberapa waktu lalu
sumur
0
959
Kutip
0
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan