sanjikaAvatar border
TS
sanjika
Novel Fantasi The Lost Empire First Brotherhood
Minta saran dari agan2 semua.

“The Lost Empire : First Brotherhood”
Chapter 1

Terbangun di sebuah gua sudah tak asing lagi bagi Edward.
Gua itu berbentuk corong ke dalam dari sebuah pegunungan, dinding-dinding gua dihiasi oleh kristal dan bebatuan stalakmit disusun miring yang berkilau.
Pagi itu, cahaya matahari masuk ke celah-celah gua dan menyengat muka Edward,dia menggelengkan kepala mencoba menghilangkan titik kuning menari-nari di matanya, dan melihat sebuah siluet.
“Seperti gergaji mesin bung,seperti gergaji mesin”,Ron Menggeleng. ”Kau hampir meruntuhkan gua ini dengan suara tidurmu”.
Bocah itu tersenyum simpul, dia sudah mengenal lama cowok berumur 16 tahun dengan gaya rambut cepak dengan alur huruf “Z” diukir di pelipisnya,keluarga Lukin sudah menerima Edward sebagai anak angkat sejak dia berumur 3 tahun,sama saat Ron hendak berumur 4 tahun. Edward tak pernah bertemu siapa yang membesarkannya pada pertama kali,dia sudah terbiasa dengan itu, dan tak ingin mengungkitnya lagi.
“Jam berapa ini?”,tanya Edward.
“Mendekati Siang”, Ron melirik matahari, dan mengalihkannya ke arloji yang digantung di tangan kirinya, ”09.45, tepatnya, cepatlah berkemas, Pak Anvil tidak mau menerimanya jika sudah siang", menunjuk ke kantung hasil perburuannya dengan Edward kemarin. Tidak banyak yang didapat—Ron berhasil memanah 2 kelinci putih,dan Edward menombak seekor *capybara, dengan hasil itu dia bisa mendapat 75 dolar. Biaya yang cukup bagus untuk sampingan.
Edward mengangguk.
Tanpa bantahan,dia melipat kain tidurnya,memasukkannya ke dalam ransel,dan menyandangnya. Anak itu mengerti betapa beruntungnya dia mempunyai teman seperti Ron dan keluraga Lukin yang sukarela menganggapnya sebagai keluarga sendiri, Edward tak mau mengecewakan mereka.

Jalan menuruni pegunungan itu diwarnai oleh putihnya salju yang turun. Pohon-pohon cemara bersalju yang menjulang tinggi menjadi tampilan dominan pemandangan bagi Edward dan Ron. Cuaca pagi itu cukup cerah,walaupun suhu udara di jalan setapak itu mendekati nol.
Edward menyapu salju yang menempel di rambut ikal berwarna kayu mahoni yang disisir ke belakang. Mau tak mau warna rambut itu mengingatkannya pada warna rambut Ibunya, hal itu di sampaikan oleh Ibu Ron,beliau berkata bahwa ia mengenal Ibu Edward dengan baik dan memberitahukan bocah itu bahwa orang yang membesarkannya seorang diri itu bernama Sarah Marston.
“Kuharap,Pak Anvil mau membayar lebih untuk hari ini”, komentar Ron memecahkan keheningan.
“Maaf?”
Ron menggelengkan kepala dan merapikan jaket hoodie tebalnya,”Ada apa?”
“Tidak ada.”, Edward memalingkan muka—dia merasa kesal betapa mudahnya ekspresinya terbaca.
“Memikirkan ibumu lagi?”
Edward mengerutkan alis.”Bagaimana kau tahu?”
Ron tertawa.”Karena....aku sudah menghabiskan hidupku selama 12 tahun dengan bocah sok tertutup yang sudah kuanggap sebagai adik”. Ron tersenyum miring ke Edward.”dan yang paling menyebalkan dia masih menghindar dari pertanyaan ku.”
Edward meninju lengan Ron.”Dan aku terjebak dengan kakak yang sok tahu.”
“Kemari kau!”, Ron menggepit kepala Edward dan menggesek kepalan tinjunya ke kepala bocah berambut coklat itu, dan segera melepaskannya. Tapi Edward tidak memberontak, dia tidak keberatan dengan tingkah Ron, bocah itu malah merasa tersanjung—karena ada yang menganggapnya sebagai saudara. Sebelum dia bertemu dengan Keluarga Lukin, bocah malang itu hidup sebatang kara—di tempatkan pada panti asuhan, jika Ayah dan Ibu Ron tidak menerima “surat pertolongan” (begitu Ibu Ron menyebutnya) , maka dia akan hidup dan mati di tempat menyedihkan itu. Bahkan Ibu Ron menolak memberitahukan apa isi, dan siapa yang mengirimkan “surat pertolongan” itu, beliau hanya menjawab “Belum saatnya Edward, aku harap kau mengerti” dengan nada sangat melindungi, dia percaya-percaya saja dengan pernyataan Ibu Ron, mau siapa lagi yang ia percaya?.
Jalan setapak itu mulai mengarah ke sebuah bangunan kayu berukuran besar dan bertingkat. Di atap bangunan itu tertancap sebuah cerobong asap, Edward memerhatikan papan yang terbuat dari kayu mahoni di halaman depan bangunan tua itu. Terukir, “Toko Penukaran Anvil,” “menerima dan menjual alat dan hasil pemburuan terbaik di Alaska”. Edward mulai mendekati pintu masuk bangunan dan memutar kenop berkarat yang tertancap disana, dan Ron mengikuti dari belakang. Edward mendengar bunyi lonceng setelah mendorong pintu kayu itu.
Ruangan itu dihiasi oleh rak-rak berisi buku-buku dan berkas yang tersusun sesuai abjad di sisi kiri dan kanan, di sisi depan tergantung sebuah kepala beruang raksasa (yang mungkin tidak senang kepalanya terpampang di sana, dengan melihat ekspresi beruang malang itu), dan berbagai macam alat berburu. Mulai dari busur panah—pisau belati—tombak. Sampai dengan alat yang tampak asing bahkan bagi Ron. Belum lagi dengan aroma kayu bakar dan rebusan ale beer yang Edward cium setiap datang ke ruangan ini.
Dari meja resepsionis seorang pria yang sedang mengasah sebuah senjata, langsung menoleh dan mengangkat tangannya, “OHHH!! , Ron Lukin dan Edward Marston, aku sudah menunggu kalian, membawa banyak buruan kali ini ya,nak?”
Edward mengamati pria yang mempunya logat Inggris yang sangat kental, umurnya sekitar 40-tahun, berambut coklat yang dikuncir dan memiliki mata coklat tua, yang paling mengganggu Edward selain dari kulitnya yang berwarna sedikit hijau, dari penampilan pria tua itu ialah codet besar terpampang melengkung di pelipisnya. Edward tak pernah menanyakan apa penyebab codet itu, karena saat ia hendak bertanya pada lain hari. Ron memberikan tatapan “tutup mulut, jika kau menyayangi wajahmu”. Peringatan itu terbukti ampuh bagi Edward.
Ron mengambil tas yang sedang di sandang oleh Edward, dan meletakkannya di depan meja pria itu, “Maaf, Pak Anvil kami membuatmu menunggu lama, ada seseorang yang memulai harinya dengan santai”,melirik kepada Edward dan kembali ke Pak Anvil, lirikan itu membuat Edward merona. “lagi pula”, lanjut Ron, “binatang-binatang sedang tidak berada dalam wilayah kami hari ini, jadi sekali lagi kami minta maaf”.
“Hmm..”, Pak Anvil melihat dengan seksama tas hasil pemburuan mereka.
“Kami harap, bisa menghasilkan setidaknya 75 dolar ... ”, kata Edward.
Pak Anvil menggeser letak tas buruan mereka dan berdeham, ”Bagaimana jika begini nak? , aku tidak bisa memberikan 75 dolar kali ini, jadi begini saja. Aku beri kalian 60 dolar untuk hasil ini, dan ...”, Pak Anvil menoleh ke *javelin Edward,“kulihat senjata itu sudah tak efektif untuk zaman sekarang” , beliau mengambil sesuatu yang terbungkus dengan kain perca berwarna emas dengan alur-alur aneh, dari rak paling atas yang ditumpuk dengan kotak-kotak lusuh. Ketika Pak Anvil membuka kain itu—Edward mengamati senjata yang rupanya adalah kapak—pada satu sisi kapak itu bermata satu—dan sebuah besi berujung tajam di sisi lainnya. Gagang kapak itu terbuat dari besi hitam dan mempunyai ukiran huruf kuno yang aneh. Pada sisi mata kampak, terukir sebuah simbol arus viking, Edward menyipitkan mata dan menyadari simbol arus itu menggambarkan langit, dia pernah membaca informasi itu saat membantu Ron membongkar gudang ayahnya , “Ini kuberikan kepadamu”.
Edward melirik sekilas, bahu Ron menegang.
Ron dengan ragu-ragu menyentuh ukiran huruf kuno di gagang kapak itu, seolah-olah akan mengakibatkan arus listrik. Dan menatap lurus ke Pak Anvil dengan tatapan tajam, yang tak pernah di lihat Edward sebelumnya, “Kau yakin, ini saat yang tepat?”. Edward menyadari ada sesuatu yang tidak beres, karena Ron tidak pernah memanggil Pak Edward dengan kata “kau” . Ron sendiri yang membuat peraturan itu, dia menganggapnya tidak sopan.
Edward mulai cemas. “Apa yang kau maksud dengan “saat yang tepat” Ron? , dan Pak Anvil kenapa memberikan senjata aneh ini padaku?—aku bahkan tidak tahu apa barang aneh ini.”
“Nama Senjata ini Sovngrade seperti yang tertulis di gagang atau Pemecah Cahaya, Dawnbreaker dalam bahasa sekarang, pembantai kegelapan—pemototong jiwa, konon bisa memotong benda apapun yang berwujud nyata, dan bisa berubah bentuk sesuai keinginan penggunanya”, Pak Anvil menceritakannya seakan ajal dunia sudah dekat, dengan mata dan wajah yang sendu.
Edward semakin cemas. “bahasa kita?, Apa maksudmu? , dan jika benda itu sangat berbahaya kenapa memberikannya kepada—“
“JAWAB PERTANYAANKU!”, bentak Ron, Edward kaget, dia tak pernah melihat kakak angkatnya semarah itu.
“Apa ini saat yang tepat?”, Ron mengulangi pertanyaannya.
“Iya Tuan Lukin, sekaranglah saatnya..” Pak Anvil menatap Ron dengan mata coklatnya yang sedih. “mereka sudah mengetahui lokasi dimana itu berada dan ingin melepaskan dia “
“Apakah kau sudah melihat tanda-tandanya?”
“Tidakkah kau melihatnya duluan Tuan Lukin? , Binatang-binatang di Hutan-hutan ini sudah kabur duluan, suhu udara pun beranjak turun , dan yang paling kutakutkan malam menjadi semakin panjang akhir-akhir ini”, Jawab Pak Anvil.
Ron Memukul kepalanya, “Kenapa aku bisa sebodoh ini!?”
Edward tak pernah melihat Ron secemas itu, dia langusng meremas dan menarik lengan Ron dengan kuat, “Apa yang sebenarnya terjadi?—Ceritakan padaku.”
“Edward—“
Pembicaraan mereka terhenti—melihat sudut ruangan itu mulai mengeluarkan kristal es dan mulai menjalar ke kaca jendela, dengan suara meresahkan. Suhu ruangan itu mulai turun sekitar 20 derajat hal ini dibuktikan oleh nafas Edward yang mengeluarkan uap.
“CELAKA—“, kalimat Pak Anvil terpotong. Dengan pecahnya semua kaca di ruangan itu dan diikuti dengan masuknya udara dingin yang tidak beraturan. Tak lama kemudian ruangan itu dipenuhi oleh kabut es. Edward hanya bisa melihat tiga meter di depannya dengan rabun.
“Semuanya!, Berlindung!”, Bentak Pak Anvil kepada dua bocah itu.
Ron dengan sigap mengeluarkan busur panah yang terlipat di bahunya, “Edward! , ambil senjata tadi dan cari tempat berlindung!”
Edward melakukannya, dia menyadari tak punya senjata selain kapak bermata satu itu, dan hanya bersenjatakan tangan kosong pada situasi aneh begini dia tahu, itu bunuh diri namanya. Edward memilih barisan lemari kayu sebagai tempat berlindung. Dia menunggu di sana, sampai dinding ruangan itu ambruk dengan suara yang sangat keras membuat telinganya berdenging, dan yang paling anehnya dia melihat siluet kepalan raksasa sesudah dinding itu ambruk.
Ron yang sedang berlindung di meja resepsionis, berteriak, “Krauss! , ada rencana?”
Pak Anvil menoleh dari dinding ruangan depan yang belum hancur “Biar kutangani dia!, dan cepat cari ayahmu dan beri tahu dia bahwa, Dragonborn sudah ditemukan!”
Reaksi Edward yang pertama ialah dia ingin tertawa karena baru tahu bahwa nama depan Pak Anvil ialah Krauss berbanding terbalik dengan logat inggrisnya, Reaksi kedua Edward semakin tidak sabar ingin menginterogasi Ron dan membuatnya berkata jujur, “Tunggu!, apa yang kau bicarakan Pak Anvil!, dan kenapa Ron tahu nama depan mu?”, Edward berteriak sekuat mungkin.
Namun tidak ada yang menanggapinya, “Ouch” pikir Edward dalam hati
“Kau yakin, bisa menanganinya?” Ron setengah berteriak.
“Jangan remehkan ras kami Tuan Lukin”. Pak Anvil tersenyum simpatik.
Edward merasa dia salah dengar, “ras?” , bukannya Pak Anvil itu ras manusia?. Namun hal mengejutkan lain terjadi, Pak Anvil mulai melempar celemek kotor dan merobek kemeja lusuhnya (Edward berpikir Pak Anvil menjadi sedikit terganggu mentalnya). Namun perasaan itu hilang, saat tubuh itu mulai berubah. Pertama, tubuh Pak Anvil menjadi makin hijau dan makin berotot, tubuhnya dipenuhi oleh tato-tato alur viking di ke dua bahunya menjalar ke lengannya dan postur tubuhnya meninggi, dan yang paling susah untuk dilupakan gigi taring Pak Anvil menjadi semakin panjang dua setengah senti. “Yep,Pak Anvil ternyata adalah pemeran film “Incredible Hulk” namun lebih kecil” pikir Edward.
Kemudian Pak Anvil mengambil sebuah kapak kembar yang dikira Edward adalah hanya pajangan belaka, dan memakai jaket kulit coklat yang digantung di sampingnya dan seketika berubah menjadi zirah kulit. Setelah penampilannya mulai kelihatan seperti pemain gitar punk rock yang telah pensiun, beliau meraba-raba kantong celananya dan melempar dua kunci suatu kendaraan kearah Ron.
Ron Menangkapnya,“Apa ini?”
Pak Anvil tersenyum mengejek, yang tampak mengerikan bagi Edward dengan taring sepanjang tiga senti di rahang atas dan bawahnya, “Jangan sampai tergores bocah!, sampaikan salamku dengan ayahmu!”. Kemudian dia melompat setinggi tiga meter keluar dari reruntuhan dinding menuju kabut Es.
“Edward ... “ Ron menoleh ke Edward, dan Edward melihat bayangan dirinya sendiri di mata Ron,(yang menurut Edward mata hitam itu sangat mengintimidasi dirinya), Ron menghela nafas—“tahan semua pertanyaanmu, aku yakin banyak hal yang sangat membingungkan bagimu, aku berjanji akan menjawabnya setelah kita sampai ke rumah, kau bisa menerimanya kan?”.
Edward menghela nafas, “Ya, aku bisa meneriman, asalkan kau tidak akan berubah menjadi semacam hulk bukan?”.
Ron tertawa.”Tidak sobat, sama sekali tidak”, kemudian Ron melempar salah satu kunci kendaraan yang diberikan Pak Anvil tadi tepat ke telapak tangan Edward.
“Kau bisa mengendarainya?”
Edward melihat senjenak ke kunci itu, Edward mengenali bentuk kuncinya dan dia tahu akan mengendarai mobil salju yang beroda gigi ber-merk yamaha, mengenai kepandaiannya dia pernah menggunakan kendaraan itu untuk mengantar amunisi dan perlengkapan umpan ke Pak Anvil. “Yep, aku yakin bisa mendahuluimu 2 putaran”.
“Kuanggap sebagai iya,Ikuti aku dan tetap merunduk, dan ingatkan aku untuk berterima kasih pada pak tua itu ketika dia selamat”—“Ayo, kita tak punya waktu lagi”, lanjut Ron.
Dengan sejenak hanya sejenak,Edward bisa melihat Ron sedang berkabung, setelah itu dia dengan hati-hati membuka pintu belakang dan Edward mengikuti dari belakang.
Setelah udara dingin kembali menyelimuti Edward, dia sedang menatap—dua kendaraan mobil salju yang terpakir paralel di sebelah kanan penglihatan Edward.
“Tetap di belakang ku dan apapun yang terjadi—tetaplah bergerak”, kata Ron sambil menaiki kendaraan salju itu. Edward melihat ada keraguan di jarak kalimat Ron.
Edward hanya mengangguk untuk merespon suruhan Ron. Sejujurnya Edward merasa takut pada semua hal yang sedang berlangsung, dia takut akan membuat dirinya terbunuh, dia takut akan membuat semuanya berjalan salah, dan ketakutan terbesarnya—dia takut kehilangan Ron. Ditambah lagi dia masih belum tau apa yang membuatnya masuk kedalam masalah yang begitu rumit ini. Edward berharap Ron tidak mengetahui ketakutan terdalamnya.
Mobil salju itu melaju dengan cepat, dan meninggalkan bekas mendalam di lantai salju lahan parkir itu, saat Ron menekan pedal gasnya. Edward mengikuti dari belakang dan melaju hingga menyamai kakak angkatnya.
Mereka semakin jauh menuruni pegunungan itu, dan Edward semakin memahami betapa paniknya Ron, jarum speedometer nya tak pernah turun dari 85 km/jam. Ditambah lagi dengan rintangan pepohonan dan jalan yang tidak rata, Edward sangat terkejut dengan keahlian Ron bisa menghindari benda-benda itu seakan sudah melakukannya ribuan kali.
Tak lama kemudian, terdengar sebuah ledakan hebat tepat di belakang mereka, suaranya membuat telinga kedua anak itu berdenging.
“Tetap tahan kecepatan mu!” Teriak Ron, dari depan Edward. Tentu saja Edward melakukannya, dia tidak ingin terpisah dengan Ron. Namun yang anehnya ledakan ini tidak menghasilkan panas atau menaikkan suhu area, sebaliknya Edward merasakan suhu area itu bertambah turun. Kristal-kristal es mulai merambat ke gagang kemudi kendaraan Edward, dia merasakan penurunan suhu ini tidak masuk akal, lambat laun kristal es itu mulai bertambah parah.
“Ron!”.
“Apa?”, sahut Ron, setengah berteriak.
“Ada yang tidak be—“, kalimat itu terpotong oleh patahnya gagang kemudi kendaraan Edward, dan membuatnya terjungkir balik, dengan Edward masih menaikinya. Bocah itu melayang sejauh 5 meter, kabar baiknya kendaraannya terlempar melewati kepala Edward hanya dengan jarak 2 sentimeter, kabar buruknya pendaratan bocah itu tidak berlangsung mulus, badannya berguling menuruni pegunungan dan berhenti dengan menabrak sebuah batu besar mengenai punggunggnya dengan keras. Kesadarannya hilang—mendengar suara teriakan Ron memanggil namanya.

Fvdznv,zvzncv

Denyut jantung semakin menyakiti Edward tiap detik, sehingga membuatnya tersadar. Nafasnya memburu semakin cepat setiap tarikan nafas. Matanya masih terpejam, ketakutan merasuki perasaaan bocah itu. Badannya bergetar hebat akibat suhu di sekitarnya menurun lagi. Edward memberanikan diri untuk membuka matanya, melihat ke langit mendung, dia menggerakkan kedua kaki dan tangannya, mencoba untuk berdiri melihat ke samping, rasa sakitnya tidak tertahan, namun bocah itu sekuat tenaga menahannya.
Tak lama kemudian terlihat dua siluet bayangan sejauh 3 meter di penglihatan Edward yang masih kabur, dengan sedikit goyangan di kepala, terlihatlah dua sosok laki-laki dan satu lagi perempuan. Laki-laki itu berdiri dengan tegap, dengan rambut cepak memakai hoodie tebalnya yang bercorak tentara, pada kedua tangannya dia memegang busur panah yang disiagakan ke se—sosok perempuan.
Penampilan perempuan itu hampir membuat Edward tertawa, namun mengurungkan niatnya setelah tahu ini bukan saat yang tepat, bagaimana tidak, untuk awalnya kulit dan rambut perempuan itu berwarna putih seperti salju, dan pakaiannya—sebuah jubah raksasa berbulu dengan tudung terpakai, tetapi tidak menutupi mukanya yang anggun serta kedua mata birunya yang mengintimidasi.
Indra pendengaran Edward mulai berfungsi, dengan samar-samar sebuah percakapan terdengar. “Skadi..”, dengus Ron dengan kesal. “Kau tidak punya urusan disini..”, masih menyiagakan busurnya.
“Minggir, templar rendahan seperti—mu, tak sebanding denganku.”, tukas Skadi dengan tajam.
Kulit Edward merinding, bocah itu memutar otaknya, mengingat kembali kata demi kata cerita kuno Ayah Ron, “Skadi, dewa salju dan perburuan bangsa norse,..” ini tidak mungkin. Pikir Edward mereka tidak mungkin ada di dunia nyata.
Gigi Ron menggertak.“Kau melanggar peraturan pemimpin kami, aku tak bisa membiarkanmu ikut campur.”, tegas Ron, Edward kagum karena dia tidak melihat keraguan apapun dalam kalimat yang diucapkannya.
Skadi tertawa kemudian tersenyum dengan sombong , “Astaga!, sayang, kau masih percaya pada peraturan orang tua pengkhianat itu?, pantas saja kalian tidak berkembang,” Skadi berdeham, dan sorot matanya berubah menjadi tajam kembali, “Nah, yang kuminta adalah hal yang mudah, berikan Dragonborn itu padaku dan tidak ada yang terluka, bagaimana bocah manis?”.
Setelah perkataan Skadi selesai Edward tidak melihat dengan jelas apa yang terjadi, seingatnya Ron meneriakkan sesuatu dengan keras ke arah Skadi, teriakan itu membuat udara berdesing sejenak, dan menghancurkan tanah dan batu material-material tempat berpijak Dewi Norse itu tapi terlambat—perempuan itu sudah menghilang.
Ron menatap Edward, dengan sorotan mata menyangka pertarungan ini sudah selesai.
Salah.
Skadi tiba-tiba sudah ada di belakang Edward, tepat di belakangnya ia mendengar jentikan jari.
Tiba-tiba suatu sosok muncul dari udara kosong, makhluk itu berdiri tegap dengan tinggi 4 meter, tubuhnya terbuat dari bongkahan-bongkahan es yang disusun, seolah-olah membuat badannya kekar—kedua lengannya berbentuk seperti tombak es yang diasah diujungnya. Sedangkan kepalanya berbentuk lancip ke atas—dengan permukaannya seperti di asah dengan kasar.
Mulut Edward mengecap rasa besi, rasa sakit mulai datang kembali, tulang rusuknya seperti di cacah-cacah oleh benda tumpul, diulang—lagi dan lagi. Ini hanya mimpi, semua ini tidak nyata, aku bukan siapa-siapa—Aku harus bangun, ingin mendapat kehidupan ku yang lama, Aku benci seperti ini. Ia mengulang-ulang kalimat ini di kepalanya, berharap dia akan bangun dari mimpi buruknya. Setelah ini ingatannya terpotong-potong.
Seingatnya makhluk es itu maju ke arah Ron, bukannya menghindar, dia membuka resleting tas sandangnya, dan mengeluarkan sebuah terompet berbentuk gading yang dibalut kulit dan mulai meniupnya—bunyi yang keluar sangat cumiakkan telinga, membuat Edward langsung roboh.
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.3K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan